Hari ini, tidak ada bendera setengah tiang,Â
Kita menutup mata dan menutup buku sejarah. Ketika dua puluh enam tahun yang lalu, ribuan orang terkapar, tersiksa, dan hangus di antara bangunan-bangunan mal, ruko, toko, dan rumah-rumah megah. Tangisan dan bau anyir yang terasa tak lagi kita rasa, tak lagi sanggup kita cium. Anak-anak adalah korban, wanita-wanita menjadi tumbal keberingasan. Semua hilang dan tak kembali, meski tuntutan-tuntutan peduli terus menguasai sudut-sudut keadilan. Kita bungkan dan tak sanggup memberi senyuman. Â Â
Anak-anak adalah korban, wanita-wanita menjadi tumbal keberingasan. Semua hilang dan tak kembali, meski tuntutan-tuntutan peduli terus menguasai sudut-sudut keadilan. Kita bungkan dan tak sanggup memberi senyuman. Â Â
Empat belas Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan telah menjadi bangkai dan terlupa begitu saja. Semua  kehidupan nyata itu telah kita lupakan, di antara tangisan-tangisan yang terus berjuang. Karena kita telah melupakan segalanya. Ya, kita telah lupa dan asyik menutup luka.
Hari ini, tidak ada bendera setengah tiang,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H