Mohon tunggu...
Rinrin
Rinrin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Pintas

26 Juni 2024   11:12 Diperbarui: 27 Juni 2024   22:52 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagiku tidak masalah, aku memiliki cukup tabungan dan Andien tahu itu, oleh karenanya dia tidak segan mengajakku ke sini tanpa lebih dulu memberitahuku. Setelah indentitas lengkapku dikantongi pihak klinik, sehari berikutnya aku mendapat panggilan. Andien yang sengaja mengambil cuti tahunannya selama 10 hari yang sebagian sudah terpakai ketika liburan di Indonesia masih bisa mendampingiku ke klinik yang berada satu kompleks dengan Tapiola Health Center, pusat kesehatan masyarakat Espoo.

Derit pintu kembali terdengar lagi membuatku mengalihkan atensi pada siapa yang keluar yang ternyata masih tetap sama, Katariina. Kali ini dia memberiku informed consent beralaskan papan dada yang harus kusetuji. Tidak ada yang kukhawatirkan mengenai prosedur di Minneslucka Inc. Kebetulan akulah pasien terakhir, testimoni pasien-pasien sebelumnya pun bernada memuaskan. Teknologi tersebut mulai dikembangkan dari lima tahun lalu, yang mana sudah melewati banyak pengujian sampai di fase siap diaplikasikan pada manusia.

Aku sedikit mengulur waktu tidak cepat-cepat menyerahkan informed consent pada Katariina yang sudah kutandatangani. Dan dalam waktu singkat itu ingatan tentangnya kembali memutar singkat, untuk kali terakhir aku ingin mengenang bagaimana rupa dan segala tingkah polahnya. Jangkung, tampan, hidung mancung, mata belo dan rambut yang selalu tertata rapi. 

Tanpa bisa kucegah segala hal menarik dirinya pun ikut riuh merecoki benak yang sebentar lagi akan kehilangan ingatan tentangnya. Selama sebelas tahun namanya sering kuseret dalam doa hingga rasanya sudah lelah meminta. Harapan dan ekspektasi tumbuh menggunung, luka dan kecewa tak lagi terukur dan tangis pun tak terhitung. Capek dan getir. Lebih baik melenyapkan ingatan daripada harus selalu terjebak oleh perasaan yang tak kunjung terbalaskan.

Ketika proses melupakan secara alamiah tak kunjung ada hasil, maka aku memilih Jalan Pintas untuk melupakannya hingga ke akar-akarnya. Ketidaksanggupanku melihatnya bersanding dengan orang lain, takkan pernah terjadi berkat adanya teknologi ini. Aku tidak pernah berani mengakui perasaan dan lebih memilih menghapus ingatan. Itu sudah final.

"Besok kalau kamu nggak merasa capek, kita terbang ke Lapland buat lihat aurora," cicit Andien sambil tersenyum seolah sedang menghibur anak kecil yang sedih karena mainannya rusak.

"Ya," sahutku, balas tersenyum.

Andien adalah sahabat yang sangat pengertian, dia rela mengajakku kemari bukan karena dia sudah bosan mendengar keluhan-keluhanku melainkan merasa kasihan dan khawatir dengan masa depanku. Umurku sudah lebih dari cukup untuk menikah, dia sendiri tidak lama lagi akan bertunangan. Aku masih kesulitan membuka hati untuk orang lain, juga berkali-kali gagal menjalani proses perjodohan. Hatiku menolak disusupi orang lain karena di sana ada satu nama yang telah menetap sebegitu lamanya.

"Miss Aura, come in, please!" Katariina memanggil dari balik pintu.

Deg. Dadaku rasanya terhentak hebat, sensasi dingin merambati sekujur tubuh. Sebelum bangkit dari duduk kuambil napas panjang. Tangan Andien mengelus-elus punggungku dan itu membuatku sedikit lebih tenang. Masih sulit dipercaya sebentar lagi akan ada yang merengsek masuk ke dalam bagian otak bernama hipokampus, melumat seluruh ingatan yang ditargetkan. Aku mengira-ngira bentuk teknologi canggih itu, apa akan seperti dalam film Eternal Sunshine of the Spotless Mind atau video musik Ariana Grande, we can't be friends? Entahlah, meskipun menyesakkan yang jelas aku sudah siap kehilangan seluruh ingatan tentang Willy, orang yang paling aku sukai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun