Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Menggali Minat Bakat Anak: Petualangan Mencari Warna

24 Juni 2024   18:40 Diperbarui: 30 Juni 2024   11:45 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI menggali minat dan bakat anak | Thinkstockphotos via Kompas.com

Seorang bijak pernah berkata, "Anak-anak adalah kertas putih yang siap diwarnai." Tapi, apakah kita benar-benar tahu warna apa yang mereka sukai? Seperti halnya memilih warna crayon yang tepat, menggali minat dan bakat anak bukanlah perkara yang bisa dipecahkan hanya dengan sekadar menekan tombol 'pencarian bakat instan'. Ini adalah perjalanan yang penuh dengan liku-liku, kejutan, dan kadang-kadang tawa.

Perjalanan Menemukan Harta Karun

Bayangkan kita sebagai penjelajah yang baru saja menemukan peta harta karun. Peta itu penuh dengan teka-teki dan petunjuk yang tersebar di seluruh penjuru dunia anak kita. Sayangnya, peta ini tidak dilengkapi dengan kompas, apalagi petunjuk arah. Jadi, bagaimana kita bisa mulai?

Pertama, kita harus membuka mata dan telinga. Ini bukan sekadar ungkapan klise, tetapi nasihat praktis. 

Dalam dunia yang serba cepat ini, terkadang kita lupa berhenti sejenak untuk benar-benar melihat dan mendengar. Anak-anak kita mungkin memberikan petunjuk halus tentang minat mereka. Bisa jadi mereka terpesona melihat burung terbang, atau mungkin mereka takjub dengan gemerlap bintang di langit malam. Jangan remehkan bisikan kecil yang terdengar remeh, sebab seringkali, di sanalah letak awal mula minat mereka.

Bakat: Sebuah Misteri Alam Semesta

Ada yang mengatakan bahwa bakat adalah anugerah dari Tuhan, seperti bintang jatuh yang diberikan secara acak. Namun, apakah kita percaya bahwa Tuhan hanya iseng memberikan bakat tanpa tujuan? Tentu tidak. 

Dalam diri setiap anak, tersimpan potensi besar yang menunggu untuk ditemukan. Tugas kita adalah menjadi astronom yang sabar, mencari bintang yang paling terang di antara kerlipan cahaya lainnya.

Namun, di tengah kesibukan, kita sering kali menjadi seperti robot yang hanya menjalankan rutinitas sehari-hari tanpa sadar bahwa anak-anak kita mungkin sedang memendam bakat luar biasa. 

Misalnya, anak kita yang suka mengutak-atik mainan bisa jadi ia adalah calon insinyur hebat. Atau yang suka corat-coret dinding mungkin punya jiwa seniman yang ekspresif. Ingat, bahkan Einstein dulu dianggap anak yang sulit diatur di sekolah!

Bermain dan Belajar: Dua Sisi Mata Uang

Seringkali kita terjebak dalam paradigma bahwa belajar adalah sesuatu yang serius, sementara bermain adalah hal yang sepele. Namun, seperti dua sisi mata uang, belajar dan bermain seharusnya berjalan beriringan. 

Bahkan, melalui bermainlah, anak-anak belajar banyak hal tanpa mereka sadari. Mereka belajar tentang kerja sama, ketekunan, dan yang paling penting, menemukan apa yang benar-benar mereka cintai.

Seorang teman pernah berbagi cerita tentang anaknya yang suka bermain lego. Alih-alih memarahi karena dianggap membuang waktu, teman saya ini justru mendukung dengan menyediakan lebih banyak lego. Hasilnya? Anak tersebut kini tumbuh menjadi seorang arsitek yang penuh imajinasi dan inovatif. Jadi, jangan pernah remehkan kekuatan bermain. Siapa tahu, mainan yang kita anggap remeh bisa menjadi kunci masa depan anak kita.

Menggali Bakat atau Menggali Lubang?

Tidak bisa dipungkiri, sistem pendidikan kita kadang-kadang lebih mirip dengan mesin penggiling yang menyamaratakan semua anak. Di mana bakat yang unik sering kali diabaikan demi mengejar standar yang kaku. Alih-alih menggali potensi anak, kita justru sering menggali lubang yang menenggelamkan kreativitas mereka.

Seperti kisah seekor ikan yang dipaksa memanjat pohon. Sistem yang seragam ini seringkali melupakan bahwa setiap anak itu unik dengan kemampuannya masing-masing. Bukankah lucu (dan ironis) kalau kita terus mengharapkan anak-anak kita menjadi satu ragam, padahal dunia ini butuh keragaman untuk berkembang?

Si Kecil yang Bijak

Suatu hari, seorang anak bertanya kepada Ayahnya dengan polosnya.

"Ayah, kenapa burung bisa terbang sedangkan kita tidak?" 

Sang ayah berpikir sejenak, kemudian menjawab dengan nada serius.

"Karena kita tidak punya sayap, Nak." 

Anak itu kemudian tertawa dan berkata.

"Kalau begitu, ayo kita buat sayap dari kardus!" 

Dialog ini sebenarnya mengajarkan kita bahwa dalam diri anak-anak, selalu ada kreativitas tanpa batas yang menunggu untuk dilepaskan. Terkadang, jawaban paling sederhana justru membuka pintu menuju dunia imajinasi yang tak terbatas.

Menggali Makna di Balik Minat Bakat

Menggali minat dan bakat anak bukanlah sekadar tugas, tetapi sebuah kehormatan. Kalimat ini mungkin terdengar klise, tapi di dalamnya terdapat makna yang seharusnya menjadi sebuah kebanggan. 

Menggali potensi anak adalah tentang menghargai kehidupan yang telah dipercayakan kepada kita, dan tentang menjadi saksi dari perjalanan mereka meraih bintang.

Seperti pohon yang tumbuh dengan akar yang kuat, kita harus menyediakan tanah subur yaitu, berupa cinta, dukungan, dan kebebasan untuk bereksplorasi. Ingatlah, pohon tidak tumbuh lebih cepat dengan ditarik-tarik daunnya, tetapi dengan memberinya ruang dan waktu untuk berkembang secara alami.

Menyadari Bakat yang Tersembunyi

Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita sibuk mencari bakat anak dengan cara-cara yang terlalu kompleks. Padahal, seringkali bakat itu muncul dalam keseharian yang biasa. 

Anak yang suka bercerita mungkin memiliki bakat sebagai penulis atau pembicara. Anak yang gemar membantu teman-temannya bisa jadi memiliki jiwa pemimpin dan empati yang tinggi.

Jack Andraka adalah seorang remaja dari Maryland, Amerika Serikat, yang dikenal karena penemuannya dalam bidang medis. Ketika Jack berusia 15 tahun, dia menciptakan sebuah tes sederhana untuk mendeteksi kanker pankreas, ovarium, dan paru-paru di tahap awal. 

Kisahnya menarik karena dia bukanlah seorang yang dianggap "istimewa" di sekolahnya; bahkan, dia pernah mengalami bullying dan dianggap tidak memiliki potensi besar oleh sebagian gurunya. 

Kisah nyata seperti ini mengingatkan kita bahwa setiap anak memiliki potensi tersembunyi yang bisa jadi belum terungkap. Tugas kita sebagai orang tua, pendidik, dan anggota masyarakat adalah memberikan mereka kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan mendukung perjalanan mereka, dan tidak pernah meremehkan kemampuan mereka hanya berdasarkan penilaian permukaan. Seperti Jack Andraka, di balik kesederhanaan mereka, bisa saja tersimpan bakat besar yang menunggu untuk ditemukan.

Sebuah Perenungan

Menggali minat dan bakat anak bisa jadi tentang memberi mereka sayap untuk terbang, bukan mengarahkan mereka ke sarang yang kita pilih. Hal ini mengingatkan kita bahwa tugas sebagai orang tua bukanlah membentuk anak sesuai keinginan kita, tetapi membantu mereka menemukan jalan mereka sendiri.

Setiap anak adalah untaian cerita yang belum selesai ditulis. Kita, sebagai orang tua atau pendidik, adalah pena yang membantu mereka menuliskan kata demi kata, paragraf demi paragraf. Namun, cerita itu bukanlah milik kita. Kita hanya memberikan mereka alat untuk menulis cerita mereka sendiri.

Menikmati Proses Tanpa Terbebani

Pada akhirnya, menggali minat dan bakat anak adalah tentang menikmati proses. Ini bukan perlombaan atau tugas yang harus diselesaikan secepat mungkin. Ini adalah petualangan bersama, penuh dengan tawa, kejutan, dan pelajaran berharga. Setiap langkah kecil yang kita ambil bersama anak-anak kita adalah investasi menggapai masa depan yang lebih cerah.

Jadi, mari kita rangkul setiap momen bersamaa mereka dengan penuh cinta dan kesabaran. Biarkan anak-anak kita menunjukkan jalan, sementara kita menjadi penuntun yang bijaksana. Karena di setiap tawa mereka, di setiap mata yang berbinar, tersembunyi harapan dan impian yang suatu hari akan terwujud menjadi kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun