Mohon tunggu...
Rinrin
Rinrin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Pejabat

6 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 6 Juli 2024   16:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah timbangan (zendograph/stock.adobe.com)

Jika Hanz berniat melawan, dia tidak akan sebabak belur itu, malahan Pamungkas lah yang bisa berakhir lebih memprihatinkan, mengingat sedari lama dirinya sudah mendalami ilmu beladiri taekwondo. Akan tetapi dia ingat dengan desas-desus bahwa Pamungkas memiliki senjata api, saat itu dia memikirkan kemungkinan terburuk jika seandainya sampai membalas pukulan. Dia khawatir anak pejabat satu ini membawa senpi diam-diam. Pada akhirnya dia pasrah dengan harapan sang ayah akan menyelesaikan perkara tersebut setelah kejadian. Tetapi, jika kebrutalan tetap berlanjut tanpa henti, Hanz sudah meniatkan akan melawan apa pun risikonya. Namun, beruntung Mai cepat datang membuat Pamungkas ngibrit melarikan diri. Sama halnya seperti Hanz, banyak orang sering merasa ketar-ketir ketika apes harus berurusan satu lawan satu dengan anak itu, kabar tentang kepemilikan senjata menjadi pemicunya. Sebenarnya hal itu adalah isu lama bahkan bukan hanya senpi tapi juga narkoba. Informasi ini berawal dari orang yang pernah bekerja untuk bapak anak itu. Karena resah warga sempat melaporkannya, tapi tidak pernah ada tindakan apa pun dari aparat, jadi sampai saat ini hal tersebut tidak pernah terkonfirmasi. Tindak tanduk buruk Pamungkas seakan tak ada habisnya, celakanya dia selalu kebal hukum. Dari kenakalan masa sekolah yang masih bisa dimaafkan sampai yang fatal hingga layak disebut kriminal.  

Pamungkas seolah tidak bisa dihentikan terlebih "kuasa" bapaknya yang membuat dia tidak ada takut-takutnya. Warga sudah ditahap muak dan menunggu polisi meringkusnya. Meskipun status hukumnya belum jelas, tetapi warga tetap menunggu. Jika menilik penyebab perilaku baragajul yang mendarah daging dalam diri Pamungkas, sudah pasti erat kaitannya dengan kondisi psikologisnya yang terganggu akibat kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua. Tetangga Muaro tahu betul bagaimana kehidupan Pamungkas kecil yang getir. Sejak masih bayi merah dia sudah bertitel piatu, sang ibu meninggal saat melahirkannya. Bapaknya orang sibuk, dia pengusaha tambang. Anaknya banyak diasuh oleh baby sitter dengan bantuan anggota keluarganya. 

Meskipun sedari kecil hidup berkecukupan tidak kurang apa pun secara materi, akan tetapi dia tidak memiliki ikatan emosional yang dekat dengan bapaknya. Ketika emotional bonding tidak terjalin baik dengan anak, maka akan berdampak buruk pada tumbuh kembang si anak. Hal tersebut dapat memengaruhi mental dan emosional anak bahkan terbawa hingga dewasa. Gangguan psikologis yang ditimbulkan akibat kurangnya perhatian dan kasih sayang salah satunya adalah gangguan perilaku seperti yang dialami Pamungkas. Sejak kecil dia sering berprilaku menyimpang seperti berbuat onar.

Pamungkas memiliki perjalanan hidup yang agak rumit. Ketika berumur 7 tahun tepatnya kelas 1 SD, bapaknya menikah lagi, meskipun peran ibu ada yang menggantikan rupanya dia kesulitan untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya. Setelah tiga tahun menikah, Mauro, kembali dikaruniai anak kembar berjenis kelamin laki-laki. Akan tetapi kehadiran anggota keluarga baru tidak menyenangkan hati Pamungkas, malah membuatnya diserang kecemburuan yang menyebabkan hubungannya dengan Mauro kian berjarak. Selama itu pula kenakalan demi kenakalan dia lakukan, keluarganya sampai sudah bosan dipanggil pihak sekolah atau warga yang merasa dirugikan oleh tindakan Pamungkas.

Hingga usia 16 tahun dia tidak pernah mau tinggal bersama bapaknya juga ibu dan dua saudaranya. Ketika usia Pamungkas menginjak 17 tahun yang saat itu baru kelas 11 SMA, Mauro resmi menjabat sebagai kepala desa dan awal-awal kepimpinannya diuji dengan tragedi berdarah nan fatal yang takkan pernah terhapus dari ingatan warga desa. Suatu sore dia harus menerima kenyataan pahit mendengar anaknya terlibat kecelakaan yang menewaskan satu orang bocah laki-laki berusia 9 tahun, serta 2 orang luka berat dan 4 orang luka ringan. Saksi mata mengatakan mobil sedan yang dikendarainya kehilangan kendali hingga menabrak satu mobil pickup dan 2 pengendara motor. Bocah lelaki yang menjadi korban tewas merupakan salah satu penumpang dari pengendara motor.

Penyebab kecelakaan sempat dirahasiakan oleh keluarga juga aparat. Namun, belakangan diketahui bahwa Pamungkas berkendara di bawah pengaruh alkohol. Saat itu dia sedang menuju ke rumah sang nenek dari kediaman rekannya sehabis minun miras bersama. Statement keluarga yang diwakili oleh kuasa hukum meyakinkan para korban bahwa itu murni kecelakaan, tidak ada faktor kelalaian. Pamungkas dengan mudah lolos dari ancaman pidana lalu lintas pasal 310 undang-undang nomor 22 tahun 2009, andai saja sampai diproses dia bahkan melanggar 4 pasal sekaligus. Para korban begitu geram tidak bisa menerima begitu saja kebebasan Pamungkas. Meskipun kecewa, sayangnya mereka tak mampu menggugat atau melawan. Santunan yang diberikan Mauro sama sekali tidak membuat ketidakadilan itu terhapus dan tak mampu memulihkan rasa sakit hati dan trauma mereka.

Tragedi itu pula yang membuat bahtera rumah tangganya hancur. Saat kasus anak sambungnya sedang heboh-hebohnya, istri Mauro menggugat cerai dan meminta hak asuh kedua anaknya. Mauro menduda lagi, dia pun kembali menata kehidupannya dengan mencoba merangkul Pamungkas. Banyak orang beranggapan penyelamatan hukum yang dilakukannya adalah bentuk penebusan dosa atas abainya dia terhadap anaknya itu. Namun, sayang cara yang diambilnya cacat etika membuat anaknya tumbuh menjadi monster kriminal. Sosok Mauro pun jauh dari kata sempurna sebagai seorang pejabat. Dia dikenal pengusaha bertangan besi dan egosentris. Tanah Sempit, nama desa yang dipimpinnya ini adalah representasi dari kondisi nyata geografisnya yang semakin menyempit dikepung tambang nikel dari segala arah. Meskipun wilayahnya dijadikan ceruk cuan, tetapi warganya tidak ikut tersentuh kesejahteraan seperti para pengusaha tambang yang mengeruk tanah mereka secara ugal-ugalan. Di tengah-tengah carut marut hukum dan perekonomian yang timpang, mereka juga dibayang-bayangi bencana ekologis yang sangat mengkhawatirkan.

***

Sudah dua minggu keberadaan Pamungkas tidak diketahui di mana, dia hilang bak ditelan bumi. Polsek dan polres tidak melakukan penahanan barangkali polda yang mengambil wewenang, tapi itu juga tidak begitu meyakinkan. Warga tidak ambil pusing yang penting Pamungkas tidak lagi berkeliaran. Entah di mana anak itu diasingkan, progres hukum yang menjeratnya terkesan sangat rahasia. Mauro kembali beraktivitas di balai desa setelah seminggu izin tak masuk kerja. Gelagatnya tidak ada yang berbeda tetap bersikap seperti biasa. Orang-orang kantor pun tak ada yang berani mengungkit masalah anaknya dan semuanya berjalan seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun