Mohon tunggu...
Arin
Arin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pelarian-Pelarian [Part 2]

4 Januari 2025   14:00 Diperbarui: 4 Januari 2025   13:59 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah di tengah hutan yang berebut (pexels.com/@fidan-nazim-qizi)

Tolong! ... Tolong! ... Tolong! Begitu tersadar aku sudah dalam posisi duduk, napas tersengal-sengal, peluh bercucuran dan merinding sekujur badan. Aku berusaha menenangkan diri, pencahayaan remang-remang dari lampu minyak malah memperparah rasa takut. Di tengah gigil hebat yang mendera aku berpikir keras, apakah tadi benar-benar mimpi? Kenapa begitu nyata di telinga? Mengerikannya suara-suara itu sangat pilu dan bukan hanya dari satu orang, tapi suara banyak orang. Kalaupun nyata aku sangat sangsi mengingat tadi siang saja sangat sunyi. 

Aku melirik ke bawah di mana orangtuaku tidur menggelar tikar, sedangkan aku di kursi bambu tidak jauh dari mereka. Kami memutuskan tidur di ruang tengah agar tetap saling berdekatan. Ingin sekali aku membangunkan mereka, tetapi dengkuran halus Mama membuatku urung melakukannya. 

Kelihatannya mereka tidur pulas, perjalanan jauh kemari membuat kami sangat kelelahan. Masalah yang membelit sudah lebih dari cukup menyabotase nikmat tidur dan makan kami akhir-akhir ini. Jadi aku tidak tega mengganggu tidur mereka yang nyenyak kembali.

Kakiku yang tadinya sudah turun menapaki lantai papan, kembali kunaikkan. Aku duduk memeluk lutut dalam kondisi tetap gemetaran. Dalam bungkamku yang masih dihantui ketakutan, mataku menjelajah ke setiap sudut ruangan yang gelap. Entah kenapa dari setiap lubang kecil bilik rumah seolah ada banyak pasang mata mengawasiku. 

Aku menoleh ke segala arah perasaanku sangat tidak enak, apa pun yang mengawasiku seakan mendekat. Namun, nihil aku hanya mendapati gelap meski begitu bulu kudukku meremang hebat. Aku bingung harus melakukan apa tidur lagi pun tidak mungkin terlelap, terlebih temperatur ruangan mendadak gerah dan pengap. Situasi aneh ini memunculkan sebersit rasa ingin pulang. Memangnya pulang kemana? Nasib-nasib. Hatiku getir sekali.

Terlalu banyak peluh yang keluar dan suhu panas yang tak wajar, membuatku dilanda haus yang cukup hebat. Untungnya air minum ada di meja sebrang, ketika hendak meraih botol air tiba-tiba aku mendengar sesuatu. Sontak aku tertegun dan tanganku kembali ke posisi semula. Aku celingukan, itu suara gemeretak langkah.

Siapa? Aku menelan ludah, tenggorokan terasa sakit saking keringnya. Derap langkah yang mulanya sesekali, lambat laun malah semakin ramai bak di keramaian. Kacau, aku gelagapan sendiri. Rumah seolah dikepung segerombolan orang, anehnya tidak ada suara lain selain gedebak-gedebuk langkah kaki. Kulihat Mama dan Ayah tetap di posisi yang sama, suara ganjil di luar tidak sampai mengdistraksi lelap mereka. 

Bibir yang gemetaran kugigit kuat-kuat tak perduli kemungkinan munculnya luka setelahnya. Meskipun takut setengah mati aku penasaran ada apa sebenarnya di luar. Aku mencoba menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan, niatku bulat ingin mengintip jendela.

Kakiku kuturunkan pelan lalu melangkah hati-hati mendekati jendela tanpa bersuara. Derap ramai masih berlangsung sementara aku sudah berdiri nan gemetaran di depan gorden buluk jendela depan. Peluh makin mengucur deras dan saking takutnya kepalaku sampai terasa mau pecah. 

Kemudian tanganku perlahan meraih gorden. Mengherankannya begitu gorden kubuka meskipun hanya sedikit, suara itu lenyap seketika. Aku menganga tak percaya di luar pun yang nampak hanya gelap. Aku mundur kengerian, gorden pun kembali tertutup, dan saat itu pula derap ramai kembali terdengar. Aku makin tercengang, tanpa berpikir panjang kubuku lagi gordennya, suara pun kembali hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun