Mirah sangat menyesali kondisi tubuhnya yang tidak kuat untuk digerakkan jauh, pening dan lemas terasa sangat menggangu membuatnya tak bisa mencari Anwar. Yang ia mampu hanya melongok terus-menerus ke luar jendela, tapi anak yang ditunggu belum juga kelihatan batang hidungnya. Malah siang itu turun hujan cukup lebat, rasa khawatir Mirah semakin memuncak. Entah ke mana Anwar memulung, barangkali ia mencari rongsokan gila-gilaan karena neneknya tidak bisa bekerja bahkan untuk beberapa hari ke depan. Himpitan ekonomi memaksanya menjadi dewasa lebih cepat dari yang seharusnya. Anak itu memiliki rasa tanggung jawab dan akan melakukan apa pun untuk membantu neneknya.
"Assalamualaikum, Mak!"
"Mak Mirah, buka pintunya!"
Gedoran pintu dan teriakan-teriakan menyadarkan Mirah dari tidurnya, rupanya ia terlelap di tengah-tengah penantiannya. Terbangun secara paksa membuat kepalanya tambah sakit, ia berusaha memunguti kesadarannya agar kembali normal, sebelum beringsut menuju pintu ia sadar bahwa Anwar belum juga pulang. Dan siapa yang meneriakinya dari balik pintu? Bukan Anwar itu suara-suara orang dewasa. Dengan susah payah Mirah meraih pintu lalu membukanya, di luar berdiri dua orang pemuda air muka mereka keruh dan tampak pucat. Saat itu pula Mirah menyadari hujan telah reda dan matahari sudah menjorok ke sebelah barat.
"Mak! Anwar, Mak!" tutur satu di antara mereka yang diketahui bernama Wan.
"Ada apa sama Anwar?" tanya Mirah was-was, takut cucunya membuat masalah atau terjadi apa-apa.
Pria yang satunya menjelaskan dengan tersendat-sendat, "A---nwar jatuh ke sungai, dia terpeleset saat akan memungut botol plastik. D---ia terbawa arus, kabar ini sudah sampai ke balai desa dan m---enurut informasi bakal segera dilakukan proses pencarian."
Mirah sontak menganga, ia terguncang hebat debar jantungnya berpacu berkali-kali lipat. Ia menjadi limpung membedakan antara kenyataan dan mimpi. Namun, sakit di kepalanya menyadarkan bahwa itu nyata senyatanya-nyatanya. Pertahanannya yang tengah lemah itu tumbang, ia ambruk di tempat. Kesadarannya terenggut oleh keterkejutan dan sebelum pandangan menggelap juga ingatannya lenyap, ia masih sempat mendengar suara dua pemuda itu memanggil-manggil namanya. Mirah pingsan. Satu hal tentang kemarin yang tidak diketahui Mirah, sang cucu memohon agar diambil lebih dulu sebelum dirinya, mungkin Tuhan mengabulkannya lebih cepat. Berkaca dari kejadian-kejadian sebelumnya, sungai besar di desa itu nyaris tidak pernah mengembalikan korbannya dalam kondisi hidup-hidup.