Tangan-tangan besi menguasai kota. Napas kehidupan menghamba pada kemiskinan. Tidak ada keadilan, tidak ada kemakmuran, tidak ada kehidupan nyata, semua terhenti pada penjajahan hak asasi.
Tangan-tangan besi tirani harus dilawan. Darah-darah rakyat yang terus dikorbankan harus dihentikan. Meski perlawanan harus terhenti karena penghidupan yang juga tak peduli, kebebasan diri harus diangkat dalam mahkota yang paling tinggi.
Novel kriminal berjudul Kriminalitas Tanpa Batas karya kolaboratif kelas XI.8 Kolese Kanisus bukan sekadar novel kriminal biasa. Peristiwa-peristiwa yang mengalir dari kalimat pertama yang muncul seolah mengalir begitu deras terangkai begitu padat dalam alur yang begitu cepat. Bukan hanya tentang kejahatan, novel ini adalah sebuah gambaran konkret tentang penindasan yang pada akhirnya melahirkan manusia-manusia kriminal internasional.
Aku sudah muak dengan pemerintah tangan besi itu. Sudag beberapa bulan aku terus merugi, masyarakat yang kurang berkecukupan pun berada dalam kondisi yang mengenaskan. Untuk pertama kalinya, aku mulai mementingkan hal lain ketimbang uang. Aku rasa aku sudah mulai gila karena terus merugi, tetapi hati ini berkata bahwa aku harus membantu mereka. (hlm.3)
Geng kriminal, sebutan untuk tokoh-tokoh utama yang lahir dari beragam latar belakang ini seolah menggenggam dendam luar biasa atas penindasan pemerintah tirani pada tahun 1980-an. Tidak hanya dendam pada pemerintahan sendiri, kelompok kriminal ini pun berusaha membuktikan sebagai kelompok hebat kriminal internasional. Kelompok kriminal yang berusaha untuk membela hak-hak orang tertindas.Â
 Jamal Jackie adalah korban tirani pemerintahan. Kehidupannya hancur karena segala perjuangan kehidupan dan usahanya pun hancur karena perbuatan tirani. Tidak sendiri, dendamnya pun turut diamini oleh Putri, gadis cantik asal Bandung yang juga dendam atas kematian orang tuanya.
Tokoh lain yang berada dibarisan Jamal adalah Anton Tambubolon. Kecerdasan yang dimiliki mendorong hidupnya terdampar pada kriminalitas bersama Jamal. Tokoh lain barisan Jamal adalah Leo Hutapea, IP Man dari Bandung yang kehilangan orang tua karena pembunuhan. Budiono Siregar pun akhirnya bergabung dengan kelompok Jamal karena dendam kesumat atas kemiskinan keluarga karena upeti yang harus diserahkan kepada pemerintah.
Bara sebuah Dendam Â
Dendan-dendam kesumat yang terus melekat begitu kuat pada diri Jamal, Putri, Anton, Leo, dan Budiono tak pernah surut. Satu per satu kelompok ini mulai menjalan aksi-aksi kejahatan. Bukan hanya di Jakarta saja, kejahatan semacam pencurian benda-benda berharga dilakukan di berbagai negara. Di Paris, kelompok ini harus berjuang keras mencuri lukisan Mona Lisa. Di Brasil, kelompok ini pun menyantap artefak-artefak bersejarah yang bernilai.
Dalam alarm berdering, mereka segera menyadari bahwa situasi sudah berubah menjadi lebih berbahaya. Jalam memandang Budi dengan tatapan penuh penyesalan, sementara Anton mencoba untuk mengalihkan perhatian panjaga dengan berbagai trik. Leo, dengan instingnya yang tajam, merencanakan jalur pelarian tercepat. (hlm. 39)
Perjalanan dendam kesumat yang terus menghantui kelima sahabat tidak terhenti. Tak terendus pasukan keamanan, usaha membuktikan kehebatan  adalah satu-satu cara memuaskan bara sebuah dendam.
Rangkaian narasi dalam Novel Kriminalitas Tanpa Batas seolah bergulir tanpa batas. Sebelum kalimat terakhir selesai, seolah daya baca pun tak mau terhenti juga. Meskipun biasanya dalam cerita kriminal selalu memunculkan pahlawan-pahlawan baru, tetapi sudut pandang novel yang begitu dominan dalam diri tokoh jahat seolah membawa pembaca pada dunia yang tak biasa.
Apakah aksi-aksi yang dilakukan kelima tokoh itu adalah dendam kesumat yang begitu kuat tersimpan dalam hatinya atau mereka punya agenda lain?  Jawaban itu mungkin saja tidak akan ditemui sampai paragraf  terakhir selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H