Senin datang lagi seminggu sekali, benci mengakuinya tapi akan hadir dalam rentang kurun waktu 6 hari.Â
"Mereka sedang sembunyi tuan"Â
"Siapa?"
Jongos berdatangan berusaha memberi informasi dari daerah Pulopancikan. Tatkala yang lain masih tidur, Jongos selalu hadir pertama kali untuk rutinitas tersebut.
"Para biadap yang tak mau bayar pajak" Jawab si jongos
"Biar saja, pembersihan akan segera tiba"
Hari minggu adalah hari untuk membayar pajak keamanan. Semua orang harus membayar dengan harta mereka, dengan perak atau beras. Barang siapa yang tidak bersedia membayar atau tidak memiliki apapun untuk membayar, harus rela untuk pindah tempat atau dibunuh.Â
*Sring
*Sring
*Sring
Suara belati yang cukup tajam diasah para jongos sudah siap digunakan.Â
"Kapan tuan?"
"Sekarang!"
Sekomplotan jongos, babu penghianat bumi pertiwi Nusantara merengsek hadir di perkampungan Pulopancikan. Suara gaduh tercipta di setiap sudut perkampungan, para rakyat melawan. Nihil hasil, hanya memperburuk mental. Ratusan perak sudah dibawa, ratusan kilo beras diangkut dengan gerobak. Tak habis pikir manusia mana yang dengan kejamnya menghabisi yang lainnya hanya karena tidak mau mengerti keadaan ekonomi. Rakyat tak pernah tunduk, mereka terus melawan. Sayang, perlawanan saja tidak cukup. Harus ada kekuatan yang jomplang untuk memberangus pemikiran- pemikiran memperbudak.Â
Lucunya hari ini, perputaran sistem masih saja sama. Hanya di rubah sedikit, sejatinya masih saja terjadi hubungan antara budak dengan tuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H