.
Apa ada penulis yang bebas risiko. Tidak ada. Penulis yang menggunakan tinta air mata bisa berisiko mendapat stigma si air mata buaya darat. Penulis yang menggunakan tinta emas bisa berisiko mendapat stigma si malaikat. Penulis yang menggunakan tinta lendir bisa berisiko mendapat stigma si porno. Penulis yang menggunakan tinta granat bisa berisiko mendapat stigma si sesat.
Orang bebas bicara. Jangan hidup tergantung pada penilaian orang lain. Tapi kita hidup memang tidak bisa lepas dari penilaian orang lain. Dan mendengarkan orang lain itu juga penting.
Ada penulis yang dengan santai menyebut dirinya setan, tukang becak, si fakir yang hina, si bodoh dan tolol, si gelandangan. Apakah pengakuan itu cukup ditelan mentah-mentah, diterima sebagai sebuah kebenaran. Tentu tidak. Orang-orang yang sudah mengerti biasanya tidak ambil pusing dengan stigma. Tak perlu menunggu ditertawakan orang lain, mereka dengan santainya menertawakan diri sendiri.
Kalau tidak mau risiko, jangan menulis. Tidak menulis pun bukan berarti bebas risiko.
Ada perbedaan antara penulis dan hasil tulisannya.
Penulis adalah manusia, bukan setan atau malaikat.
Setan hanya bisa tidak patuh pada Tuhan.
Malaikat hanya bisa patuh pada Tuhan.
Manusia, bisa patuh bisa tidak patuh pada Tuhan. Bisa jarang patuh atau sering patuh pada Tuhan. Yang tahu hanya hati sendiri dan yang tahu pasti ukuran akuratnya adalah Tuhan.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H