Mohon tunggu...
Dimas Wibisono
Dimas Wibisono Mohon Tunggu... Guru - Akademisi di salah satu universitas di Riyadh, Arab Saudi

Lahir, membesar dan sekolah di Yogyakarta. Sampai kini masih belajar sambil mengajar di lingkungan pendidikan tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nasib Menggantung karena Jadi Korban Tilang "Salah Alamat" di Arab Saudi

13 Desember 2019   09:01 Diperbarui: 13 Desember 2019   17:42 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal itu saya masih di Indonesia, dan ketika saya tanyakan ke teman saya, dia tidak pernah membawa mobil saya ke Dammam. Jadi pasti itu bukan mobil saya (salah tangkap). Sayang tidak ada fotonya untuk membuktikan alibi saya.

Kata teman saya yang orang Arab, saya bisa melihat foto pelanggaran itu tapi harus datang ke kantor polisi lalu-lintas di Nasiriyah, sekitar 20 km dari tempat tinggal saya. Apa boleh buat, saya pun menyempatkan datang ke Nasiriyah, berangkat dari kantor sehabis shalat dhuhur (khusus pulang awal untuk urusan ini). 

Ketika sampai di depan loket, foto mobil saya di lokasi pelanggaran tidak bisa ditampilkan karena TKP (tempat kejadian perkara) ada di Dammam, bukan di Riyadh. 

Kemudian saya diminta datang ke Gedung 3 yang mungkin bisa melayani keperluan saya. Sayangnya pada saat itu Gedung 3 sudah tutup. Maklum kantor-kantor di Saudi hanya buka sampai jam jam 2 siang.

Saya belum punya waktu untuk datang ke Nasiriyah lagi. Lalu saya curhat ke teman yang kebetulan punya saudara yang bekerja sebagai polisi di Riyadh. 

Saudaranya ini bisa membantu cek foto kasus mobil saya. Ternyata memang benar, yang tertangkap gambarnya di Dammam itu bukan mobil saya. Mungkin nomornya mirip atau kurang jelas sehingga komputer atau petugasnya salah baca, jatuhlah tilangnya ke mobil saya. 

Pak Polisi itu membantu saya membuat pengaduan (banding) supaya catatan pelanggaran bisa dihapus, tapi prosesnya perlu waktu kira-kira dua minggu. Sementara itu saya harus segera mengurus perpanjangan iqama, khawatir kalau terlambat urusannya menjadi rumit. 

Iseng-iseng saya tanya, kalau denda yang 500 riyal (hampir dua juta rupiah) itu saya bayar dulu bagaimana, apakah nanti bisa dikembalikan uangnya kalau permohonan banding disetujui. 

Sayang sekali jawabannya tidak mungkin uangnya kembali, jadinya saya merasa tersandera. Hanya bisa berharap catatan pelanggaran dihapus sebelum batas waktu untuk perpanjangan iqama habis.

Begitulah, sistem ETLE atau petugas yang salah, kita yang harus menanggung akibatnya. Saya sudah 'jadi korban tilang salah alamat'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun