Sementara itu, Pengageng Kadipaten Mondropuro Pura Mangkunagaran Supriyanto Waluyo saat ditemui, Jumat (11/3/2022), mengatakan, Bedhaya Anglir Mendung konon tarian ini diciptakan oleh Mangkunegara I yang diilhami dari peperangan di Trowulan, Jawa Timur.Â
"Bedhaya Anglir Mendung juga sempat dikabarkan sempat hilang selama hampir 1,5 abad hingga akhirnya direkonstruksi kembali pada masa Mangkunegara VII oleh KRAy Partini Partaningrat," imbuhnya.
Supriyanto juga menuturkan, Bedhaya Anglir Mendung mengisahkan perjuangan Pangeran Sambernyawa sebelum naik takhta menjadi Mangkunegara I.
Menurut dia, perjuangannya tersebut diabadikan dalam tarian agar selalu diingat oleh generasi penerus.
"Bedhaya Anglir Mendung hanya boleh dibawakan di Pura Mangkunegaran, sama halnya dengan Bedhaya Ketawang itu hanya boleh ditarikan di Keraton Surakarta tidak boleh keluar, karena itu tarian untuk raja," papar dia.Â
Syarat yang Tidak Boleh dilanggar
Pada kesempatan yang sama, Supriyanto mengatakan, ketujuh penari yang membawakan Bedhaya Anglir Mendung harus lajang dan belum berkeluarga dengan batas usia maksimal 30 tahun
Ia juga menjelaskan, jumlah penari dalam Bedhaya Anglir Mendung selalu harus ganjil.Â
"Alasannya apa kurang tahu, tapi sudah menjadi pakemnya seperti itu. Dalam sejarahnya pun jumlah penari Bedhaya Anglir Mendung ini tujuh orang," kata Supriyanto.
Selain itu, menurut dia, saat hari H penari tidak boleh ada yang sedang haid atau datang bulan.