"Iya, Falah. Gabung sama kita yuk!" timpal salah satu anak yang membuntuti Bu Melati.
Namun, Falah menolak dan hanya memperhatikan dari kejauhan dengan raut penuh minat. Di sela-sela waktu, Melati sering menghampiri Falah yang diam di dekat bapaknya yang sedang bekerja. Ia membawakan banyak buku dan cemilan untuk Falah.
"Coba deh, Nak, buka dan baca buku-bukunya dan makan juga cemilannya, biar nungguin bapaknya nggak bosan."
"Memangnya, boleh, Bu?" tanya Falah pelan, ia masih malu-malu.
Bu Melati tersenyum dan mengangguk, "Boleh dong, dibawa ke rumah pun boleh asal dibaca."
Falah tersenyum senang, keramahan dan kebaikan Bu Melati sepertinya bakal berhasil mengambil hatinya. Di luar jam mengajar, ia rela menghabiskan banyak waktu mendampingi anak-anak membaca dan belajar sambil bermain di teras depan kontrakannya. Termasuk mendampingi Falah yang di tiga hari pertama masih tetap memisahkan diri dari anak-anak lain.
Secara perlahan di hari keempat, kelima hingga keenam, akhirnya Falah mulai berbaur bersama yang lainnya di taman baca milik Bu Melati. Ia tidak kaku lagi dan menghindar, sudah terlihat jauh akrab dalam berteman. Wajahnya kembali berseri, senyumannya lebar dan tawanya sangat lepas.
Momen itulah yang ditunggu-tunggu Melati, ia pun bernapas lega melihat kondisi mental Falah yang semakin membaik. Di suatu kesempatan, Bu Melati mengajak Falah berbicara saat kegiatan membaca sudah hampir selesai.
"Oh iya, Falah. Besok mau ikutan kan makan bersama bareng-bareng teman-teman?"
"Iya dong Bu. Di sini, kan?" tanya Falah tampak antusias.
Melati menggeleng, "Bukan, tapi di sekolah. Bu Melati bakal masakin kalian makanan enak dan dimakan saat pelajaran selesai. Janji, ikutan, ya?"