Mohon tunggu...
Ari Mochamad
Ari Mochamad Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis adalah penggiat lingkungan hidup dan perubahan iklim.

Penulis adalah penggiat lingkungan hidup dan perubahan iklim. Isu dan Agenda yang terkait keberlanjutan ini dilaluinya melalui organisasi lingkungan dan konservasi serta lembaga pendanaan pembangunan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

NDC dan Momentum Kerja bersama Antar-Sektor

6 Maret 2019   07:00 Diperbarui: 6 Maret 2019   12:25 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di Pulau Parang ini, Program Dukungan Lingkungan Danida Denmark Fase 3 (ESP3) memberikan bantuan pembangunan PLTS berkapasitas 60 kWp yang memperkuat PLTS eksisting (bantuan Kementerian ESDM berkapasitas 75 kWp). Ini bisa menambah pelayanan listrik kepada warga sebesar 1.500 Wh per hari selama 24 jam. (Foto: KOMPAS/ICHWAN SUSANTO)

Posisi Indonesia dalam percaturan isu perubahan iklim global sangat ditentukan oleh perspektif bahwa kita tidak saja menjadi bagian dari masyarakat dunia yang juga dapat memberikan andil besar dalam mereduksi pemanasan global namun yang lebih penting daripada itu adalah bawa Indonesia merupakan negara yang berpotensi menjadi korban karena memiliki kerentanan yang sangat tinggi pula.

Pada bingkai kesepakatan dan komitmen baru global dalam mengatasi perubahan iklim, para pihak sepakat dibutuhkannya upaya bersama, namun tetap mempertimbangkan kemampuan yang berbeda setiap Negara (applicable to all parties dan common but differentiated responsibilities). Kesepakatan dan komitmen yang didasari oleh fakta ancaman perubahan iklim yang telah semakin dirasakan kepada ekosistem dan manusia. 

Pasca  Paris Agreement (CoP21, Paris), individu Negara berkomitmen untuk berpartisipasi dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca, maupun aksi adaptasi untuk mengurangi dampak dan risiko bencana akibat perubahan iklim, bahkan bagaimana memanfaatkan sebagai peluang mewujudkan pembangunan yang lebih berkelanjutan, salah satunya melalui National Determined Contribution (NDC). 

IPCC menyatakan bahwa upaya maksimal penurunan emisi gas rumah kaca oleh negara maju saat ini tidak cukup untuk menghindarkan dampak perubahan iklim, sehingga dibutuhkan pengurangan emisi yang lebih ambisius namun fair (adil), khususnya untuk tetap membantu  kemampuan atau kapasitas serta kesempatan bagi Negara berkembang (developing countries) dan dunia ketiga (least developed countries) serta memberikan kesempatan untuk tetap mengembangkan pembangunan ekonominya.

Kesepakatan pengurangan emisi ini bertujuan untuk mencapai kestabilan emisi gas rumah kaca yang dinilai mampu untuk menghindarkan dampak merugikan kepada manusia dan ekosistemnya.

 Angka batas kenaikan rata-rata temperatur yang disepakati saat ini adalah di bawah  2 derajat celcius dibandingkan temperatur sebelum revolusi industri.

Komitmen Indonesia pada NDC, untuk menurunkan emisi sebesar 29% (dan ditambahkan 12% apabila ada dukungan pendanaan dari luar negeri)- dan tindakan/aksi adaptasi perubahan iklim sebgai upaya untuk menurunkan kerentanan dan disisi lain meningkatkan ketangguhan- ini akan berlaku pasca 2020 sampai 2030. 

Implementasi pasca-2020 tidak lepas dari apa yang berjalan dan diimplementasikan hingga 2020. Oleh karenanya, Indonesia memandang implementasi hingga 2020 sebagai hal penting.

Penulis memandang bahwa komitmen Indonesia mengenai NDC ini, merupakan instrument atau momentum bagi setiap sektor kunci untuk bekerja berlandaskan rencana yang terintegrasi dan koordinasi yang dijalankan oleh institusi yang memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikannya. 

Pada sisi kepentingan nasional dana yang terpakai dimanfaatkan dan menghasilkan pembangunan yang rendah karbon dan memiliki resiliensi yang cukup baik, melalui pendekatan program yang mampu mewudjukan program yang efektif dan efesien.

Kondisi inilah yang menjadi tantangan, karena selama ini cara berpikir dan pendekatan sektoral menghasilkan produk kebijakan, program dan rencana aksi tidak berkelanjutan. Konflik kewenangan  dan tumpang tindih program menjadi potensi yang seringkali terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun