Kita mendambakan masyarakat madani tanpa ada dominasi, tanpa ada arogansi, tanpa saling menghancurkan, tanpa melupakan nilai nilai universal, kemanusiaan yang beradab, asas persatuan, musyawarah mufakat, asas keadilan sosial dan ekonomi yg proporsional, harapan itu hanya bisa terwujud dengan menghadirkan Tuhan dalam struktur sosial, dalam fungsi ekonomi, sains dan tekhnologi, dalam nafas perjuangan hidup individu dan masyarakat, dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesimpulan Surat Cinta, jangan ada dua diantara kita yang saling bersinggungan, jangan ada individu dan masyarakat yang  menindas dan melenyapkan, jangan ada kawan dan lawan yg bermusuhan, karna itu individu dan masyarakat itu real adanya. Peradaban luhur butuh hubungan yang seimbang dari keduanya supaya tidak berlaku kacau, seimbang bukan dalam arti persamaan meniadakan individu, bukan pula meniadakan kelompok masyarakat, perbedaan perbedaan bukan untuk dibenturkan, persamaan bukan pula untuk meniadakan yang lain, tapi harmoni dalam integrasi dan holistikasi, dalam dua sisi saling melengkapi dan menyempurnakan. Sama seperti ide dan realitas butuh kesesuaian sehingga hukumnya benar adanya.
Pahami hidup ini seperti mobil dengan ban mobil atau mobil dengan mesin mobil, bukan seperti CH2O yang melebur menjadi air, materi itu hukumnya keras terbatas dan hampa, ia tdk bisa bergerak sendiri tanpa penggerak, materi sifatnya berubah ubah, berbentuk dan terbatas, hukumnya tidak abadi adanya. Meski benda mati, nasi itu menjadi baik karena ada kebaikan yg hidup di dalamnya, karena itulah dia menghidupkan tiap diri, melayani rasa lapar menjadi kenyang. Dibalik materi ada jiwa yang menggerakkan sesuatu pada tempatnya, "jiwa" bukanlah ego yang serakah, "jiwa" bukanlah ego yang menguasai, "jiwa" bukanlah ego yang mengekploitasi, "jiwa" bukanlah ego yang mendominasi, bukan pula mewujud dalam bentuk persamaan, persamaan yang tidak punya pembeda, bukan pula keterpisahan yang terputus rantai kesamaannya. Dengan demikian individu dan masyarakat itu hukumnya jauh tak berjarak, dekat tak bersentuhan.
Semoga ini dipahami sampai ego tidak nampak keangkuhannya menindas yang lain, tidak nampak pula kelemahannya yang butuh kasih yang lain. Dari itu semoga ilmu pengetahuan menjadi rahmat bagi alam dan manusia, bukan menciptakan benturan dan kekacauan serta bala bencana, hakikat ilmu itu cahaya peradaban yang menjelaskan adanya alam dalam setiap rupa dan bentuknya bergerak beraturan menuju penciptanya yang sempurna.
Selamat menjalankan ibadah puasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H