Mohon tunggu...
Arin Anggita Alma Dei
Arin Anggita Alma Dei Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa suka deadliner

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kriminolog Bukan Cenayang dalam Mengungkap Kasus Kejahatan

15 Januari 2021   21:59 Diperbarui: 14 Februari 2022   10:03 2405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2016 lalu media Indonesia dihebohkan dengan berita kematian Mirna Wayan Salihin. Wanita usia 27 tahun itu dinyatakan meninggal dunia setelah menenggak segelas kopi Vietnam. Jesica Kumala Wongso yang merupakan salah satu teman Mirna yang saat itu berada di TKP menjadi tersangka atas kasus pembunuhan Mirna, akibat ditemukan adanya kandungan seperti sianida dalam kopi yang diminum Mirna setelah Jesica memesankan untuknya.

Perjalanan persidangan kasus ini cukup lama terpampang di media massa, sehingga sempat menjadi topik perbincangan yang hangat. Jesica akhirnya divonis dengan hukuman 20 tahun penjara pada Oktober 2016. Persidangan ini melibatkan banyak pihak, terutama para ahli forensik

Pada dasarnya ilmu forensik merupakan kumpulan disiplin ilmu yang dimanfaatkan untuk membantu dalam sistem peradilan pidana (Roux, Ribaux, & Crispino, 2012; Meliala, 2020). Saksi ahli yang diundang berasal dari berbagai profesi, antara lain ahli Toksikologi, Psikologi, Cyber Forensik, dan lainnya termasuk juga Kriminolog.

Lalu apakah peran Kriminolog dalam persidangan tersebut? Selayaknya saksi ahli, Kriminolog diminta untuk menyatakan pandangannya mengenai suatu kasus. Lantas apa perbedaan Kriminolog dengan saksi ahli lainnya? Mari kita mulai ulasan ini dengan pengertian tentang Kriminologi itu sendiri.

Kriminologi merupakan studi interdisipliner tentang kejahatan dan pelaku kejahatan. Karena modus dan jenis kejahatan kian berkembang, maka sifat kejatahan juga semakin kompleks. Maka dari itu, ilmu kriminologi membutuhkan pandangan dari ilmu lain antara lain sosiologi, anthropologi, psikologi, studi hukum, serta peradilan pidana (Siegel, 2010).

Ilmu tersebut berasal dari rumpun humaniora, yang dalam pelaksanaannya dibutuhkan integrasi dengan keilmuan lain seperti DNA forensik, odontologi, clinical forensic, serta ilmu-ilmu lainnya yang dapat membantu mengungkap bukti kejahatan. Kemampuan analisis multidisplin merupakan ciri khusus dari krimonolog forensik.

Pada kasus pembunuhan Mirna, kriminolog sebagai saksi ahli diminta untuk memberikan pandangan mengenai kasus tersebut dari kacamata teori kriminologi yang mana lebih menjorok kepada teori sosiologi dibanding dengan ilmu hukum pidana.

Tidak seperti saksi ahli lainnya yang turut melakukan investigasi langsung kepada pelaku, korban, dan barang bukti. Kriminolog menganalisis berdasarkan data-data yang di dapat dari ahli lainnya. Sehingga dapat dikatakan posisi kriminolog pada kasus ini seperti ‘konsultan lepas’ bagi hakim dan penegak hukum lainnya.

Pendapat dan analisis kriminolog dapat dipertimbangkan untuk menetapkan vonis, tetapi keputusan tertinggi tetaplah berada di tangan hakim. Jika demikian, apakah kriminolog harus selalu ada dalam persidangan? Jawabannya tidak. Mengapa? 

Sebab tugas kriminolog bukan untuk menjustikfikasi suatu tindakan untuk ditetapkan sebagai tindak pidana. Kehadiran kriminolog atau siapapun sebagai saksi ahli, bukanlah hal mutlak yang diatur dalam hukum acara pidana.

Pada suatu persidangan pembunuhan Wirna, hakim menanyakan pendapat kriminolog apakah tindakan yang dilakukan oleh Jesica selayaknya mendapat hukuman pidana. Kriminolog yang hadir dalam persidangan adalah Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. Beliau merupakan dosen fakultas hukum UI yang mengajar mata kuliah Kriminologi dan Viktimologi untuk Ahli Hukum.

Menjawab pertanyaan hakim, beliau menyatakan bahwa sebelumnya perlu ada persamaan persepsi megenai kejahatan. Menurut ilmu kriminologi, suatu perilaku dapat digolongkan sebagai kejahatan apabila perilaku tersebut telah disepakati oleh masyarakat sebagai kejahatan, penyimpangan atau kenakalan.

Maka dari itu, tindak kejahatan tidak dapat semata-mata ditetapkan dari satu sudut pandang. Apabila ada suatu perilaku yang dianggap meresahkan masyarakat namun tidak atau belum diatur dalam perundang-undangan pidana, bisa saja dianggap sebagai kejahatan menurut ilmu kriminologi. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa definisi kejahatan dari sudut pandang kriminologi jauh lebih luas daripada ilmu hukum pidana.

“Jadi, bukan kemudian ilmu ini (kriminologi) menjadi justifikasi untuk melampaui teknik atau kewenangan di dalam konteks hukum pembuktian di dalam hukum pidana.”

Dalam hal ini, Dr. Eva Achjani Zulfa juga menyatakan bahwa kontribusi kriminologi sebenarnya adalah membantu membuat kebijakan regulasi, apakah dalam sebuah kasus kejahatan perlu diberlakukan tindakan acara peradilan dengan dakwaan penjara atau dapat dilakukan dengan sistem di luar hukum pidana atau non penal (tidak dipenjarakan).


Berdasarkan ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran kriminologi dalam sebuah persidangan hukum pidana hanya bersifat sebagai ahli yang membantu penegak hukum (hakim, jaksa, polisi) untuk mengelola bukti analisis yang telah dikemukakan beberapa ahli dengan berbagai latar belakang ilmu dan juga dari jalannya persidangan tersebut.

Bantuan dari saksi-saksi ahli bersifat optional karena dalam jalannya persidangan setiap penegak hukum sudah memiliki perannya masing-masing. Polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan, jaksa dan pengacara melakukan penuntutan dan pembelaan, serta hakim mempertimbangkan dan memutuskan hukuman, sedangkan saksi ahli forensik membantu memberikan pendapatnya sesuai dengan keahliannya. 

Jadi, sama dengan ahli forensik lainnya yang hanya dapat melakukan analisis berdasarkan barang bukti, kesaksian pelaku dan korban, kriminolog tidak bisa dituntut untuk menggambarkan secara jelas kronologi yang benar-benar terjadi pada TKP. Kriminolog bukan Sherlock Holmes, Conan, ataupun cenayang!

Naskah : Arin Anggita & Kirana Nastase

Ilustrasi : Kirana Nastase

Referensi :

Junaedi. (2020, Desember 18). Hukum Acara Pidana Dan Kriminologi Forensik. Dipresentasikan pada kelas Kriminologi Forensik, Zoom, online.

Meliala, A. (2020, September 18). Forensic Field & Expertise: Contribution to Criminology. Dipresentasikan pada kelas Kriminologi Forensik, Zoom, online.

Official iNews. (2016, September 19). Cara pandang kejahatan berbeda antara ilmu kriminologi & kasus pidana - iNews Breaking News 19/09.

Roux, C., Ribaux, O., & Crispino, F. (2012). From Forensics to Forensic Science. Current Issues in Criminal Justice, 24, 7-24. 10.1080/10345329.2012.12035941.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun