Mohon tunggu...
Arinda Safira
Arinda Safira Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Manusia yang mudah penasaran ini tidak begitu tertarik dengan bakso dan mie ayam seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Maka jangan beri saya kedua itu untuk sebuah perayaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Leni Gendhis: Perempuan di Balik Kayu

29 November 2023   12:40 Diperbarui: 29 November 2023   13:07 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa kali Ibu mengirimku untuk memberikan makanan ke Leni Gendhis, karena Ibu dan beberapa warga lain pun paham kalau Mbah Jumi tidak memberikan makanan yang layak kepada Leni Gendhis selama ia dikurung di sana.

Ibu pernah berkata padaku di satu kesempatan saat aku menanyakan kemungkinan Leni Gendis melukai orang, “Leni Gendhis tidak menyerang orang lain selain Mbah Jumi.”

“Oh, mungkin karena itu juga dia dikurung?” tanyaku yang makin penasaran.

Setelah aku berusia 18 Tahun, Ibu tidak lagi memintaku mengirim makanan ke Leni Gendhis. Selain perekonomian keluargaku yang menurun, Mbah Jumi mulai melarang orang-orang yang memberikan makanan diam-diam di sela kayu.

Beberapa warga sempat bergantian menegur karena Leni Gendhis tidak diberi makan layak selama ia dikurung. Tapi usaha itu hanya menghasilkan tarikan napas panjang sebab Mbah Jumi tidak ingin masalah keluarganya dicampuri.

“Bagaimana mungkin ada perempuan dikurung bertahun-tahun di rumah kosong tanpa makanan dan sanitasi yang layak? Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit jiwa saja kalau memang benar membutuhkan tindakan dari ahlinya?” tanyaku yang mulai berani mengomentari perlakuan Mbah Jumi.

“Kita tidak bisa mencampuri urusan orang lain. Batas kita hanya sampai mengingatkan.” Ujar Ibu yang sama kerasnya.

Di tengah percakapanku dengan Ibu, kami terus memotong kentang pada hajatan Bu Sri yang hendak ngunduh mantu, Mbah Inna tiba-tiba menyela, “Kamu ini kenapa suka sekali dengan Leni Gendhis? Belum kapok dimarahi Mbah Jumi habis-habisan?”

Pertanyaannya itu membawaku menjelajah waktu, sembilan tahun lalu, pada saat di mana aku diam-diam mencari cara membuka pintu tempat Leni Gendhis dikurung, lantas ‘melepaskannya’. Aku hanya penasaran, kalimat mana yang benar dari semua rumor yang beredar. Apakah dia akan melukai orang, atau dia akan mencari Mbah Jumi untuk dilukai?

Melihatnya keluar dengan jalan yang tertatih setengah sempoyongan, membuatku melangkah yakin mendekatinya. Ia memiringkan kepala, melihatku dengan mata membelalak kebingungan. Aku mengulurkan tangan, menunggu apa yang kemungkinan ia lakukan. Leni Gendhis mengambil tanganku, mengelus-elus punggung tanganku yang berdarah akibat menghancurkan kayu. Lantas dia membalikkan badan, kemudian berlari khasnya ke arah berlawanan dariku.

Aku pulang, tidak mengikutinya karena tujuanku hanya ingin melepaskannya. Anehnya, aku senang melilhatnya seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun