Seperti layaknya alat ukur (timbangan, sped meter pada spbu dll) yang membutuhkan cek ulang secara berkala (tera ulang), begitupula pada lembaga pendidikan di tanah air. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seharusnya memiliki pengawasan secara berkala terhadap ijin, kurikulum, proses belajar ataupun doktrin-doktrin yang diajarkan pada sebuah lembaga pendidikan. Terutama lembaga pendidikan dari luar negeri (sekolah internasional), maupun sekolah swasta dalam negeri yang melabeli diri internasional.
Pengawasan tersebut sangat diperlukan agar lembaga pendidikan yang melakukan proses pendidikan di tanah air, dapat berjalan sesuai dengan arah, kebijakan dan tujuan pendidikan di Indonesia. Terpenting, pendidikan yang mengajarkan agama, konstitusi dasar negara, pemahaman kebangsaan, cinta tanah air dan budaya, serta budi pekerti, dapat sejalan dengan tujuan dan cita-cita besar bangsa Indonesia, yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.
Pengawasan yang lemah akan hal tersebut diatas, terbukti dimanfaatkan oleh salah satu lembaga pendidikan swasta "YIS", yang melabeli diri 'sekolah internasional', yang ada di Sendangdadi, Mlati Kabupaten Sleman DIY.
Sekolah yang menyelengarakan pendidikan dari jenjang SD sampai SMA tersebut, terungkap tidak pernah mengajarkan dan mengujikan Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kepada anak didiknya.
Permasalahan itu terungkap dari laporan salah satu orang tua peserta didik di sekolah "YIS" tersebut. EH, ibu 51 tahun, warga Kalasan, menyekolahkan anaknya di sekolah itu di kelas 4 SD. Tahun 2016, anaknya dinyatakan lulus ujian nasional dan ujian akhir sekolah di jenjang Sekolah Dasar. Kemudian anak dari EH ini melanjutkan ke jenjang SMP di yayasan yang sama.
Meskipun sudah melanjutkan ke jenjang SMP, namun EH belum juga menerima ijasah sekolah dasar anaknya. Awal 2017, EH menanyakan ijazah SD milik anaknya di sekolah. Barulah pada 16 April 2018 dia menerima ijazah tersebut.
Setelah mengamati nilai-nilai yang tertera di di ijasah anaknya, EH menemukan kejanggalan pada daftar nilai. Korban menemukan ada mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang selama ini tidak pernah diajarkan dan dujikan. Di kolom nilai kedua mata pelajaran tersebut, tertera angka 7,5.
Akibat dari perbuatan sekolah tersebut, EH merasa anaknya menjadi korban dan dirugikan secara moral. Kerugian itu antara lain, anaknya tidak dapat memahami dasar-dasar kaidah agama Islam serta tidak mengetahui Wawasan Kebangsaan dan Pancasila.
Kerugian moral juga dapat dilihat dari pemberian 'nilai palsu' yang disama ratakan ke semua anak didik, yaitu 7,5. Padahal kemampuan setiap murid atau anak didik, tentunya berbeda-beda. Kalau saja mata pelajaran tersebut diajarkan, tentu banyak anak didik yang dapat meraih nilai lebih dari 7,5.
Kerugian lainnya, EH mengaku anaknya tidak hafal Pancasila, tidak mengetahui lagu kebangsaan dan tidak mengetahui hari-hari penting nasional. Bahkan karena sekolah tidak pernah mengadakan upacara bendera, anak dari EH ini tidak mengetahui Hari Kemerdekaan Indonesia. Praktis, jiwa nasionalisme dan patriotisme tidak ada dalam diri anaknya.
Dengan adanya nilai palsu dalam ijasah anaknya, EH merasa bahwa selembar surat otentik atau dokumen penting tersebut cacat secara hukum, sehingga ditakutkan, anaknya kelak akan menemui permasalahan hukum karena penggunaan ijasah yang tidak otentik atau terdapat dokumen yang melanggar hukum.
Atas pertimbangan diatas, EH melaporkan pemalsuan nilai ijasah tersebut ke Polsek Mlati Sleman. Kasus ini sudah berjalan selama hampir  tiga tahun. Tentu perjuangan selama kurun waktu tersebut, bukan sebuah usaha yang mudah. Berbagai perlawanan dari "YIS", hampir saja mematahkan perjuangan emak-emak pemberani dan "ngeyelan" (demi sebuah kebenaran), serta daya upaya Penyidik Reskrim Polsek Mlati Sleman  dan seluruh anggota,  yang berjuang gigih membela kepentingan masyarakat.
Berkat kegigihan EH dan seluruh jajaran Reskrim Polsek Mlati, kini kasus tersebut telah lengkap untuk layak diajukan ke penuntutan dan dilimpahkan ke pengadilan alias P21, dengan tersangka "S", seorang karyawan yang mempunyai peran sentral di yayasan tersebut.
"S" dijerat pasal 266 ayat 1 KUHP, "Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya ,sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun."
Kasus ini hendaknya menjadi perhatian Pemerintah, dengan tindakan dan investigasi lebih lanjut oleh Kemendikbud kepada "YIS", maupun sekolah-sekolah lain. Siapa tahu, dengan terungkapnya kasus ini, akan mengungkap 'kebobrokan' lain dunia pendidikan Indonesia, baik yang dilakukan aparat birokrasi di jajaran Kemendikbud sendiri, maupun yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Kita sebagai warga masyarakat kecil, juga dapat meniru dan meneladani keberanian seorang perempuan, yang tidak pernah takut memperjuangkan keadilan dan kebenaran, demi tegaknya nilai-nilai dunia pendidikan di Indonesia.
Keberanian Penyidik Reskrim Polsek Mlati beserta jajarannya, dalam amanat tugasnya mengayomi masyarakat, juga patut mendapat perhatian dan apresiasi dari pimpinan Polri. Sebab prestasi ini adalah pertama kali yang dilakukan Polri dalam mengungkap fakta pemalsuan nilai ijasah, sampai tahap P21. Ini bukan kasus ecek-ecek. Tapi ini kasus besar, yang efeknya menyangkut juga pengajaran faham dan ideologi Pancasila.
Kita layak bangga kepada EH, perempuan tangguh yang tak kenal menyerah, serta jajaran Reskrim polsek Mlati Sleman dalam mendampinggi dan mengayomi kepentingan masyarakat.
Selamat. Doa dan harapan kita, Kapolri mendengar dan mengamati prestasi Penyidik Reskrim Polsek Mlati ini, sehingga jajaran Penyidik Reskrim Polsek Mlati, mendapat ganjaran penghargaan dari Kapolri.
Untuk EH dan Penyidik Reskrim Polsek Mlati, anda semua layak dapat bintang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H