Aku seperti kesetanan terus berlari mengejar mereka tanpa takut meskipun harus menerobos semak-semak di halaman belakang. Ups, tanpa diduga kedua kucing itu masuk ke dalam kain hitam melalui celah bawah dekat permukaan tanah. Entah dorongan dari mana, aku nekat saja merendahkan tubuh mengendap-endap lalu mengintip dari celah yang sama.
Berharap keberadaan kucing yang kulihat, malah sesuatu yang lebih mencengangkan dan mengerikan yang kudapati di sana. Mataku melebar menajamkan penglihatan, aku terkesiap. Begitu teringat larangan yang Om Tama pesankan, aku spontan bangkit lalu lari secepat mungkin menuju rumah.
Saat sampai beranda lututku lemas dan gemetaran, aku harus memberitahu Ayah dan Mama apa yang aku lihat di bawah beringin yang ditutupi kain hitam setinggi kurang lebih dua meter itu. Sebelum masuk, kuintip mereka lewat jendela. Hatiku mencelos mendapati Mama menangis dan Ayah yang terlihat sangat murung.
Aku yakin mereka sedang membicarakan masalah rumah tangganya. Kebiasaan, mereka tidak pernah menampakkan gestur sedih atas masalah yang menimpa. Namun, ketika sedang berdua mereka saling mengekspresikannya. Tubuhku kutarik menjauhi jendela, aku bersandar ke bilik rumah. Tangsiku pecah juga, tetapi kutahan agar tidak sampai bersuara. Bagaimana ini? Aku diserang bingung yang menggunung. Meskipun nanti kuberi tahu mereka, Ayah pasti akan marah besar.
Apa semua yang kulihat ada kaitannya dengan peringatan si Kakek? Aku tertegun. Aku nyaris lari untuk mencari si Kakek, kalau saja tidak sampai ingat dengan hasil pencarian Ayah. Niat itu urung, terlebih di atas sana sudah semakin gelap oleh kabut, kalau aku memaksakan ke sana, takut tidak bisa pulang.
Aku yakin Om Tama-lah yang paling tahu dari semua misteri ini. Apakah yang ada di dalam kain hitam bagian dari rahasianya? Oh, Gala, lo nggak berbohong, kan? Lo bilang lo baru pertama kali ke sini. Di sana ada onggokan tulang belulang, Gala! Apa lo bersengkongkol dengan Ayah lo buat bunuh gue sekeluarga?
Takut, ngeri, merinding, seram, kurasakan secara bersamaan. Batinku menjerit, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami selanjutnya. Doaku yang paling dalam, Tuhan tolong selamatkan keluargaku ini.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H