Mohon tunggu...
Ariqa Helmi
Ariqa Helmi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional UPNVYK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Terorisme Modern dan Cara Memberantasnya

4 Juni 2023   22:15 Diperbarui: 4 Juni 2023   22:24 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan mengenai keamanan global terus berkembang sampai saat ini. Berbagai jenis permasalahan yang ada dapat memiliki potensi untuk mengancam keamanan dunia. Terorisme bukanlah permasalahan baru yang mengancam keamanan internasional, namun terorisme sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 1990 an, terorisme masih menjadi masalah keamanan yang belum menjadi pembahasan serius di dalam dunia perpolitikan.

Sudah 21 tahun berlalu sejak terjadinya terorisme yang dilakukan oleh kelompok Al Qaeda. Akibat dari peristiwa penyerangan 11 September 2001, terorisme menjadi permasalahan yang berdampak pada skala global atau internasional. Sejak peristiwa tersebut aksi terorisme terus meningkat sampai pada tahun 2013 yang mengakibatkan ketegangan di dunia internasional. Pasalnya sasaran dari aksi terorisme yang dilakukan ini acak dan mayoritas korbannya adalah masyarakat sipil. 

SDG nomor 16 yang berbunyi “Peace, Justice, and Strong Institutions” dengan maksud untuk mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, memberikan akses keadilan bagi semua, dan membangun institusi yang efektif dan akuntabel di semua tingkatan. Tujuan ini untuk mengurangi kekerasan, korupsi, dan pelanggaran HAM, serta mempromosikan supremasi hukum dan akses keadilan. 

Tujuan tersebut sesuai untuk memberantas adanya aksi terorisme global. Hampir dari seluruh negara berusaha untuk meminimalisir adanya tindak terorisme dan berbagai macam usaha sudah dilakukan oleh berbagai negara untuk melawan, mengurangi, dan menghentikan adanya upaya aksi terorisme.

Istilah terorisme pertama kali digunakan pada tahun 1790an pada masa Revolusi Prancis yang digunakan untuk menjelaskan aksi teror yang dilakukan oleh kaum revolusioner terhadap musuh-musuhnya (Britannica, 2023). Pemimpin Partai Jacobin, Maximilien Robespierre pada saat itu melakukan pemerintahan teror dengan melakukan eksekusi massal dengan guillotine. Perang saudara yang menyebar di Prancis dan kepungan oleh tentara-tentara di seluruh sisi kota membuat pemerintah revolusioner segera menindak keras mereka yang dianggap sebagai musuh-musuh revolusi dengan mengeksekusinya. 

Terorisme sendiri didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan oleh suatu kelompok dengan tujuan untuk mengancam, memberikan rasa takut, bahkan menyerang warga sipil untuk memprovokasi, melemahkan lawan, bahkan mempengaruhi keadaan politik. Untuk mempertahankan “kepopuleran” yang diperlukan untuk menimbulkan rasa takut yang meluas, para teroris terus melakukan serangan yang semakin penuh kekerasan. 

Serangan-serangan tersebut seperti pembajakan, penyanderaan, penculikan, penembakan massal, pemboman mobil, bahkan bom bunuh diri. Tujuan terorisme pada umumnya adalah untuk menghancurkan rasa aman masyarakat di tempat-tempat yang paling mereka kenal.

Jika melihat dari pendekatan Konstruktivisme, terorisme dihasilkan oleh konstruksi sosial. Hal tersebut terjadi karena adanya pemaknaan musuh oleh para teroris yang kemudian membentuk motivasi dan tujuan dari para teroris. Lebih lanjut, tindakan terorisme merupakan hasil pemikiran dan perspektif dari para teroris, pemaknaan tersebut terbentuk sebagai hasil dari konstruksi sosial. 

 Terorisme merupakan permasalahan yang menjadi sebuah ancaman yang berdampak pada skala global atau internasional. Hampir dari seluruh negara berusaha untuk meminimalisir adanya tindak terorisme, namun terorisme seakan selalu mempunyai cara untuk bangkit dan melakukan aksi terornya lagi. Fenomena terorisme ini banyak terjadi di kawasan Timur Tengah yang dominan kontra terhadap negara yang dianggap sebagai musuh Islam. Sejauh ini, terorisme internasional dilakukan karena pemahaman terhadap suatu ideologi yang terlalu radikal. 

Peristiwa traumatis yang terjadi pada 11 September yang menyerang bangunan vital milik Amerika Serikat meninggalkan kecemasan bagi dunia internasional terhadap keamanan global. Akibat dari peristiwa tersebut, terorisme menjadi salah satu ancaman terhadap perdamaian dan keamanan global.

 Dalam kasus tersebut, Al-Qaeda sebagai pelaku dari serangan tersebut digolongkan menjadi organisasi teroris internasional. Sebelum peristiwa 9/11 keberadaan Al-Qaeda ini belum memiliki dampak yang besar atas serangan yang dilakukan, namun akibat serangan yang dilakukan pada 11 September 2001 eksistensi Al-Qaeda ini semakin terlihat oleh dunia internasional akibat dari dampak serangan yang dihasilkan. 

Kekhawatiran dunia global terhadap eksistensi Al-Qaeda semakin terlihat akibat serangan teror dari Al-Qaeda yang lebih mematikan. Terlebih lagi Al-Qaeda mengembangkan aksi terornya dengan serangan bom bunuh diri serta penyerangan di beberapa kawasan dalam waktu yang sama dan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. Serangan teroris pada tanggal 11 September di New York dan Washington meyakinkan dunia global akan lahirnya bentuk terorisme baru yang dinilai lebih berbahaya.

Gagasan mengenai lahirnya jenis terorisme baru atau terorisme yang muncul pasca tahun 2000an mendapat banyak kritikan karena dinilai bahwa terorisme lama dan terorisme baru tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Namun terdapat perbedaan antara terorisme lama dan terorisme baru. Perbedaan itulah yang membentuk ciri dari terorisme baru. Diantara ciri dari terorisme baru adalah

1.Terorisme Baru Memiliki Ruang Lingkup Yang Luas

Terorisme tradisional lebih cenderung beroperasi dengan sistem komando atau sistem kontrol militer, sedangkan terorisme jenis baru beroperasi dalam jaringan yang luas dan menyebar ke dunia internasional. Hal ini juga yang menjadi jurang pemisah antara terorisme lama dan terorisme baru. Globalisasi juga merupakan salah satu faktor melebarnya cakupan terorisme global pada saat ini. 

2.Penggunaan Kekerasan Dalam Menjalankan Aksinya

Terorisme lama lebih menggunakan tindak kekerasan sebagai cara alternatif untuk mencapai tujuannya yang membuat teroris baru lebih memungkinkan untuk menggunakan bentuk-bentuk kekerasan yang tidak pandang bulu dan mematikan. Pemikiran seperti itu telah digunakan untuk menjelaskan meningkatnya hubungan terorisme dengan senjata pemusnah massal (WMD), dan bahkan mungkin senjata nuklir, serta meningkatnya penggunaan terorisme bunuh diri. 

3.Dimotivasi Oleh Ideologi

Terorisme lama melakukan gerakannya karena dipengaruhi oleh motivasi nasionalistik dan bergerak pada ruang lingkup tertentu. Sedangkan jika kita melihat terorisme baru lebih dipengaruhi oleh ideologi. Namun seringkali terorisme dikaitkan dengan agama tertentu yang menurut penulis sendiri hal itu sangat tidak relevan dikarenakan di dalam agama tidak terdapat ajaran untuk melakukan terorisme, namun penulis menilai bahwa agama juga dapat dijadikan sebagai ide untuk melakukan terorisme, maksudnya adalah agama dijadikan kambing hitam untuk melakukan aksi terorisme. Seperti contoh ISIS yang melakukan aksi teror berdasarkan ide yang berlandaskan agama islam. 

Kemudian jika melihat terorisme yang semakin progresif, muncul pertanyaan di dalam benak kita, tentang apakah terorisme dapat diberantas. Menanggapi pertanyaan tersebut, penulis sendiri beranggapan bahwa terorisme ini dapat diberantas. Terorisme dapat diberantas dengan beberapa cara. 

1.Memberantas Akar Terorisme

Terorisme yang terjadi di dunia saat ini digerakkan atas dasar ideologi, jadi yang pertama kali dapat dilakukan untuk menghilangkan terorisme adalah dengan memberantas ideologi yang dapat menjadi akar dari terorisme. Selain itu diperlukan penguatan nilai nilai ideologis, yang dalam hal ini negara Indonesia telah melakukan hal tersebut dengan mewajibkan pelajaran pendidikan pancasila dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, bahkan juga hingga di perguruan tinggi. 

2.Pembuatan dan Penguatan Alat Pemberantasan Terorisme

Jika kita berkaca dari tragedi bom bali tahun 2002 yang terjadi di Negara Indonesia, aksi teror tersebut dapat terjadi dikarenakan belum adanya undang-undang yang kuat untuk mengatasi terorisme. Dalam menanggapi tragedi bom bali tahun 2002 tersebut, Pemerintah Indonesia bergerak cepat dengan membentuk Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 yang menjadi undang-undang awal dalam menanggulangi masalah terorisme. Pemerintah Indonesia juga membentuk pasukan khusus yang digunakan untuk menanggulangi masalah terorisme yang diberi nama Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Namun jika kita melihat di tahun-tahun selanjutnya, dimana masih terdapat beberapa aksi terorisme, terutama di Negara Indonesia, penulis menilai bahwa undang-undang yang sudah dibentuk perlu dilakukan penguatan. 

3.Kerjasama Internasional

Jika kita mengulas kembali mengenai karakteristik dari terorisme baru, terorisme ini bergerak melewati batas negara atau dapat dikatakan bergerak secara internasional. Maka terorisme ini bukan lagi menjadi masalah dari satu negara saja, akan tetapi menjadi masalah dari semua negara. Seperti argumentasi yang diungkapkan oleh paradigma liberalisme dimana keamanan dapat diciptakan dengan diadakannya kerjasama, oleh karena itu perlu diadakannya kerjasama antarnegara. Penulis juga berpendapat bahwa untuk memberantas terorisme, tidak cukup hanya dengan kerjasama antara dua negara saja, namun kerjasama yang dilakukan harus lebih luas lagi karena kembali kepada pernyataan bahwa terorisme adalah masalah seluruh negara. 

Sebagai penutup, dikarenakan terorisme merupakan ancaman bagi semua negara, maka perlu tindakan yang lebih intens untuk memberantasnya. Dan juga dikarenakan munculnya terorisme baru yang lebih sukar untuk ditanggulangi ini, maka perlu dilakukan strategi-strategi baru yang lebih efektif dalam mengatasi masalah terorisme ini. Dengan harapan kemungkinan-kemungkinan terjadinya terorisme dapat ditekan dan ancaman dari terorisme bisa sepenuhnya hilang sehingga perdamaian di dalam kehidupan terus tercipta. 

Penulis: 

Ma'rifah Hikmawati Nim 151220053

Ariqa Helmi Nim 151220054

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun