Mohon tunggu...
Arini Rachmatika
Arini Rachmatika Mohon Tunggu... Ilustrator - heuheu

i write

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Spaneng

23 Februari 2018   07:49 Diperbarui: 25 Februari 2018   23:11 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terimakasih, Bapak." Cepat pulang ke rumah sana ya.

_

Selanjutnya, seorang gadis muda dengan kerudung instan dan jaket kaos yang mungkin fungsinya menutupi lengan, karena sepertinya dia hanya pakai baju lengan pendek, atau pendek lengan, terserah. Matanya kuyu direbus layar smartphone dari tadi, awal mengantri berpuluh-puluh menit yang lalu. Biar kutebak, dia ini anak kostan. Sekunci alumunium merk Yale yang diikat dengan tali sepatu --kalau benar tebakanku tali sepatu, supaya menyerupai kalung itu menggantung di lehernya. 

Tapi tempat kalung itu menggantung tidak kelihatan olehku, kerudung abu-abu itu menutupinya dari segala pandangan jahat. Semoga ia adalah seorang muslim taat.

Dipindahkannya secara asal-asalan belanjaannya dari merahnya keranjang. Tidak jauh-jauh dari mi instan dan deterjen dan facial foam. Sebelas unit mi instannya itu melelahkanku. Telah dipilihnya, kesemuanya mi itu dengan aneka rasa yang berbeda. Beragam, macam kebudayaan Indonesia. Rasa sambal matah, ayam rica-rica, rendang tanpa lengkuas, rasa soto lamongan, soto boyolali, cumi asam-asam, ayam kremes, sate pandang, rasa yang lezat-lezat, rasa yang hebat-hebat. 

Tidak perlu rasanya aku peringatkan si gadis malang ini tentang judul yang tertera di bungkus-bungkus mi-nya, peringatan kalau itu hanya perisa, difiks-kan oleh penguat rasa, tidak lain kolaborasi antara mononatrium glutamat, dinatrium inosinat, guanilat, serta hal-hal tidak sehat. Tiadalah ia akan temukan sesuir daging rendang pun menghiasi makan siangnya di suatu waktu.

40.300 rupiah total yang harus ia bayar biar bisa membawa belanjaan logistiknya. Ingin aku tuntaskan 300 rupiah itu untuk si gadis yang pasti keadaan miskin sering melanda hari-harinya. Tapi tidak bisa. 

Semuanya akan dipertanggung jawabkan, semua akan dipermasalahkan kalau keuangannya mencurigakan. Aku cari aman. Toh hidup ini sudah susah. Toh aku sudah lapar selapar-lapar-laparnya.

Mengiang di ingatku apa yang kukonsumsi tadi pagi. Hanya semolen pisang yang kubeli di warung depan, seribuan. Lalu sarapan singkat itu kusudahi dengan air putih dan tolak angin yang masuknya obat warung ke tenggorokanku itu kurutinkan. Hitung-hitung buat badan segar. Hitung-hitung aku telah mensukseskan jargonnya tentang orang pintar.

InsyaAllah, aku orang pintar. Meski sekarang hanya sedang lapar.

Gadis miskin itu beranjak. Ketahanan terhadap perut yang melompong belum selesai diuji. Kali ini, ibu-ibu dengan empat keranjang belanjaan siap menjerang perutku, sekali lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun