Mohon tunggu...
Arip Imawan
Arip Imawan Mohon Tunggu... Pengacara - Arip seorang Lawyer, Blogger, Traveler

semakin bertambah ilmuku maka semakin terlihatlah kebodohanku

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Aroma Pesantren di Tubuh PKS

21 Maret 2019   12:29 Diperbarui: 22 Maret 2019   20:33 5387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sengaja saya tulis ini karena saya tergerak ingin meluruskan informasi yang berkembang jika PKS itu partai radikal, partainya wahabi, partai yang melarang tahlilan dan seabrek cap lainnya yang disematkan pada partai yang banyak dihuni para cendekiawan muslim ini.

Saya ingin membuktikan bahwa cap buruk yang disetempelkan pada PKS sebetulnya tidaklah benar, dan justru sebaliknya PKS mirip seperti pesantren, koq bisa? karena kurang lebih 19 tahun saya mengamati dan meneliti gerak gerik partai yang ternyata banyak dihuni para santri dan habaib dzurriyah nabi.

SAYA DAN PESANTREN
Saya dilahirkan oleh keluarga nahdliyin, bapak saya aktif dijamaah yasinan, emak saya aktif di muslimatan, bahkan mereka berdua juga sering ziarah kemakam para wali, begitu juga mbah saya juga aktif di jamaah manaqiban

Sejak kecil saya aktif di masjid dan jadi remas Al-Muhtar, sekolah diniyah di Thorikul Huda tiap malam dan tidak pulang karena yang kami lakukan bersama teman-teman remas adalah ngaji, deres/tadarusan, hafalan si'ir ngudi susilo, si'ir mitro sejati, dan juga barzanji hingga bareng-bereng tidur dimasjid, bakda subuh baru pulang kerumah

Beranjak anak-anak saya keluar masuk pesantren salaf, waktu itu belum banyak berlaku ijazah seperti saat ini, yang penting ngaji mengharap ridho dan barokah kiai. Mulai dari pesantren Mambaul Huda yang dulu diasuh almarhum kiai Marjuni Said yang panggilannya mbah Mar di dusun Duren/Sumberduren. Pelajaran yang saya dapat waktu itu fasholatan, mabadi fikih, khulashoh nurul yakin, hadits syarifah dan lain-lain. 

Sepeninggal kiai Marjuni, atas rekomendasi kang Yatiman waktu itu, saya pindah ngaji ke Ponpes Al-Ihklas di Kaliboto walaupun sebentar, saya bersyukur di Al-Ihklas saya mengenal jurumiyah, aqidatul awam dan kitab-kitab lainnya

Waktu terus bergerak, tibalah saya berhijrah kedaerah Tuban, sebuah daerah dengan jargon bumi wali, di desa Punggulrejo Rengel Tuban saya mengaji langsung pada kiai Mubarok Khudlori. 

Saat itu ngaji tiap bakda subuh diserambi masjid, karena sehari-harinya kiai Barok ngajar di Ponpes Langitan Tuban. Ketika santri sudah banyak kiai Barok bangun pesantren disebelah utara masjid yang diberi nama Al-Falah, dan waktu pemasangan batu pertama kami santri-santrinya melekan hingga pagi hari sambil wiridan dzikir.

Di Al-Falah inilah berbagai macam kitab kuning klasik saya belajar, diantaranya amtsilah tashrifiyah, mustholah hadits, fathul qorib, taklim mutaalim, nashoihul ibad dan kitab lainnya.

Di Madarasah Diniyah maupun Pesantren diajarkan tentang sami'na wa atho'na, mengabdi, melayani kiai, dan ngalap berkah itulah khas pesantren sejak dahulu hingga sekarang.

Tak heran jika kita jumpai santri-santri pesantren adalah sosok yang andap ashor dan berahklaqul karimah serta memiliki jiwa tasawuf yang tinggi karena selama dipesantren dididik kiai dalam mengolah batin, mengolah raga, dan mengolah rasa. 

Olah raga para santri adalah roan/kerja bakti bareng-bareng bangun masjid, bangun pesantren, dan seabrek kegiatan yang ada dipesantren. Olah batin para santri adalah riyadhoh/laku prihatin, berpuasa, banyak dzikir, ngaji, abdi dalem melayani kiai dan sebagainya. Sedangkan olah rasa adalah laku nerimo ing pandum, tepo seliro, muamalah dengan sesama. 

SAYA DAN PKS
Saya tahu PKS dari Editorial MetroTV yang menyiarkan aksi solidaritas PKS untuk rakyat Palestina, dimana saat itu puluhan ribu kader PKS berbaju putih dengan tertib menyuarakan aksinya untuk membantu penderitaan rakyat Palestina dari penjajahan Israel. 

Waktu berlalu, tibalah pemilu 2004, SCTV bikin poling partai yang disukai pemirsa adalah PKS, saya tambah penasaran. Saya keliling mencari pengurus PKS tidak ada di kecamatan Menganti, barulah ketemu ada toko pakan ikan di daerah Cerme Gresik yang pasang bendera PKS, saya hampiri yang punya toko, saya minta benderanya tapi oleh yang empunya tidak boleh, katanya ia juga cuma punya satu, dan saya dikasih alamat kantor DPD PKS Gresik dan disuruh minta kesana. Sang pemilik toko pakan ikan tersebut bernama Ibrahim Suyudi. 

Saya pun ke kantor PKS Gresik waktu itu di perumahan Randuagung, pas waktu saya kesana, saya ditemui pak Edi Erma Suryani, orangnya masih muda, kalem dan ramah, kedatangan saya disambut baik, lalu saya dikenalkan dengan seorang ustadz, Kusno Hadi namanya.

Saya pun mengutarakan maksud saya minta bendera PKS yang ingin saya pasang dirumah, namun ternyata di kantor PKS pun gak ada persediaan bendera, yang ada cuma fotocopy an logo PKS di kertas HVS warna kuning, lembaran kertas itu yang saya bawa pulang dan tempel di tembok rumah dengan lem fox he..he.. 

Waktu terus berjalan, saya pun ikut ngaji ke majelis taklimnya ust Kusno, ngajinya mirip jamaah yasinan, bergilir dari rumah jamaah satu kerumah jamaah yang lain, dan hikmahnya kita bisa tahu situasi dan kondisi sesama anggota majelis taklim.

Ketika ada salah satu jamaah yang sakit, bareng-bareng kita urunan menjenguk kerumah sakit, ketika ada salah satu jamaah anaknya gak bisa bayar sekolah bareng-bareng kita urunan bantu beasiswanya. 

Kitab yang dikaji juga kitab kitab seperti yang pernah saya kaji di pesantren, ada kitab riyadhus sholihin, kitab minhajul qosidin syarah ihya ulumuddin, tafsir ibnu katsir, ada wirid ma'tusrat mirip istighosahan, sunnah puasa mutih/ayyamulbidh, puasa senin kamis dan lainnya, dalam hati saya koq mirip amaliyah NU sehari-hari. 

Di PKS lazim dikenal istilah taat dan tsiqoh, dan rupanya taat dan tsiqoh itu sama dengan sami'na wa taho'na seperti yang lazim dipesantren.

Di pesantren tidak ada santri yang membantah perintah kiai, semuanya tunduk dan patuh, karena apa yang didawuhkan oleh kiai adalah baik dan pasti bermanfaat bagi santrinya, karena kiai sudah tahu batas dan kemampuan santrinya.

Begitu pula santri, ia tidak pernah membangkang pada perintah kiai karena hormatnya santri dan mengharap keberkahan atas ilmu yang didapatnya dari sang kiai. Di PKS itu pula yang saya rasakan, mirip tradisi pesantren, antara kiai dan santri.

Di PKS ketika pimpinan memerintahkan A, semua kadernya A, dan seterusnya. Makanya jangan heran jika soliditas PKS teruji hingga kini. Contoh nyata jelang pemilu saat ini, ketika presiden PKS memerintahkan flashmob dalam kampanyenya, seantero nusantara kader-kader PKS melakukan flashmob dipinggir-pinggir jalan tak peduli hujan dan kepanasan.

Begitu pula ketika dukungan pada pilkada maupun pilpres, ketika pimpinan PKS mengomando dukung calon A semua kadernya all out mendukung calon yang sesuai diinstruksikan pimpinan. 

Dalam muamalah, kader-kader PKS sopan-sopan, jauh dari kesan bicara kasar. Mirip santri-santri pesantren, yang bahasanya andap ashor penuh akhlaqul karimah.

Bukan hanya itu, kader-kader PKS memiliki ketasawufan yang tinggi, saya masih ingat ketika presiden PKS saat itu Anis Matta, beliau pernah menguraikan panjang lebar soal tasawuf, bahwa tasawuf bukanlah bertampang sufi yang berpakaian compang camping, menyendiri dan menjauhi dunia. 

Tasawuf diibaratkan seperti kita yang sedang mengagumi keindahan gunung, ketika kita daki gunung tersebut makin tinggi dan ternyata ketemu jawabannya ooo.. ternyata begini tho gunung ini, itulah sufi yang sesungguhnya, dalam artian, kader PKS boleh menikmati kemewahan dunia dan lain sebagainya, namun kemewahan dunia jangan sampai nyangkut dalam hati, cukup dunia itu ada ditangan, ketika dunia ada ditangan mudahlah kita untuk menyantuni fakir miskin, membangun masjid, membangun pesantren, membangun peradaban masyarakat yang islami.

Begitupula nasehat yang disampaikan Majelis Syuro PKS pada kader-kadernya, "Kalau mereka memperebutkan dunia, biarlah mereka ambil. Biarlah mereka mengambil harta, sementara kita fokus pada keberkahan dan perjuangan. Menangkanlah Allah dalam Akhlak, menangkanlah Allah dalam Politik, Menangkanlah Allah dalam Seluruh aspek kehidupan"

Jalur nasab para pimpinan PKS pun jelas dari para alim ulama dan tokoh masyarakat terdidik yang kapasitas keimuannya diakui dalam dan luar negeri.

Mirip di pesantren, seorang kiai bisa mendapat gelar kiai karena sebutan dari masyarakat, kiai adalah seorang yang alim, ilmunya luas dan guru-gurunya jelas, lulusan dari pesantren mana bisa dilacak. 

Tengok saja Majelis Syuro PKS, Habib Salim Segaf Al-Jufri, nasabnya nyambung ke dzurriyah Rasulullah Muhammad saw. Habib Salim merupakan cucu dari ulama besar dan tokoh nasional yaitu Sayyid Idrus bin Salim Aljufrie atau lebih dikenal dengan nama Guru Tua pendiri Jamiyah Al-Khairaat.

Selain Habib Salim, ada juga almarhum KH Rahmad Abdullah yang diberi gelar sang Murobi adalah santri kesayangan KH Abdullah Syafii pendiri pesantren Syafiiyah yang juga tokoh Betawi. Begitu pula DR Hidayat Nurwahid, beliau juga santri dari pesantren Walisongo Ngabar Ponorogo, kemudian lanjut ke pondok modern Gontor dan mendalami ilmu syariah di Universitas Islam Madinah. Masih banyak tokoh-tokoh PKS yang backgrounnya dari pesantren yang tidak mungkin saya tulis satu persatu.

Saya mengajak, mari berhusnuzon, sebelum menjustifikasi sesuatu, lebih baik pelajari dulu, kaji dulu, baru menyimpulkan, ooo.. ternyata PKS begini begini. Jangan karena dengar berita hoaks, berita fitnah, dan kebencian langsung share sana sini tanpa tabayun terlebih dahulu.

Semoga catatan kecil ini bermanfaat bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun