Di Dalam mediasi tersebut, selain melakukan kompromi-kompromi untuk mencapai kesepakatan bersama dan mencegah agar konflik tidak terjadi lagi, pemerintah kota Makassar juga menggunakan win-win solution dimana kedua belah pihak yang berselisih sama-sama mendapatkan kedamaian dan juga keuntungan.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan  bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang multikultural. Ada berbagai macam suku, budaya, etnis, agama. Seharusnya itu menjadi suatu keunikan yang dimiliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi pada kenyataannya keragaman ini menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik.
 Salah satu contohnya yaitu konflik yang terjadi di Makassar yang melibatkan etnis Bugis dan etnis keturunan Tionghoa.Â
Konflik ini terjadi karna adanya stereotip dan juga prasangka yang  ada pada etnis Tionghoa dan Bugis  Makassar lebih mengarah ke penilaian yang  negatif. Salah satu solusinya yaitu perlunya pemahaman  masyarakat tentang kesadaran multikulturalis yang menjadi tanggung  jawab bersama.Â
Pemahaman ini  dapat timbul jika ditunjang dengan  sosialisasi secara bertahap dan terus-menerus kepada  masyarakat, baik itu beretnis Bugis Makassar, beretnis Tionghoa,  maupun etnis lain yang  hidup saling berdampingan. Pengembangan  demokrasi di Indonesia juga penting untuk membangun  kesadaran multikultural, yaitu kesediaan  untuk menghargai dan menerima dan perbedaan.Â
Tanpa adanya kesadaran seperti itu, bangsa Indonesia sulit untuk membangun kemajuan di tengah masyarakat  yang majemuk dalam hal etnis, agama, dan  budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Juditha, C. (2015). Stereotip dan Prasangka dalam Konfl ik Etnis Tionghoa dan Bugis Makassar.
Tualeka, M. W. N. (2017). Teori konflik sosiologi klasik dan modern. Al-Hikmah, 3(1), 32-48.
Najwan, J. (2009). Konflik Antar Budaya dan Antar Etnis di Indonesia Serta Alternatif Penyelesaiannya. Jurnal hukum ius quia iustum, 16.