Mohon tunggu...
Ari Aprilis
Ari Aprilis Mohon Tunggu... Nelayan - Aparatur Sipil Negara

Seorang ASN Perencana yang bertugas di perbatasan negara Pulau Natuna.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Analisis Penyebab Banjir di Kepulauan Natuna dan Upaya Mitigasi Banjir

21 Desember 2022   10:48 Diperbarui: 21 Desember 2022   11:17 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Banjir Terapra di Kepualan Natuna. Foto:dok.BPBD Kab.Natuan

Banjir Bandang Landa Kepualauan Natuna

Saat sekarang banjir tidak hanya terjadi di pulau dan kota besar. Daerah kepulauan atau pulau pulau kecil sudah mulai langganan bencana banjir. Daerah Kabupaten/Kota di wilayah Kepulauan Riau misalnya, hampir semua sudah pernah dilanda banjir. Salah satu studi kasus kejadian bencana banjir yang cukup parah melanda daerah kepualan adalah banjir di kepulauan Natuna.

Pada saat kejadian banjir, ada salah seorang teman yang mengirimkan pesan singkat ke saya melalui sosial media, "Bukannya Kota Ranai itu tepi laut, kok bisa banjir ?". Pandangan seperti ini wajar adanya. Karena selama ini ancaman banjir di daerah pesisir hanyalah banjir rob. Sedangkan banjir akibat air hujan sangat jarang terjadi dan lazimnya hanya melanda kota-kota besar. Namun seiring pesatnya perkembangan daerah, ternyata banjir akibat air hujan menjadi permasalahan dan ancaman baru bagi daerah kepualan.

Banjir  parah yang melanda kepualaun Natuna yang terjadi kemaren cukup menggegerkan publik  khususnya masyarakat diwilayah Provinsi Kepulauan Riau. Karena selama menjadi Kabupaten, kepulauan Natuna tidak pernah dilanda banjir besar. Banjir yang melanda kepualaun Natuna di penghujung tahun 2022 ini cukup parah yakni merendam empat kelurahan yang berada di kecamatan Bunguran Timur dan melanda beberapa desa di kecamatan lain. Menurut data BPBD Kabupaten Natuna Jumlah warga yang terdampak banjir mencapai 1000 lebih jiwa dari 207 KK dengan jumlah korban mengungsi 113 jiwa.

Dalam 2 dekade terkahir perkembangan dan pembangunan pualu Natuna berkembang cukup pesat. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur serta perkembangan permukiman kota, kini mulai terasa dampak terhadap lingkungan. Akibatnya permasalahan lingkungan semakin lama semakin mengancam.

Salah satu permasalahan lingkungan akibat pesatnya pembangunan yang dihadapi oleh daerah kepulauan saat ini adalah permasalahan banjir. Setiap kali hujan deras turun dengan intensitas dan curah yang tinggi, akan menggenangi beberapa ruas jalan perkotaan dan dapat mengakibatkan terjadinya banjir. Sungai-sungai yang menampung aliran air dari perbukitan yang seharusnya mengalirkan air ke lautan justru mengalirkan airnya ke pemukiman karena luapan.

Meihat kondisi banjir besar yang melanda daerah kepulauan Natuna baru ini, serta sebagai bentuk upaya antisipasi bencana banjir yang lebih besar, maka saya merasa perlu dilakukan identifikasi dan analisis penyebab bencana banjir yang melanda Kepulauan Natuna. 

Tujuan analisis ini untuk mensosialisasikan akar permasalahan banjir yang melanda wilayah kepualauan khusus pada studi kasus kepualauan Natuna, dan mencari solusi dalam upaya penanganan masalah banjir ini. Sehingga antara pemerintah dan masyarakat memiliki pola pandangan yang sama dan bergerak bersama untuk mengatasi ancaman banjir. 

Analisis Penyebab Banjir

Beberapa tahun belakangan ini, banjir musiman selalu menjadi ancaman bagi daerah kepualaun Natuna khususnya kota Ranai. Terutama pada bulan November-Januari yang oleh masyarakat Natuna dikenal dengan sebutan "musim utara",

Tak jarang hujan dengan intensitas tinggi pada musim utara dengan durasi waktu 3-4 jam serta diringi naiknya pasang air laut sudah menggenangi beberapa desa dan ruas jalan. Berdasarkan pengamatan penulis dilapangan pada saat hujan dan banjir, maka ada empat faktor utama penyebab banjir di kepulauan Natuna dimana satu sama lain saling berpengaruh, yakni :

a. Intensitas hujan tinggi

Menurut data BPS daerah Natuna memilik musim hujan yang lebih panjang daripada musim kemarau. Rata-rata setiap tahun (2020-2021) hujan turun selama 214 hari. Bulan November-Januari merupakan bulan dengan curah hujan yang tinggi. Jumlah rata-rata curah hujan maksimum pada musim hujan yakni 450-476 mm.

Dua bulan terakhir sepanjang 2022 yakni November-Desember intensitas dan curah hujan juga terjadi cukup tinggi terjadi di daerah kepualauan Natuna. Hujan terjadi hampir diseluruh wilayah Pulau Bunguran. Terutama pada wilayah pegunungan dan perbukitan. Sehingga menyebabkan daerah pegunungan banyak menerima curah hujan dan mengalirkan air ke dataran rendah dengan volume yang cukup tinggi.

b. Kerusakan Lingkungan Kaki Pegunungan

Daerah kaki pegunungan adalah kawasan tangkapan air dan merupakan hulu dari beberapa sungai yang ada di Pulau Bunguran. Apabila lingkungan kaki pegunungan sudah mulai rusak, maka banjir parah akan menjadi ancaman serius bagi daerah.

Tingkat curah hujan yang tinggi disekitaran daerah pegunungan menyebabkan air hujan yang tidak terserap tanah kawasan kaki gunung akan dialirkan ke dataran rendah atau perkotaan melalui aliran sungai.

Melihat arus air dari kaki gunung menuju alur sungai yang sangat deras pada kejadian banjir kemarin, patut diduga bahwa kawasan kaki gunung tidak lagi menjadi kawasan tangkapan air yang baik. Artinya kemungkinan kerusakan lingkungan pegunungan sudah terjadi sehingga serapan air ke tanah tidak berjalan dengan sempurnah dan tidak mampu lagi menangkap dan menyanggah air hujan dengan baik.

Jika kita lihat referensi dari berbagai literatur diantara penyebab kerusakan lingkungan kaki pegunungan yakni, aktifitas penebangan liar, pengalihan fungsi lahan, sampah-sampah para pendaki gunung, dan pemanfaatan potensi kawasan yang tidak berwawasan lingkungan membuat kawasan pegunungan mengalami degradasi fungsi.

c. Penyempitan dan Pendangkalan Sungai

Salah satu fungsi sungai adalah menampung dan menyalurkan debit air ke hilir. Kejadian banjir yang melanda kepulauan Natuna menunjukkan bawah kondisi sungai saat ini sudah mengalami degradasi secara fungsi dan ekosistem. Sungai yang seharusnya sebagai pengalir air banjir ke luat justru kini meluap dan merendami pemukiman.

Penyempitan dan pendangkalan adalah penyebab terjadinya degradasi fungsi sungai. Sediemntasi dan sampah dari rumah tangga yang dibawa aliran air dari hulu menuju hilir telah terakumulasi sejak puluhan tahun yang lalu. Akibatnya sungai akan mengalami pendangkalan dan penyempitan.

Sehingga dampak dari penyempitan dan pendangkalan ini, sungai tidak bisa menampung air dengan baik. Hulu sungai yang semakin sempit mengakibatkan air yang seharusnya bisa dialirkan menuju laut jadi meluap ke daerah pemukiman. Penyempitan dan pendangkalan sungai merupakan salah satu penyebab meluapnya air sehingga menyebabkan banjir didaerah sekitaran sungai.

d. Tidak berfungsinya drainase dengan baik

Drainase memiliki fungsi sebagai flood control atau pengendali banjir yang mengalirkan air hujan ke laut agar tidak terjadi genangan air atau banjir. Diantara penyebab tidak berfungsinya drainase sebagai flood control adalah belum tertata dan terencana dengan baik sistem jaringan drainase.

Djamaludin dkk dalam jurnal Tepat Vol.3 No.2 Tahun 2020 juga menyebutkan salah satu penyebab terjadinya banjir perkotaan adalah buruknya sistem jaringan drainase. Besarnya volume air hujan tidak sebanding lagi dengan daya tampung sistem drainase yang telah dibangun.

Air yang tergenang di badan jalan masih sering kita jumpai akibat adanya beberapa jaringan drainase lebih tinggi dari badan jalan dan tertutup tanpa ada inlet sebagai jalur masuknya air. Problem lain yang terjadi pada drainase adalah jaringan sistem drainase tidak saling terhubung satu sama lain, yakni antara sistem jaringan drainase primer dengan sistem jaringan mikro.

Kemudian penyebab lain tidak berfungsinya drainse adalah akibat dipenuhi oleh sedimen, sampah rumah tangga, semak rerumputan, serta dimensi drainase yang terlalu kecil.

Upaya Langkah Mitigasi Banjir

Menurut UU 24 Tahun 2007 tentang pannggulangan bencana, mitigasi adalah serengkaian upaya untuk mengurasi resiko bencana, baik melaui pembangunan fisik maupun peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Melihat kondisi banjir besar yang melanda wilayah kepualauan Natuna, maka perlu dilakukan upaya mitigasi banjir guna meminimalisir ancaman bencana banjir dan mengurangi dampak dan resiko banjir, diantaranya :

1. Naturalisasi saluran sungai.

Untuk mengembalikan kembali fungsi dan daya tampung sungai perlu dilakukan upaya naturalisasi atau normalisasi. Naturalisasi dilakukan  pelebaran atau pengerukan dengan cara -cara ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem sungai. 

Sementara normalisasi alur sungai lebih cendrung melakukan pelebaran dan penggerukan dengan konsep betonisasi. Ini akan memakan anggaran yang cukup besar. Perpaduan kedua konsep antara naturalisasi dan normalisasi dapat ditempuh. Ada titik yang perlu dilakukan normalisasi dan ada titik alur sungai yang hanya membutuhkan naturalisasi.

2. Normalisasi drainase

Salah satu fungsi drainase adalah sebagai flood control atau pengendali banjir. Perawatan saluran drainase terhadap sedimentasi atau endapan pasir dan lumpur adalah salah satu upaya mengembalikan fungsi drainase (normalisasi).

Tidak hanya itu, upaya lain normalisasi drainase adalah melakukan penataan ulang terhadap sistem jaringan drianase perkotaan. Penataan ulang ini bertujuan untuk memastikan kembali inlet dan outlet dari drainase. Sehinnga setiap jaringan drainase berfungsi dengan baik dan dapat mengalirkan air sesuai dengan sistem jaringan yang sudah direncanakan.

Sistem jaringan drainase yang baik terdiri dari drainase primer (utama) yang akan mengalirkan air ke laut  dan drainase mikro yang terdapat disepanjang sisi jalan.

3. Membangun Partisipasi Masyarakat Menjaga Lingkungan

Masalah banjir besar yang sering melanda wilayah kepualauan akhir akhir ini dipicu oleh kerusakan lingkungan yang semakin luas. Pertumbuhan penduduk dan pemukiman yang semakin pesat juga berimplikasi pada penurunan kualitas lingkungan. Sementara kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan justru semakin menurun. Sehingga perlu dilakukan kembali edukasi dan kampanye menjaga lingkungan kepada masyarakat.

Diantaranya membangun kesadaran masyarakat agar mengurangi produksi sampah rumah tangga dan tidak menjadikan sungai dan drainase sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga. Karena salah satu penyumbang sampah terbesar kawasan pemukiman kota adalah limbah atau sampah rumah tangga.

4.Orientasi Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Daya dukung alam semakin tidak seimbang dengan laju tuntunan pertumbuhan pembangunan daerah. Pertumbuhnan penduduk yang sangat pesat berimplikasi pada daya dukung lingkungan yang semakin menurun. Sementara lingkungan yang tersedia bersifat tetap dan tidak mungkin bertambah. Sehingga perlu kesadaran kita bersama bahwa suatu saat alam ini tidak akan mampu menahan bebannya apabila orientasi pembangunan tidak lagi memandang dan mengedepankan aspek lingkungan.

Pemerintah Daerah saat ini dalam melakukan pembangunan harus mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup generasi mendatang yaitu melalui penerapan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Dengan mengetahui akar penyebab banjir dan langkah upaya mitigasi bencana banjir, maka diharapkan seluruh stakeholder dapat mengantisaspi permasalahan banjir melalui intervensi kebijakan yang dirumuskan dalam konsep pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 

Penulis : Ari Aprilis, S.Pi, Perencana Ahli Pertama, Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Natuna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun