Penetapan status tersangka pada Tom Lembong dan DS dilakukan setelah Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di Kementerian Perdagangan pada 3 Oktober lalu.
Namun Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum menemukan adanya bukti, maupun temuan lain terkait dengan penerimaan uang yang diberikan swasta importir gula kepada Tom Lembong dan sedang terus mendalami .
PANDANGAN PARA AHLI
KOMPAS. TV.- Prof. Ibnu Nugroho, pakar hukum pidana, menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Thomas Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula sudah tepat.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan impor gula yang disetujui Lembong dilakukan saat stok gula dalam negeri berlebih, dan pemberian izin impor kepada pihak swasta, bukan BUMN, mengindikasikan penyalahgunaan wewenang.
Menurut Prof. Ibnu, tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum karena memperkaya pihak tertentu dan mengacaukan stabilitas harga gula, yang merugikan pedagang kecil dan ekonomi masyarakat.
KOMPAS.TV- Pakar Hukum Pidana Abdul Fikar menilai, Kejaksaan Agung keliru menetapkan Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) sebagai tersangka atas kasus korupsi impor gula.
"Jika alasannya kejaksaan menerapkan dan menangkap Tom Lembong itu karena kebijakannya, ya karena memberikan perizinan atau kebijakan mengenai apa dan sebagainya ya, maka menurut saya Kejaksaan ini keliru, karena apa, karena kebijakan itu tidak bisa dikriminalkan," demikian Abdul Fikar merespons penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula, Rabu (30/10/2024)
Opini Penulis
Dalam proses penangkapan tom Lembong ada beberapa pendapat yang menyatakan kasus tersebut dipolitisasi, dan ada pula yang mengatakan murni penegakan hukum, namun  harus diakui pada kasus tersebut memang mengalami kejanggalan, kita semua wajib hukumnya mendukung upaya  pemerintah dalam penegakan hukum apalagi soal korupsi yang berimbas pada penyengsaraan rakyat, namun dalam kasus ini sepertinya kejagung cenderung kurang bijak dan terlampau memaksakan dalam pengambilan keputusan pasalnya kejagung belum mendapat kepastian aliran dana yang diterima oleh tom Lembong dari kerugian negara,  dan belum mendapat  bukti adanya korupsi yang dilakukan tom Lembong.
Kebijakan yang diambil oleh kementerian atau pejabat negara tentu memiliki aspek ada yang menguntungkan negara ada pula jika kebijakan nya kurang strategis dapat merugikan negara.
Yang menjadi pertanyaan apakah dampak dari suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat dipidana?
Disisi lain menguatnya dugaan politisasi kasus ini disebabkan oleh proses penindakan hukum yang baru dilakukan setelah 2015 menjabat dan baru diuangkap 2024, ini menjadi pertanyaan tersendiri oleh publik, apakah karena perbedaan dukungan pada pilpres ? Lantas bagaimana jika tom Lembong ada kesamaan dukungan pada pilpres? Â barangkali tidak ada penindakan yang dilakukan.