Rasanya betah walaupun hanya beraktivitas di dalam apartemen atau orang lokal menyebutnya dengan korrestalo, meskipun tidak begitu luas tapi masih oke ditinggali oleh dua orang setidaknya untuk sementara waktu. Uniknya di apartemen Andien terdapat sauna mini, kata Andien bahkan di semua apartemen biasanya memang dilengkapi sauna. Tempat umum dan rumah-rumah warga pun ada saunanya. Bagi orang Finlandia ternyata sauna sudah menjadi suatu kebutuhan.
Gedung apartemen di sana hanya setinggi empat lantai, tetapi berbentuk memanjang jadi terdapat banyak ruangan, Andien sendiri menyewa di lantai tengah. Sisa perjalanan hari sebelumnya dari Helsinki ke Espoo meninggalkan kesan luar biasa karena pemandangan arsitektur kotanya yang menarik.
Aku semakin tidak sabar mengeksplorasi lebih banyak tempat di negara Nordik tersebut. Namun, agak mengecewakan ketika Andien tidak merestui pergi jalan-jalan di keesokan harinya, dia menegaskan ada sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan sebelum berkeliling-keling kota dan melihat aurora. Mulanya aku merasa kesal sebelum mengetahui apa yang sebenarnya Andien rencanakan untukku.
***
Derit pintu menyusutkan fokusku kembali ke ruangan itu. Sesosok perempuan cantik nan jangkung, kulit putih dengan rambutnya pirang dikuncir kuda keluar dari sana. Refleks tubuhku menegang takut-takut disuruh segera masuk, tapi ternyata hanya menyampaikan pesan agar sabar menunggu dan sedikit berbincang bersama Andien dalam bahasa Swedia, bahasa yang banyak digunakan oleh orang Finlandia. Tentu saja aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.
Setelah wanita itu masuk lagi, Andien membisik memberitahuku dia asisten Tn. Ilmari, namanya Katariina, kekasih Joosep, teman Andien di perusahaan farmasi tempatnya bekerja yang mana merupakan ponakan Tn. Ilmari. Joosep adalah orang dalam yang membawa informasi penting kepada Andien yang membuatku sekarang ada di sini.
"Kau pasti punya fotonya kan? Masih saling berteman di Instagram? Juga saling menyimpan kontak?" Tiga pertanyaan sekaligus keluar dari mulutnya dalam beberapa detik saja. Anggukan pelan kuberikan sebagai jawaban.
"Hapus fotonya dan blokir semua akun yang tersambung dengan dia," titah Andien to the points.
"Kenapa baru sekarang?"
Ia mendesah syarat rasa sesal, dia lupa memberitahuku hal sepenting itu dan baru teringat ketika melihat Katariina barusan. "Masih ada waktu, cepat lakukan saja!" tambahnya tegas.
Andai aku tak pernah ada di sini pun semuanya akan berakhir tanpa arti apalagi hanya sebuah foto atau nomor telepon. Aku tidak memiliki benda-benda kenangan bersama, jadi tidak membawa apa pun ke sini. Nomor WhatsApp yang sekadar jadi koleksi jarang digunakan untuk saling komunikasi selama kurang lebih delapan tahun itu langsung kublokir, Instagram pun demikian.