Mohon tunggu...
Ari Purwadi
Ari Purwadi Mohon Tunggu... Administrasi - Sang Pemenang

Saya selalu berusaha menjadi orang yang terus memberi manfaat bagi orang lain dan berusaha terus memberi kontribusi positif dalam hidup orang lain, apapun itu. Saya ingin kehadiran saya selalu dirindukan oleh orang lain. Berkarier merupakan sebuah aktualisasi hidup jangka panjang yang saya inginkan, bagi saya berkarya itu harus dengan cinta, dan saya selalu berusaha mencintai apa yang saya kerjakan, sehingga dapat menghasilkan karya yang berkualitas.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Dilema LDR Pasca Menikah

11 Agustus 2016   10:56 Diperbarui: 13 Agustus 2016   14:53 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Aboutmarriage

Jumat malam (05/07/2016) saya mendapat teman baru di tempat gym. Teman saya tipikal ekstrovert person, sehingga dalam sekejap dia bercerita banyak hal tentang hidupnya. Sayangnya kami tidak sempat saling memperkenalkan diri satu sama lain, ketika asyik ngobrol, teman baru saya tersebut mendadak harus menyelesaikan latihannya hari itu, dan pergi terburu-buru. Obrolan singkat kami, menyisakan satu pelajaran berharga tentang konsep pernikahan.

Dari ceritanya, teman baru saya tersebut merupakan operator mesin sebuah kapal dan harus menghabiskan enam bulan perjalanan setiap kali melakukan perjalanan dengan timnya. Ketika mendapat libur dua pekan, teman baru saya yang berasal dari Aceh tersebut mengaku seperti kuda yang lepas dari kandangnya, dengan memuaskan keinginannya untuk jalan-jalan, termasuk yang sedang dia lakukan kemarin. Jauh-jauh dari tempat kerjanya di Lamongan untuk mengunjungi keluarganya di Temanggung, “Lebaran kemarin tidak sempat berkunjung”, akunya.

Saking ekstrovertnya dia, dia bercerita dilematisnya kehidupan asmaranya sebagai pelaut. Dia memang belum menikah, tapi dia sudah sangat siap dengan berbagai resikonya sebagai seorang pelaut, apalagi kalau bukan diselingkuhin pasangannya di darat. Bahkan anekdot umum sangat terkenal dikalangan mereka, “Kami dilaut digoyang ombak, istri kami di rumah digoyang orang”. Hakjleb. Satu pernyataan dia ini, masih sangat terngiang di telingaku, dan mungkin ini satu-satunya kalimat yang sangat penting dari obrolan kami malam itu. Bahkan beberapa waktu lalu saya menuliskannya pada status di akun Facebook saya, dan saya kembangkan menjadi tulisan ini di blog ini.

Mengapa saya sampai mengembangkannya di blog saya? Tentu karena disini saya bisa membagikan pandangan saya dengan lebih luas dan lugas. Pemikiran saya tidak dibatasi oleh Wall Facebook yang begitu sempit.

Berikutnya, Sabtu (06/07/2016) saya kebetulan menghadiri resepsi pernikahan dengan mengajak adik sepupu saya. Di tengah pesta pernikahan, ternyata wedding singer-nya adalah tetangga satu kampung adik sepupu saya. Dia lantas bercerita sedikit yang dia tahu, dan ajaibnya, juga tentang pelaut. 

Konon, wedding singer tersebut baru saja diceraikan suaminya yang seorang pelaut, karena kebobolan hamil dengan orang lain. Terlepas benar atau salah kabar tersebut, tapi ini seperti menegaskan anekdot “Kami dilaut digoyang ombak, istri kami di rumah digoyang orang” tersebut. Itu berarti, para pelaut memang menyadari benar resiko tersebut dan sangat siap menghadapinya.

Resiko perselingkuhan ini bisa dikatakan, juga rentan dialami mereka yang berprofesi lain yang mengharuskan mereka tinggal berjauhan dengan pasangannya, seperti para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri untuk jangka waktu tertentu. Saya belum pernah mengalaminya, tetapi bisa membayangkan betapa beratnya LDR Pascanikah dijalani. Saya menganalogikan, saya yang belum menikah saja, ingin segera menikah memiliki isteri, tetapi gitu udah punya isteri malah harus berpisah? Oush, saya tidak mengharapkan itu terjadi kepada saya.

Tapi ini bukan berarti, pasangan suami istri yang setiap hari bersama pun, tidak memiliki resiko perselingkuhan loh. Toh banyak pula yang kedapatan selingkuh padahal setiap hari selalu bersama. Hanya saja, peluang selingkuh bagi pasangan suami isteri yang tinggal berjauhan, lebih besar kemungkinannya daripada yang selalu bersama. Hal ini disebabkan banyak faktor. Dan, saya mohon kesampingkan dulu jawaban klise, “Ini bergantung masing-masing orang yang menjalaninya, ada yang setia, tetapi ada yang tidak setia”. Hidup mendampingi pasangan pascanikah sangat vital untuk menjaga keberlangsungan rumah yang bahagai. Biarkan saya memaparkannya dengan apa yang saya pahami.

Islam menganjurkan setelah menikah, suami-istri tidak tinggal berjauhan

Well, ketika saya bekerja sebagai penyiar radio, hal ini sebenarnya pernah dibahas dalam salah satu kajian siaran kami. Untuk dalilnya, silahkan pembaca browsing internet sendiri ya. Tetapi waktu itu, narasumber kami menegaskan bahwa Islam menganjurkan pasangan suami istri yang sudah menikah, untuk tidak tinggal berjauhan, yang akan memperkecil resiko-resiko permasalahan dalam rumah tangga, yang berujung pada perpisahan keduanya. 

Hidup berjauhan berarti resiko perpisahan semakin besar. Memperbesar setan untuk masuk ke dalam biduk rumah tangga. Faktor-faktor penyebab perpisahan berpeluang makin tumbuh subur ketika keduanya tidak tinggal bersama. Bukan hanya masalah kesetiaan, rasa cinta yang barangkali akan luntur, tetapi juga masalah kepercayaan satu sama lain.

Hidup berjauhan sangat mempermudah setan masuk ke dalam biduk rumah tangga dan akan melakukan segala cara untuk menggoyahkan keyakinan keduanya. Contoh kecil seperti sikap saling curiga mulai bersemi. Kita tahu, ketika hidup bersama, pasangan suami isteri dapat berkomunikasi dengan intens sepanjang waktu, tetapi ketika hidup berjauhan?? Anda punya jawabannya sendiri kan? Itu belum termasuk laporan-laporan buruk dari pihak lain yang akan sedikit menggoyahkan kepercayaan antar pasangan. 

Kita manabisa mengontrol apa yang pihak lain,yang hidup disekitar pasangan kita disana, lakukan kepada pasangan kita, yakan? Jamak kita jumpai contohnya disekitar kita, betapa jamak para Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di luar negeri, setelah sukses justru menceraikan suaminya, bertolak belakang dengan niat awal mereka yang ingin memperbaiki nasib keluarga.

Tetapi alasan paling utama adalah hasrat biologis pasangan suami istri tersebut. Kita tahu menikah itu menyatukan dua insan agar terhindar dari kejahatan syahwat. Bagi mereka yang sudah menikah, ketika sewaktu-waktu syahwat datang, bisa disalurkan dengan cara yang halal. Please! Singkirkan lagi pernyataan klise “Menikah bukan hanya urusan syahwat”, karena faktanya, menikah untuk saling menyalurkan urusan syahwat satu sama lain memang sangat manusiawi, dan ini dipahami semua orang. Ketika hidup berjauhan, kita tidak bisa terus mengawasi pasangan kita yang jauh disana kan? Contoh kasus biduanita yang konon kebobolan hamil dengan orang lain diatas sebenarnya kalau dilihat dari sudut pandang ini juga sangat manusiawi. Barangkali, biduanita tersebut di darat juga bertanya-tanya bagaimana suami di laut memenuhi kebutuhan biologisnya. 

Marilah kita cermati dari kacamata sang isteri sebagai manusia biasa, dia dikaruniai hawa nafsu, dia bukan seorang malaikat yang kerjaannya hanya beribadah saja. Apalagi pemikiran bahwa “toh aku juga sudah gag perawan, apa salahnya sedikit nakal? daripada nunggu berbulan-bulan lagi”.Well, kalau seperti jni seharusnya antara hasrat biologis seseorang dan kesetian cinta harus dilihat dari dua sudut yang berbeda, tetapi sayangnya, orang mana mau mengerti. Selingkuh tetap saja selingkuh, tidak pantas dimaafkan apalagi dipertahankan.

Ada begitu banyak jenis pernikahan. Tetapi setelah kajian kami sore itu, saya memahami bahwa memang, sebaiknya kita tidak hidup berjauhan dengan pasangan kita setelah menikah. Betapa mahalnya hidup berdua bersama pasangan itu, saling berkomunikasi satu sama lain, saling menjaga, merawat, mendampingi, dan menjadi mahram ketika pasangan kita bepergian, merupakan hal yang memiliki nilai ibadah yang sangat besar. 

Sebagai suami, juga baiknya membawa isteri kemana pun kita pergi untuk mendampingi kita, agar terhindar dari zinah. Isteri pun juga pasti sudah sangat siap lahir batin kita bawa kemanapun kita pergi kan? Lagipula, siapa sih yang mau, begitu ketemu malah tambah kecewa dan makin kecewa. Semakin hari semakin tua, ini berarti semakin kurang vitalitas keduanya. Bukankah akan lebih baik untuk menghabiskan masa puncaknya vitalitas kita bersama pasangan kita selagi muda?

Well, Ini bukan berarti kita harus melepaskan pekerjaan kita. Kita bisa mengajak pasangan kita ikut hidup dengan kita, untuk saling menjaga dan berkasih sayang disana, merawat dan mendidik anak bersama. Kalau ternyata tidak bisa juga? Yang harus bagaimana lagi, lepaskan pekerjaan kita untuk mulai hidup bersama pasangan kita. Bukankah dalam pernikahan harus ada yang mengalah? Daripada menyesal nantinya.

Dari paparan saya, ternyata hidup bersama pasangan kita sangat berharga dan tidak dapat dinilai dengan uang berapapun besarnya, yakan? Terlebih masa-masa prima vitalitas tubuh kita ini yang tidak abadi. Morethan Everything deh pokoknya. Gag maukan, gitu bisa hidup berdua masing-masing kita udah sama-sama tuwir, sintalnya dan montoknya tubuh istri serta kegagahan kita ini sudah jadi histori, berlalu berpuluh-puluh tahun lalu.

Well, maaf jika ada yang tidak berkenan, tetapi saya selalu melihat hal dari sudut pandang yang berbeda-beda, yang akan membuat kita memahami dan bisa lebih berempati kepada orang lain lagi. Semoga menjadi kontribusi positif bagi pemikiran kamu yang baca ya!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun