Menurut penafsiranku Cerpen berjudul "MULUT" karya Putu Wijaya, menceritakan keadaan politik dalam pemerintahan, posisi demokrasi ,dan budaya-budaya masyarakat yang dibenturkan pada tokoh si Gadis.Â
Ia adalah aktivis yang dibungkam suaranya dengan segala cara, dalih kotor yang di omongkan dan dilakukan secara terang-terangan. Saat ketajaman kritik dianggap momok bagi penguasa, saat itu pula orang itu akan hilang. Petugas membawanya di gadis selama setahun lamanya dan pulang dengan hadiah sebuah mulut.Â
Yang tak sesuai harapan pemerintah malahan semakin giras melantangkan kebenaran-kebenaran. Karenanya ia dibawa dan hilang selamanya, Mulut bisa berbohong maka mata yang akan berbicara jujur.
Seorang Putu Wijaya memadatkan ide-ide dengan balutan kengerian demokrasi waktu itu dan diumpankan pada seorang Gadis tak bermulut dengan gaya penulisannya yang santai dan bahasa keseharian itu membuat suasana dalam tulisannya terasa lebih hidup.
Putu Wijaya adalah tulisan yang tak terselesaikan begitu menemukan sebuah maka selanjutnya kau akan menemukan berbuah-buah lainnya yang akan membuat lebih berfikir.
Membaca tulisan-tulisan karya sastrawan lawas juga penting untuk kemerdekaan tulisanmu.
Semoga ditangkapnya Dosen UNJ Robertus Robet saat orasi tentang penolakan Dwifungsi TNI pada aksi kamisan beberapa waktu lalu segera menemui titik terang dimana demokrasi Indonesia akan tetap terbuka.
Aku membuat undangan terbuka buat para pembaca tulisan ku untuk berdiskusi lewat fitur dari platform ini "Tanggapi artikel" dengan begitu kita akan lebih berkembang jangan menulis untuk mendapat pageview doang :p
Sekian terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H