Gi, kau tahu? Penaku sudah tidak gagu lagi saat itu, mungkin sampai sekarang juga, hanya saja bedanya, ia menuliskan dua hal yang berbeda. Dulu, ia gemar menuliskan warna-warni dunia yang penuh dengan gulali dan kembang gula, tapi sekarang yang ada hanya tulisan tentang sebuah tempat yang gelap, sunyi, dan dingin, hanya ada ayunan tua yang dibiarkan sendiri dinikmati olehku. Satu hal lagi yang kupelajari, tidak hanya rasa senang yang bisa membuatnya lancar menulis Gi, tapi juga rasa kedukaan yang amat dalam, mampu membuat kalimat-kalimat ini diam-diam menangisimu.
Waktu juga yang telah (berpura-pura) menguatkanku, sampai hari ini, aku masih kesulitan mengeluarkanmu dari kepalaku, sedangkan aku sudah lama pergi dari kepalamu. Sampai sekarang aku masih tak habis pikir, bagaimana bisa kau dengan mudah menggantikan pelukan ini dengan tubuh yang lain, dan genggaman ini dengan tangan yang lain.
Ah, semesta memang telah lama merencanakannya, lalu aku bisa apa? Mana ada pemeran yang protes kepada sutradaranya karena tidak ingin ceritanya habis dan digantikan pemeran yang lain? Cerita tetap saja cerita, ia memiliki episode yang berapapun banyaknya, pasti akan menemui ujung kisahnya, hanya saja ia akan berakhir dengan tertawa atau menangis, kita tidak tahu. Aku akan menjadi sangat egois jika aku hanya berpikir tentang peranku, mungkin ibaratnya, kau dan aku sama-sama mengorbit, namun peranmu lebih digemari oleh semesta, sehingga peranku akan redup, mati, dan digantikan dengan yang lebih menggembirakan semesta. Ini tentang keterkaitan seluruh hati yang mendiami mayapada, tinggal di jagad, bukan hanya tentang aku, aku, dan aku yang mencintaimu.
Mungkin, cerita tentang hanya aku dan kau, hanya akan ada di duniaku sendiri Gi, di dalam tulisanku ini, yang berasal dari kedukaan sebuah pena yang tak henti menuliskan mengenai segala yang tak pernah bisa didefinisikan akal pikiran. Sebab kau, hanya bisa didefinisikan degup-degup yang mendiami dada kiriku, dan denyut-denyut yang mengalir di sela nadiku. Kau akan tetap jadi pemeran utama, walaupun bukan aku yang mendampingimu.
Tertanda :
Risia Talita Diba
Nb: Nama dan alur cerita hanya fiktif, jika terdapat kesamaan maka merupakan hal yang tidak disengaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H