Mengapa Korupsi Masih Bisa Terjadi?
1. Identifikasi Kebutuhan dan Usulan Pokir:
Proses pengusulan pokir dilakukan secara tertutup dan tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat atau pengawasan independen. Pak Bayu memiliki hubungan dengan kontraktor tertentu yang akan mengerjakan proyek tersebut. Stop! Sampai di sini, korupsi sudah terjadi.
Menurut peraturan, harus ada transparansi proses dan penghindaran konflik kepentingan.
Transparansi Proses: Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah: Mengatur bahwa proses perencanaan pembangunan daerah, termasuk pengusulan pokir, harus dilakukan secara transparan dan partisipatif. Semua elemen masyarakat harus dilibatkan dalam Musrenbang untuk memastikan kebutuhan yang diusulkan benar-benar prioritas.
Penghindaran Konflik Kepentingan: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Mengatur bahwa pejabat publik harus menghindari konflik kepentingan dalam menjalankan tugasnya. Anggota DPRD harus menghindari hubungan bisnis atau kepentingan pribadi dengan kontraktor yang akan mengerjakan proyek.
2. Pengesahan dan Penganggaran:
Uang "ketok palu" untuk pengesahan anggaran. "Tak ewangi tapi aku kei gawean". Saya bantu, tetapi beri saya pekerjaan. Sebisa mungkin anggaran disahkan secepatnya. Selain itu, tidak ada pengawasan yang cukup ketat dari pihak berwenang atau masyarakat terhadap proses pengesahan anggaran.
Peraturan yang seharusnya terjadi, tidak seperti itu.
Pengawasan Ketat: Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: Mengatur bahwa pengelolaan keuangan negara termasuk APBD harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan diawasi oleh berbagai pihak termasuk BPK dan masyarakat.
Penindakan Suap: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Mengatur bahwa pemberian dan penerimaan suap, termasuk uang ketok palu, merupakan tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan sanksi pidana berat.
3. Penunjukan Kontraktor dan Pelaksanaan Proyek
Proses penunjukan kontraktor tidak melalui lelang yang terbuka dan kompetitif.
Proses Pengadaan yang Transparan: Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Mengatur bahwa semua pengadaan barang/jasa pemerintah harus dilakukan melalui proses lelang terbuka dan kompetitif untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Penghindaran Kickback: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Mengatur bahwa pemberian kickback merupakan tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan sanksi pidana berat.
4. Penggunaan Dana dan Pelaksanaan Proyek:
Sebagian dana proyek diselewengkan oleh kontraktor dan penerima hibah. Tidak ada audit atau pengawasan ketat terhadap penggunaan dana dan pelaksanaan proyek.
Bagaimana Seharusnya?
Penggunaan Dana yang Akuntabel: Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah: Mengatur bahwa penggunaan dana hibah dan bantuan keuangan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta harus ada laporan pertanggungjawaban yang jelas.
Audit dan Pengawasan: Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara: Mengatur bahwa BPK harus melakukan audit terhadap pengelolaan dan penggunaan dana negara termasuk dana hibah dan bantuan keuangan untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan.
5. Pelaporan dan Pengawasan
Pemeriksaan rutin oleh Inspektorat Daerah tidak mendetail dan tidak independen. Laporan dari masyarakat sering kali terlambat atau tidak ditindaklanjuti dengan cepat oleh pihak berwenang.
Yang seharusnya, begini peraturannya:
Audit Independen dan Mendetail: Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara: Mengatur bahwa BPK harus melakukan audit secara independen dan mendetail terhadap semua pengelolaan dan penggunaan dana negara.
Tindak Lanjut Laporan: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik: Mengatur bahwa masyarakat berhak mendapatkan informasi tentang pengelolaan keuangan negara dan pemerintah harus menindaklanjuti laporan masyarakat dengan cepat dan transparan.
6. Penindakan oleh KPK:
Proses korupsi yang melibatkan banyak pihak dan transaksi tersembunyi membuat penyelidikan menjadi kompleks. Bukti yang ditemukan sering kali tidak cukup kuat untuk menjerat aktor utama seperti anggota DPRD yang memiliki kekebalan politik dan jaringan luas.
Bagaimana Seharusnya:
Penyelidikan yang Mendalam: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Mengatur bahwa KPK harus melakukan penyelidikan dan penyidikan yang mendalam dan profesional untuk mengungkap tindak pidana korupsi yang kompleks.
Pengumpulan Bukti yang Kuat: Peraturan KPK tentang Tata Cara Penyelidikan dan Penyidikan: Mengatur bahwa KPK harus mengumpulkan bukti yang kuat dan dapat diterima di pengadilan untuk menjerat pelaku korupsi, termasuk aktor utama seperti anggota DPRD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H