Penulis : Ari Permadi
KRONOLOGIS dikutip dari BBC NEWS INDONESIA:
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengatakan impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan BUMN, namun Tom Lembong mengizinkan PT AP untuk mengimpor.
"Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah 105.000 ton kepada PT AP," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10)
Dia menyebut impor gula kristal mentah itu tidak melalui rapat koordinasi instansi terkait dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.
Pada Desember 2015, menurut pemaparan Abdul Qohar, Kemenko Perekonomian menggelar rapat mengenai kondisi Indonesia yang akan kekurangan gula kristal putih pada 2016.
Qohar mengatakan DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan bawahannya melakukan pertemuan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Menurut Qohar, untuk mengatasi kekurangan gula seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih. Namun, kata Qohar, impor yang dilakukan adalah gula kristal mentah. Setelah itu, gula kristal mentah tersebut diolah oleh perusahaan yang hanya memiliki izin mengelola gula kristal rafinasi.
Setelah gula diolah, imbuh Qohar, PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula itu dijual ke masyarakat dengan harga Rp 16.000 yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi saat itu, yakni Rp 13.000.
Qohar menyebut PT PPI mendapat fee dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut. Kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp400 miliar.
Selain Tom Lembong, Kejagung menetapkan status tersangka pada DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI periode 2015-2016.
Penetapan status tersangka pada Tom Lembong dan DS dilakukan setelah Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di Kementerian Perdagangan pada 3 Oktober lalu.
Namun Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum menemukan adanya bukti, maupun temuan lain terkait dengan penerimaan uang yang diberikan swasta importir gula kepada Tom Lembong dan sedang terus mendalami .
PANDANGAN PARA AHLI
KOMPAS. TV.- Prof. Ibnu Nugroho, pakar hukum pidana, menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Thomas Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula sudah tepat.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan impor gula yang disetujui Lembong dilakukan saat stok gula dalam negeri berlebih, dan pemberian izin impor kepada pihak swasta, bukan BUMN, mengindikasikan penyalahgunaan wewenang.
Menurut Prof. Ibnu, tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum karena memperkaya pihak tertentu dan mengacaukan stabilitas harga gula, yang merugikan pedagang kecil dan ekonomi masyarakat.
KOMPAS.TV- Pakar Hukum Pidana Abdul Fikar menilai, Kejaksaan Agung keliru menetapkan Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) sebagai tersangka atas kasus korupsi impor gula.
"Jika alasannya kejaksaan menerapkan dan menangkap Tom Lembong itu karena kebijakannya, ya karena memberikan perizinan atau kebijakan mengenai apa dan sebagainya ya, maka menurut saya Kejaksaan ini keliru, karena apa, karena kebijakan itu tidak bisa dikriminalkan," demikian Abdul Fikar merespons penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula, Rabu (30/10/2024)
Opini Penulis
Dalam proses penangkapan tom Lembong ada beberapa pendapat yang menyatakan kasus tersebut dipolitisasi, dan ada pula yang mengatakan murni penegakan hukum, namun  harus diakui pada kasus tersebut memang mengalami kejanggalan, kita semua wajib hukumnya mendukung upaya  pemerintah dalam penegakan hukum apalagi soal korupsi yang berimbas pada penyengsaraan rakyat, namun dalam kasus ini sepertinya kejagung cenderung kurang bijak dan terlampau memaksakan dalam pengambilan keputusan pasalnya kejagung belum mendapat kepastian aliran dana yang diterima oleh tom Lembong dari kerugian negara,  dan belum mendapat  bukti adanya korupsi yang dilakukan tom Lembong.
Kebijakan yang diambil oleh kementerian atau pejabat negara tentu memiliki aspek ada yang menguntungkan negara ada pula jika kebijakan nya kurang strategis dapat merugikan negara.
Yang menjadi pertanyaan apakah dampak dari suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat dipidana?
Disisi lain menguatnya dugaan politisasi kasus ini disebabkan oleh proses penindakan hukum yang baru dilakukan setelah 2015 menjabat dan baru diuangkap 2024, ini menjadi pertanyaan tersendiri oleh publik, apakah karena perbedaan dukungan pada pilpres ? Lantas bagaimana jika tom Lembong ada kesamaan dukungan pada pilpres? Â barangkali tidak ada penindakan yang dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H