Hampir setahun putri kami mondok di Darul Ukhuwah Putri 1 Malang, alhamdulillah banyak perubahan yang ada pada diri ananda, sudah hafal 3 juz, sudah lancar berbahasa Arab dan bahasa Inggris, kemandirian dan kedisiplinanpun mulai terbentuk. Apa yang didapat oleh ananda tidak mudah, butuh perjuangan ekstra keras, rela bangun lebih awal, naik turun tangga asrama ke sekolah tiap hari, padatnya agenda pesantren seolah seperti kerja rodi, keluh kesah santri seolah tak pernah berhenti yang kadang membuat walisantri bertukar curhat di grup-grup WA dan medsos sesuai penafsirannya pribadi, diera digitalisasi semua tanpa sekat dan tak ada yang ditutup-tutupi, tapi dari situlah justru bisa membuka jatidiri dan membuka aib sendiri, ibarat pepatah menepuk air didulang terpercik kemuka sendiri.
Dari beragam kisah yang dialami santri terbersit sebuah usulan seharusnya Pondok Pesantren ada komite sekolahnya seperti halnya sekolah umum yang ada komitenya. Sepanjang sepengetahuan saya, baik sebagai santri saat mondok hingga dua kali memondokkan anak di dua pesantren yang berbeda belum pernah saya jumpai pondok pesantren yang ada komite walisantrinya, baik itu pondok salaf tradisional maupun pondok modern. Bahkan saya juga pernah bertukar dengan teman-teman yang memondokkan anaknya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, di pondokan anak-anak mereka juga tidak ada komite walisantri. Kenapa demikian ?
Karena, ketika kita memasukkan anak-anak ke pondok  pesantren dan berharap anak-anak kita kerasan di pondok pesantren dengan segala aturan yang sudah kita tandatangani, disitulah awal kita sebagai orang tua juga harus siap mesantren kan hati, akal dan jiwa, meskipun kita tinggal rumah sedangkan anak-anak tinggal di pondok pesantren. Karena dalam perjalanan pendidikan di pondok pesantren yang akan diuji bukan hanya santrinya, tapi juga orang tuanya.
Jika disekolah umum baik negeri maupun swasta dibentuk lembaga orang tua murid atau komite sekolah yang mana komite sekolah memberi masukan kepada sekolah tentang proses pendidikan yang terbaik. Tapi komite sekolah atau komite walisantri tidak ada di Pesantren, kenapa?
Karena, dalam sejarah pondok pesantren berawal dari adanya seorang Kiai, datang kemudian beberapa orang santri yang ingin berguru kepada sang Kiai. Karena rumah tinggal Kiai tidak cukup, para santri tersebut kemudian bersama-sama membangun sendiri bangunan di sekitar rumah kiai untuk sarana tinggal dan mencukupi kebutuhannya. Jadi jelaslah di sini bahwa santri-lah yang minta ilmu kepada Kiai. Minta untuk dididik, dibina, dibekali dengan bekal kelimuan yang cukup. Jadi santri yang minta! bukan Kiai-nya pasang iklan di mana-mana. Artinya santri adalah tamu yang harus taat dan patuh sepenuhnya kepada Kiai sebagai tuan rumah tanpa harus ikut mengatur apalagi protes terhadap segala aturan dan kebijakan tuan rumah. Maka jika seseorang itu masuk pondok pesantren lalu merasa kurang cocok dengan kondisi di pondok pesantren itu, ya monggo saja keluar.Â
Balik kepersoalan kenapa di pondok pesantren tidak ada organisasi wali santri atau komite walisantri sebagaimana komite wali murid di sekolah umum?
Karena, jika ada organisasi wali santri, hal itu bisa menimbulkan persoalan baru karena wali santri bisa turut campur dalam urusan kepesantrenan. Contoh, ada santri yang mengeluh makanan tidak enak, lalu usul makanannya ditambahin lagi. Ada santri mengeluh tidak bisa tidur, lalu usul kamarnya ada AC-nya, ada santri kehilangan sandal lalu usul agar di pondok ada satpam, ada santri tidak senang tidur dengan banyak teman akhirnya usul ada kamar VIP, ada santri mengeluh tidak mau dihukum akhirnya usul hilangkan hukuman, ya rusak tatanan dan aturan di pondok pesantren he..he.. kenapa ?
Karena, berbagai macam ego akan muncul dari dalam wali santri sesuai dengan keluhan anak-anaknya. Ego itulah yang harus di hilangkan, karena ego pribadi itu merusak sistem yang sudah dibangun pondok pesantren atas dasar keihklasan.
Sistem pendidikan dipondok pesantren sudah teruji berabad-abad lamanya, dimana sistem pendidikan di pondok pesantren dengan kurikulum 24 jam yang berpengaruh pada pola pembentukan mental santri, jadi pondok pesantren tidak hanya mengejar nilai akademis semata tapi pendidikan karakter yang akan menjadi bekal di masyarakat juga diajarkan baik dari sisi kedisiplinan dan kemandirian.
Jadi, sebelum kita sebagai orang tua memasukkan anak-anak ke pondok pesantren, sebaiknya  dipertimbangkan dengan matang, karena sistem pendidikan di pondok pesantren jauh berbeda dengan sistem pendidikan di sekolah umum maupun swasta yang menggunakan kurikulum yang sudah diatur oleh pemerintah.Â
Sekali lagi jika dibentuk organisasi wali santri, yang muncul adalah adalah ego antar walisantri yang menginginkan kesenangan bagi anaknya dan jangka panjangnya justru merusak masa depan santri itu sendiri, keluar pondok pesantren tidak ada perubahan baik dari sisi mental karakter bahkan kemandiriannya, karena hidup di rumah dan pondok pesantren sama saja.
Sedikit berbagi, karena kami juga pernah jadi santri dan kini menjadi wali santri, jika ingin memasukkan anak ke pesantren, niat yang pertama haruslah ikhlas dididik dengan segala fasilitas yang ada dipesantren, ikhlas dibina dengan disiplin dengan aturan yang ada, Ikhlas menerima apapun yang akan diterima oleh anak jika anak kita melanggar. Jika kurang suka dengan sistem pesantren, ya monggo saja menarik diri dari pesantren. Karena ya itulah bedanya pondok pesantren dan sekolahan pada umumnya.
Sesama wali santri, mari saling mengingatkan tujuan awal kita memasukkan anak kita ke pondok pesantren, dengan berbagai tes yang ditempuh bahkan kita berdoa siang malam agar anak kita diterima di pondok pesantren yang menurut kita pondok modern dan bonafide yang bisa mendidik anak-anak kita menjadi pribadi yang berahklaul karimah, tapi ketika sudah diterima dan kita sebagai wali santri justru minta ini dan itu sesuai keinginan kita ke pondok pesantren, justru hal ini yang aneh.
Sebagai penutup saya kutip nasehat KH. Hasan Abdullah Sahal dari Gontor, beliau mengatakan "Pesantren bukan restoran Padang, di mana setiap pelanggannya bisa pesan menu sesuka hati. Pesantren sudah memiliki menu sendiri, bagi yang suka silahkan bagi yang tidak suka silahkan mencari lembaga yang bisa melayani keinginan pelanggannya"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H