Mohon tunggu...
Ari Purwadi
Ari Purwadi Mohon Tunggu... Administrasi - Sang Pemenang

Saya selalu berusaha menjadi orang yang terus memberi manfaat bagi orang lain dan berusaha terus memberi kontribusi positif dalam hidup orang lain, apapun itu. Saya ingin kehadiran saya selalu dirindukan oleh orang lain. Berkarier merupakan sebuah aktualisasi hidup jangka panjang yang saya inginkan, bagi saya berkarya itu harus dengan cinta, dan saya selalu berusaha mencintai apa yang saya kerjakan, sehingga dapat menghasilkan karya yang berkualitas.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Dilema LDR Pasca Menikah

11 Agustus 2016   10:56 Diperbarui: 13 Agustus 2016   14:53 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Aboutmarriage

Hidup berjauhan sangat mempermudah setan masuk ke dalam biduk rumah tangga dan akan melakukan segala cara untuk menggoyahkan keyakinan keduanya. Contoh kecil seperti sikap saling curiga mulai bersemi. Kita tahu, ketika hidup bersama, pasangan suami isteri dapat berkomunikasi dengan intens sepanjang waktu, tetapi ketika hidup berjauhan?? Anda punya jawabannya sendiri kan? Itu belum termasuk laporan-laporan buruk dari pihak lain yang akan sedikit menggoyahkan kepercayaan antar pasangan. 

Kita manabisa mengontrol apa yang pihak lain,yang hidup disekitar pasangan kita disana, lakukan kepada pasangan kita, yakan? Jamak kita jumpai contohnya disekitar kita, betapa jamak para Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di luar negeri, setelah sukses justru menceraikan suaminya, bertolak belakang dengan niat awal mereka yang ingin memperbaiki nasib keluarga.

Tetapi alasan paling utama adalah hasrat biologis pasangan suami istri tersebut. Kita tahu menikah itu menyatukan dua insan agar terhindar dari kejahatan syahwat. Bagi mereka yang sudah menikah, ketika sewaktu-waktu syahwat datang, bisa disalurkan dengan cara yang halal. Please! Singkirkan lagi pernyataan klise “Menikah bukan hanya urusan syahwat”, karena faktanya, menikah untuk saling menyalurkan urusan syahwat satu sama lain memang sangat manusiawi, dan ini dipahami semua orang. Ketika hidup berjauhan, kita tidak bisa terus mengawasi pasangan kita yang jauh disana kan? Contoh kasus biduanita yang konon kebobolan hamil dengan orang lain diatas sebenarnya kalau dilihat dari sudut pandang ini juga sangat manusiawi. Barangkali, biduanita tersebut di darat juga bertanya-tanya bagaimana suami di laut memenuhi kebutuhan biologisnya. 

Marilah kita cermati dari kacamata sang isteri sebagai manusia biasa, dia dikaruniai hawa nafsu, dia bukan seorang malaikat yang kerjaannya hanya beribadah saja. Apalagi pemikiran bahwa “toh aku juga sudah gag perawan, apa salahnya sedikit nakal? daripada nunggu berbulan-bulan lagi”.Well, kalau seperti jni seharusnya antara hasrat biologis seseorang dan kesetian cinta harus dilihat dari dua sudut yang berbeda, tetapi sayangnya, orang mana mau mengerti. Selingkuh tetap saja selingkuh, tidak pantas dimaafkan apalagi dipertahankan.

Ada begitu banyak jenis pernikahan. Tetapi setelah kajian kami sore itu, saya memahami bahwa memang, sebaiknya kita tidak hidup berjauhan dengan pasangan kita setelah menikah. Betapa mahalnya hidup berdua bersama pasangan itu, saling berkomunikasi satu sama lain, saling menjaga, merawat, mendampingi, dan menjadi mahram ketika pasangan kita bepergian, merupakan hal yang memiliki nilai ibadah yang sangat besar. 

Sebagai suami, juga baiknya membawa isteri kemana pun kita pergi untuk mendampingi kita, agar terhindar dari zinah. Isteri pun juga pasti sudah sangat siap lahir batin kita bawa kemanapun kita pergi kan? Lagipula, siapa sih yang mau, begitu ketemu malah tambah kecewa dan makin kecewa. Semakin hari semakin tua, ini berarti semakin kurang vitalitas keduanya. Bukankah akan lebih baik untuk menghabiskan masa puncaknya vitalitas kita bersama pasangan kita selagi muda?

Well, Ini bukan berarti kita harus melepaskan pekerjaan kita. Kita bisa mengajak pasangan kita ikut hidup dengan kita, untuk saling menjaga dan berkasih sayang disana, merawat dan mendidik anak bersama. Kalau ternyata tidak bisa juga? Yang harus bagaimana lagi, lepaskan pekerjaan kita untuk mulai hidup bersama pasangan kita. Bukankah dalam pernikahan harus ada yang mengalah? Daripada menyesal nantinya.

Dari paparan saya, ternyata hidup bersama pasangan kita sangat berharga dan tidak dapat dinilai dengan uang berapapun besarnya, yakan? Terlebih masa-masa prima vitalitas tubuh kita ini yang tidak abadi. Morethan Everything deh pokoknya. Gag maukan, gitu bisa hidup berdua masing-masing kita udah sama-sama tuwir, sintalnya dan montoknya tubuh istri serta kegagahan kita ini sudah jadi histori, berlalu berpuluh-puluh tahun lalu.

Well, maaf jika ada yang tidak berkenan, tetapi saya selalu melihat hal dari sudut pandang yang berbeda-beda, yang akan membuat kita memahami dan bisa lebih berempati kepada orang lain lagi. Semoga menjadi kontribusi positif bagi pemikiran kamu yang baca ya!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun