Hati emaknya sesak tapi ia paksaan tersenyum. "Bapak kalian belum mengirimkan uang," katanya. "Sambil menunggu uangnya ada. Ipah, tolong ajak adikmu main! Biar Emak masak nasi dan tumis dulu."
Meski kekecewaan nampak di wajah mereka, tetapi Ipah cepat menuruti emaknya yang langsung menarik tangan Ogi pergi dari dapur. Ratmini menghela napas berat. "Sabar-sabar," katanya menguatkan diri. Baru beberapa menit anak-anaknya keluar, ada seseorang datang menemuinya ke dapur.
"Ada apa, Mbak Sum?" tanya Ratmini pada kakak iparnya.
"Ajo sudah kirim uang, belum?"
"Belum." Ratmini menunduk menghindari tatapan Sum yang selalu tak mengenakan.
"Kukira Zam bohong. Kalau sudah, aku pinjam!"
"Tapi Mbak, aku juga butuh. Aku sudah nggak punya uang karena tadi dibelikan pupuk buat padi."
Sum tidak merespon, ia malah melengos dengan perasaan masa bodoh, memang begitulah sikapnya pada Ratmini. Ibu dua anak itu semakin dibuat mumet, kebiasaan Sum meminjam uang menambah beban kemelaratan hidup keluarganya. Apalagi dua bulan terakhir sejak Ajo bekerja di kota, ia semakin getol meminjam dengan dalih untuk membayar utang pada rentenir. Lagi dan lagi ia menghela napas berat mencoba membuang kesesakan di dadanya.
Ia cepat mengalihkan pikiran dengan memulai memasak nasi dan beras yang hendak dicuci adalah seliter beras terakhir dari hasil panen sawah sepetaknya yang merupakan satu-satunya warisan dari orangtuanya. Sum kerap memaksa agar Ratmini menjualnya, tapi karena itu pemberian orangtua Ratmini sendiri, jadi Sum tak punya banyak kuasa atas sawah itu. Panen sudah dua bulan berlalu, sedangkan padi yang ditanam baru saja dipupuk. Penanamannya harus terjeda beberapa minggu dikarenakan uang kiriman Ajo yang dicadangkan untuk pupuk selalu dipinjam Sum.
Beban hidupnya tak berkesudahan, cobaannya seolah jalanan yang tak berujung. Meski selalu dibelit kesulitan ia tetap ingin melakukan yang terbaik untuk anak-anak seperti halnya kali ini, ia memasak seenak mungkin bermodal bumbu seadanya yang ada di dapur untuk membahagiakan Ipah dan Ogi di hari spesial mereka. Setelah kurang lebih sejam, nasi kuning dan tumis pepaya sebagai pengganti kentang sudah matang. Aroma sedap kedua hidangan itu menguar mengisi ruangan berdinding anyaman bambu yang sempit. Ada seulas senyum di bibir Ratmini mengartikan kepuasan, tapi ia mendadak ingat dengan Ajo, barangkali suaminya sudah mengirim uang, ia pun pergi ke konter lagi.
***