Mohon tunggu...
Arif Triadi Utomo
Arif Triadi Utomo Mohon Tunggu... Seniman - Pelakon

Pegiat teater, pecinta film, dan pengagum seni budaya. email: ariptriadi18@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menilik Isu Rasial pada Komik One Piece

22 Juni 2020   07:00 Diperbarui: 22 Juni 2020   07:12 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

One Piece merupakan salah satu dari sedikit komik Jepang (manga) yang masih terus berlanjut hingga sekarang sejak pertama kali rilis di tahun 90-an. Kepopulerannya yang sangat mendunia membuat komik satu ini selalu dinanti-nantikan kelanjutan kisahnya oleh para penggemar di seluruh belahan dunia.

Sebagai komik remaja, serial One Piece berisi petualangan bajak laut dengan atmosfer yang cerah dan menyenangkan. Tokoh Luffy sebagai karakter utama beserta kawan-kawan yang menjadi kru kapalnya juga digambarkan sebagai sosok yang sangat bersahabat, bahkan sama sekali tidak mencerminkan sifat bajak laut asli yang barbar dan penuh kekacauan.

Hal itu tidak menjadikan One Piece sebagai komik dengan cerita yang ringan tanpa memuat unsur “serius” sedikitpun di dalamnya. Sang pengarang, Eiichiro Oda, dikenal sebagai komikus yang kaya akan wawasan. Ia tidak serta-merta mengarang seluruh isi cerita begitu saja. Mulai dari penamaan tokoh, tempat, bahkan isu dalam suatu cerita kebanyakan terinspirasi dari data dan kejadian nyata.

Salah satu isu menarik dan terkenal dari serial komik One Piece adalah petualangan di pulau manusia ikan. Kisah manusia ikan memang selalu menjadi primadona jika dihadirkan dalam cerita bajak laut, tapi siapa yang mengira jika Oda justru menggunakan kisah manusia ikan ini untuk membahas suatu isu penting yang menjadi sejarah kelam umat manusia?

Perbudakan merupakan salah satu aib terbesar umat manusia di masa lalu. Sayangnya, meskipun dewasa ini perbudakan sudah menjadi kegiatan terlarang dan ditentang di seluruh dunia, sikap rasialis yang melatarbelakangi perbudakan nyatanya belum serta-merta hilang. Inilah yang Oda coba perlihatkan kepada para pembacanya, tentang bagaimana tragisnya sejarah perbudakan yang disebabkan oleh rasialisme.

Dalam dunia One Piece, terdapat berbagai ras manusia unik seperti ras tangan panjang dan kaki panjang, ras raksasa, ras kurcaci dan yang paling terkenal adalah ras manusia ikan. Ras manusia ikan digambarkan sebagai ras yang tinggal di dasar laut. Mereka memiliki bentuk fisik seperti manusia biasa tetapi ada beberapa bagian tubuh yang menyerupai bagian tubuh ikan atau hewan laut. Mereka juga digambarkan sebagai ras kuat dan memiliki tenaga sepuluh kali lipat dibanding manusia biasa.

Namun, perbedaan ini justru membuat mereka mendapatkan deskriminasi dari kaum manusia normal. Mereka sama sekali tidak dianggap sebagai manusia dan tak lebih berharga dari ikan atau hewan laut biasa. Selama berabad-abad, manusia ikan sering diculik dan dijadikan budak oleh kalangan konglomerat. Bahkan Kerajaan Ryuju, yang menjadi pusat pemerintahan ras manusia ikan, sama sekali tidak dianggap di hadapan pemerintah dunia.

Hal ini tentu saja membuat manusia ikan merasa sangat tertindas. Banyak dari mereka yang mencoba melakukan perlawanan, tetapi selain menjadi perbuatan yang sia-sia, perlawanan mereka hanya semakin menguatkan anggapan bahwa manusia ikan bukanlah manusia melainkan makhluk barbar.

Berkat sosok Ratu Otohime lah, satu-satunya manusia ikan yang rela menelan air mata darah demi tercapainya impian manusia ikan agar dapat tinggal di permukaan dan berdampingan dengan manusia, akhirnya kerajaan manusia ikan diakui oleh pemerintah dunia dan memiliki hak suara dalam perkumpulan kerajaan seluruh dunia.

Ratu Otohime | onepiece.fandom.com
Ratu Otohime | onepiece.fandom.com
Isu rasial yang dibawakan Oda pada petualangan manusia ikan tersebut mengingatkan kita pada praktik perbudakan yang terjadi di Amerika pada masa lalu. Betapa ras kulit hitam sangat direndahkan oleh kulit putih dan hanya dianggap sebagai mesin pekerja atau budak, sama seperti manusia ikan yang mendapat deskriminasi dari manusia normal.

Kejadian nyata jelas berbeda dengan cerita komik. Oda tentu paham akan hal itu, karena itulah hal yang ingin dia tekankan dalam cerita tersebut adalah bahwa deskriminasi ras dalam bentuk apapun sama sekali tidak memiliki dasar yang logis. Suatu ras dianggap rendah hanya karena perbedaan fisik semata. Padahal apa yang tampak berbeda di luar tidak bisa menjadi acuan untuk menentukan perbedaan di dalam.

Meskipun hanya dianggap sebagai mesin pekerja, namun rasa sakit dan penderitaan tetaplah ada, karena sejatinya mereka memiliki hati yang sama. Perasaan saat terpisah dari keluarga karena diculik, perasaan saat disiksa dan dipaksa bekerja tanpa henti, betapa salahnya saat perasaan tersebut dianggap tiada karena mereka diperlakukan bukan sebagai manusia melainkan sekadar mesin yang kebetulan memiliki nyawa.

Tidak hanya sampai di situ saja, Oda juga memasukkan sisi-sisi gelap lain dari praktik perbudakan yang memang ada di dunia nyata, seperti adanya rumah lelang khusus untuk melelang berbagai ras manusia yang diculik—tentu saja manusia ikan merupakan barang primadona. Bahkan yang lebih menarik adalah, praktik perbudakan tersebut diketahui oleh pemerintah dunia, namun mereka menganggap seakan-akan tidak ada yang namanya bisnis jual-beli manusia.

Jangan lupa, praktik perbudakan pernah ada karena pemerintah pernah melegalkan kegiatan tersebut. Ya, bahkan terdapat beberapa Presiden AS di masa lalu yang tercatat memiliki budak kulit hitam, dengan jumlah mulai dari puluhan hingga ratusan budak.

Melalui petualangan di pulau manusia ikan inilah Oda mencoba mengajak para pembacanya untuk mengingat kembali tentang bagaimana buruknya rasialisme yang melahirkan perbudakan. 

Meskipun begitu, bukan One Piece namanya kalau tidak ada unsur komedi yang menggelitik di setiap cerita. Isu serius tentang rasialisme dapat dibawakan dengan sangat dramatis namun tidak begitu kelam akibat kekonyolan Luffy dkk yang menjadi poros utama cerita. Dan dengan berbagai aksi pertempuran yang seru, membuat isu tersebut terasa ringan namun tidak berkurang esensinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun