Mohon tunggu...
Ari Lesmana
Ari Lesmana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ketika kau nyaman di zona nyaman, keluarlah! Karena itu kesalahan.

Menyimpan yang saya lalui dan rasakan ke dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Nasrul Abit akan Tempatkan Pejabat Berdasarkan Kompetensi dan Kinerja

10 November 2020   13:45 Diperbarui: 10 November 2020   13:54 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jabatan eselonering di pemerintah daerah bukanlah jabatan politis, melainkan jabatan berdasarkan pangkat, kompetensi, dan kinerja. Namun, dalam praktiknya, bukan rahasia lagi bahwa jabatan eselonering menjadi "jabatan politis", khususnya kepala organisasi perangkat daerah (OPD). Kepala daerah yang terpilih akan mengangkat seseorang menjadi kepala OPD berdasarkan afiliasi politik orang tersebut. 

Misalnya, si A diangkat menjadi kepala dinas karena membantu memuluskan jalan kepala daerah untuk terpilih ketika masih menjadi peserta pilkada. Memang aparatur sipil negara (ASN) dilarang berpolitik praktis. Akan tetapi, tetap saja ada ASN yang berpolitik di belakang layar dengan cara-cara tertentu sehingga keikutsertaannya dalam politik praktis sulit dibuktikan. Hal-hal semacam itu sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat.

Banyak dampak buruk bagi jalannya roda pemerintahan akibat pengangkatan kepala OPD berdasarkan pertimbangan politik praktis seperti itu. Salah satu efeknya ialah tidak maksimal atau buruknya kinerja OPD. Mengapa begitu? Seringkali terjadi bahwa kepala OPD yang dilantik berdasarkan pertimbangan politik balas budi tadi tidak memahami pekerjaan di OPD yang ia pimpin. 

Penyebabnya, kompetensinya bukan di bidang itu. Lebih buruk lagi, kepala OPD itu hanya layak menjadi kepala OPD berdasarkan pangkatnya, tetapi tidak layak berdasarkan kompetensi dan kinerjanya. 

Di OPD-nya, pejabat seperti ini hanya mengandalkan kepala-kepala bidang. Sudah diketahui umum bahwa banyak kepala bidang yang hebat daripada kepala OPD. Kepala OPD-nya tidak tahu apa-apa kecuali memainkan proyek di OPD-nya untuk mendapatkan komisi, yang sebagiannya disetorkan kepada kepala daerah yang melantiknya.

Memang betul bahwa kepala OPD tidak mengurus hal-hal teknis secara detail seperti yang diurus oleh kepala bidang dan kepala seksi. Betul bahwa kepala OPD bertugas dalam hal mengambil kebijakan. Namun, kepala OPD harus tahu sedikit banyaknya tentang pekerjaan di OPD-nya agar bisa mengawasai kinerja bawahan. Jika kepala OPD tidak paham, bagaimana mungkin ia menegur bawahannya jika kerjanya salah? Yang terjadi justru ia dikecoh oleh bawahannya.

Mekanisme Mengangkat Pejabat Eselonering

Dulu pengangkatan pejabat eselonering di pemerintah daerah berdasarkan rekomendasi lembaga yang bernama Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan. Lembaga ini lazim disingkat Baperjakat. Namun, karena dalam praktiknya kepala daerah seringkali mengangkat pejabat eselonering berdasarkan hubungan keluarga dan pertemanan, kepanjangan Baperjakat kerap dipelesetkan menjadi Badan Pertimbangan Jauh dan Dekat.

Baperjakat tidak dipakai lagi sejak keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang  Manajemen PNS. Peraturan itu berisi, antara lain, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, serta perlindungan. 

Pengaturan Manajemen PNS bertujuan untuk menghasilkan PNS yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu.

Meskipun begitu, sebagus apa pun mekanisme dan peraturan pengangkatan pejabat eselonering, itu hanya tinggal sebagai peraturan. Pada pratiknya, pengangkatan pejabat eselonering, terutama pemangku kepentingan, seperti kepala OPD, ditentukan oleh kuasa kepala daerah. Seringkali kuasa itu dimanfaatkan oleh kepala daerah untuk balas budi terhadap orang yang berjasa dalam pemenangannya sebagai kepala daerah dan untuk menjadikan anggota keluarga atau temannya sebagai pejabat. Hal itu jamak terjadi selama ini, tetapi tak ada yang membongkarnya karena orang sudah paham sama paham sebab hal seperti itu lazim terjadi di mana-mana. Singkat kata, nepotisme dalam pengangkatan pejabat eselonering berurat berakar dalam pemerintah daerah kita dan sulit diberantas.

Gara-gara praktik nepotisme tadi, orang yang sebenarnya layak berdasarkan pangkat, kompetensi, dan kinerja tidak diangkat menjadi pejabat eselonering karena ia bukan anggota keluarga dan teman kepala daerah. Orang seperti ini bisa jadi tidak dikasih jabatan apa-apa (nonjob). Akhirnya, kemampuan yang ia miliki percuma sebab tidak dipakai. Dalam praktik nepotisme, kepala daerah justru memilih orang yang loyal kepadanya, baik loyal secara politis maupun loyal soal setor-menyetor uang. Akibatnya, jabatan eselonering, seperti kepala OPD, menjadi sapi perah kepala daerah.

Pada akhirnya, pengangkatan pejabat eselonering berdasarkan pangkat, kompetensi, dan kinerja bergantung pada niat kepala daerah. Sebelum menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Barat, Nasrul Abit-Indra Catri sudah berniat memberantas nepotisme dalam kepemimpinan mereka jika menang dalam pilkada kali ini. 

Mereka memasukkan niat itu ke dalam program kerja mereka, yakni menempatkan pejabat eselonering dan ASN berdasarkan kompetensi dan kinerja di bidangnya. Bagi keduanya, sudah saatnya mengakhiri budaya "asal bapak senang" dalam birokrasi pemerintah yang dikenal rentan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Khusus Nasrul Abit, yang berniat menjadi gubernur satu kali jika menang pilkada kali ini, ia akan meninggalkan jejak yang baik untuk Sumbar, termasuk dalam hal birokrasi. 

Sang birokrat itu akan membuat standar yang tinggi untuk pengangkatan pejabat eselonering. Dengan begitu, setelah ia tak lagi menjadi gubernur kelak, standar yang ia buat itu menjadi patokan bagi gubernur selanjutnya. Standar itu akan menentukan apakah gubernur-gubernur selanjutnya akan mengangkat pejabat eselonering berdasarkan pangkat, kompetensi, dan kinerja di bidangnya atau berdasarkan lingkaran perkawanan dan kekeluargaan. Selanjutnya, biarkan rakyat yang mengawasi dan menilainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun