Mohon tunggu...
Dimas Wibisono
Dimas Wibisono Mohon Tunggu... Guru - Akademisi di salah satu universitas di Riyadh, Arab Saudi

Lahir, membesar dan sekolah di Yogyakarta. Sampai kini masih belajar sambil mengajar di lingkungan pendidikan tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Menguji Ketangguhan Wuling Almaz

10 Juli 2022   22:04 Diperbarui: 10 Juli 2022   22:27 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan Istana Maimoon, Medan, 7 Juni 2022/dokpri

Meskipun kondisi lalu-lintas cukup lengang dibandingkan dengan Jalan Tol Trans Jawa, kita tidak dapat mengembangkan kecepatan konstan antara 80 - 100 km/jam, karena tiap sebentar jalan menyempit dari 2 jalur menjadi 1 jalur pada bagian yang sedang diperbaiki. Pada setiap jarak 20 - 40 kilometer terdapat tempat istirahat (rest area) tetapi beberapa diantaranya masih belum tertata rapi, dengan fasilitas yang terkesan seadanya.

Jalan Tol Trans Sumatra yang sudah beroperasi baru ada beberapa ruas, diantaranya ruas Bakauheni - Terbanggi Besar - Palembang (463 km), Palembang - Indralaya (22 km), Pekanbaru - Duri - Dumai (131 km), Medan - Kualanamu - Tebing Tinggi (62 km), Medan - Binjai - Stabat (25 km), Belawan - Medan (24 km), Sligi - Banda Aceh (30 km). Hampir seluruhnya masih berupa konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement atau beton semen). Sedikit sekali yang sudah dilapis aspal. 

Kelebihan beton semen dibandingkan dengan beton aspal adalah visibilitas (keterlihatan) yang lebih baik pada malam hari atau cuaca hujan, struktur yang lebih kuat dan tahan lama meskipun dengan perawatan minimal, lebih tahan terhadap air. Kekurangannya adalah kualitas pengendaraan lebih rendah (kasar), suara bising dari roda, membuat mata cepat lelah terutama pada siang hari ketika cuaca panas terik, dan biaya konstruksi (investasi awal) yang lebih tinggi.

Dari beberapa ruas itu hanya ruas Bakauheni - Terbanggi Besar - Palembang yang kerusakannya cukup parah dan sangat mengganggu perjalanan. Padahal ruas tersebut relatif masih baru. Selebihnya, sekalipun ada bagian yang rusak, tidak terasa terlalu menganggu. Hanya saja pada ruas Tebing Tinggi - Kualanamu - Medan - Binjai - Stabat sepanjang hampir 100 kilometer sama sekali tidak ada 'rest area'. Demikian pula pada ruas Sigli - Banda Aceh, papan informasi lokasi 'rest area' sudah ada, tapi fasilitasnya belum ada yang siap.

Keluar dari jalan tol di Palembang, memasuki ruas jalan nasional atau jalan propinsi di wilayah Sumatra Selatan, Jambi, Riau dan Sumatra Utara, kondisi jalan terlihat tidak semulus jalan-jalan utama di Pulau Jawa pada umumnya. 

Sebagian perkerasan masih berupa macadam, bukan beton aspal (hot-mix), cukup sering terdapat lubang disana-sini, kadang cukup lebar dan dalam, tanpa marka pembatas (cat putih menerus atau putus-putus) di tengah (batas jalur antar kedua arah) atau kanan dan kiri (batas bahu jalan), dan rambu-rambu lalu-lintas kurang lengkap. 

Demikian juga lampu penerangan jalan terasa kurang memadai, sekalipun di wilayah perkotaan, sehingga untuk perjalanan malam hari harus extra hati-hati, lampu kendaraan harus cukup kuat. Papan penunjuk arah sebagian besar tidak mengikuti standar (ukuran huruf terlalu kecil, dipasang terlalu tinggi, tanpa lampu penerangan), sehingga menyulitkan untuk dibaca, terutama pada malam hari.

Kondisi permukaan jalan, marka dan rambu lalu-lintas seperti diatas hampir serupa dengan keadaan di propinsi yang lain (Bengkulu, Lampung, Sumatra Utara). Jalan-jalan di propinsi Jambi dan Riau umumnya kondisinya lebih baik, dan paling bagus adalah jalan-jalan di propinsi NAD dan Sumatra Barat. Hampir seluruh ruas jalan nasional atau jalan propinsi yang kami lewati di kedua propinsi terakhir ini kondisinya mulus dan lebarnya cukup.

Berbicara mengenai kondisi lalu-lintas, umumnya Jalan Tol Trans Sumatra kurang padat dibandingkan dengan Jalan Tol Trans Jawa. Sebagian mungkin karena belum seluruh ruas jalan tol tersambung, sebagian besar dari 'rest area' belum siap, ada kerusakan konstruksi yang cukup parah, misalnya seperti di ruas Bakauheni - Palembang, dan lain-lain, sehingga mayoritas pengemudi kendaraan, terutama truck pengangkut barang, lebih memilih memanfaatkan jalan lama (Jalan Lintas Sumatra) yang bagi mereka barangkali terasa lebih nyaman.

Mayoritas kendaraan umum (truck berat dan bus besar) dari dan ke Sumatra mengambil rute lintas timur (Bandar Lampung - Palembang - Jambi - Pekanbaru - Medan - Banda Aceh) atau lintas tengah (Padang - Muara Bungo - Lubuk Linggau - Tanjung Enim - Baturaja - Kotabumi - Bandar Lampung. Hanya sebagian kecil, utamanya truck ringan dan bus kecil (travel van) mengambil rute lintas barat (Banda Aceh - Meulaboh - Tapak Tuan - Sibolga; Padang - Bengkulu - Krui - Kota Agung - Bandar Lampung). 

Dengan demikian mengemudi di lintas barat, menyusuri pantai dari Aceh sampai ke Lampung, dengan pemandangan alam pantai yang indah, terasa lebih santai dan mengasyikkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun