Mohon tunggu...
Arinda Lia
Arinda Lia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Universitas Airlangga

saya adalah seorang Mahasiswa Universitas Airlangga, tepatnya di jurusan Ekonomi Pembangunan yang aktif akan issue sosial dan tertarik dalam bidang bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Perilaku Catcalling terhadap Kondisi Psikologis Seseorang

4 Juni 2023   11:14 Diperbarui: 4 Juni 2023   11:20 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: shutterstock

Fenomena Catcalling sering terjadi di masyarakat, bahkan sudah terlihat biasa saja bagi sebagian orang. Catcalling biasanya dapat berupa siulan, panggilan genit, godaan, ataupun komentar pedas dan tidak pantas secara verbal yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan pelecehan seksual.

Catcalling sering dialami oleh perempuan. Secara garis besar, pakaian yang dipakai perempuan sering dijadikan alasan seseorang untuk melakukan catcalling. Apalagi pakaian yang dipakai sifatnya terbuka atau ketat. 

Akibatnya, perempuan yang mengalami hal ini akan mengobjektifikasi dirinya sendiri karena citra tubuh yang terbentuk oleh pikiran nya. Oleh karena itu, mereka akan menganggap dirinya sama seperti apa yang dikatakan oleh orang tersebut.

Objektifikasi diri adalah penilaian dan pikiran individual yang asalnya dari perspektif atau pandangan orang lain kepada kita tentang tubuh, berfokus pada bagaimana penampilan kita bagi mereka daripada memikirkan keistimewaan diri kita sendiri.

5 indikator terjadinya objektifikasi diri:

1. Malu = Ketika terjadi catcalling (pelecehan secara verbal) tentang bagian tubuh, akan membuat korban merasa risih dan malu terhadap apa yang menimpanya. Sebab kejadian itu terjadi tanpa ada persetujuan dari dirinya dan apalagi ketika hal tersebut terjadi di tempat umum atau di sekitar teman-teman nya.

2. Rasa cemas = Keadaan ini ditunjukkan berupa rasa takut akan persepsi orang lain terhadap dirinya. Seperti takut mendengarkan lagi komentar - komentar negatif. Korban takut dengan stimulus pandangan serta komentar yang diberikan orang lain kepada dirinya, takut dianggap sebagai wanita yang kurang baik dan dicap negatif sebab mengundang perhatian lawan jenis. (komponen perseptual)

3. Keadaan motivasi puncak = Banyak yang merasa catcalling adalah tindakan yang sudah biasa dilakukan, sehingga terbentuk kesadaran berfikir bahwa menjadi korban catcalling bukanlah hal yang memalukan apalagi sudah semakin banyak orang yang memahami bahwa catcalling bukan suatu tindakan yang benar.

4. Tidak peka = beberapa orang merasa berat dan enggan untuk melihat pelaku catcalling, hingga sering berdiam diri di rumah dan jarang bermain dengan teman-teman nya. Mereka memikirkan bagaimana penampilan nya bahkan hinga stress.

5. Perubahan penampilan = Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan. Beberapa orang bahkan mengubah penampilan nya menjadi lebih tertutup atau syar'i agar tidak menjadi korban catcalling lagi.   

Catcalling memberikan dampak terhadap citra tubuh yang dimiliki seseorang ini dapat bersifat negatif maupun positif. Seseorang yang memiliki citra tubuh yang positif akan memiliki kepuasan akan bentuk tubuhnya (body image satisfaction) yang tinggi. Sedangkan orang yang memiliki citra tubuh yang negatif akan mengalami hambatan untuk bersosialisasi, stress, bahkan hingga memiliki gejala kecemasan yang tinggi.

Sampai saat ini catcalling masih dianggap sebagai suatu permasalahan yang biasa, sehingga membuat korban tidak melaporkan kejadian yang dialaminya. Dampak psikologis yang dapat terjadi seperti gangguan suasana hati (bipolar), depresi, gangguan makan, trauma, kecanduan, kecemasan, skizoprenia, OCD (gangguan obsesif kompulsif).

Catcalling memberikan dampak bagi korban seperti dipermalukan, dihina, direndahkan, terintimidasi, bahkan dapat membuat stress. Selain itu, seringkali korban tidak ada keberanian untuk melapor karena beberapa alasan, seperti pelecehan di ruang publik (street harassment) yang masih dianggap wajar, menganggap pelecehan seksual hal yang sepele dan dibuat-buat, dan menyalahkan pakaian korban.

Saran saya perlu dibuatnya suatu aturan atau Undang-Undang yang jelas terkait dengan hukuman bagi pelaku pelecehan secara verbal. Adanya kerjasama yang baik dan kooperatif antara penegak hukum, korban, keluarga terdekat korban, psikolog dan psikiater penyelesaian masalah ini.

Penulis: Arinda Lia Widianti, Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun