Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jerat Bisnis Lahan Parkir

8 Desember 2023   21:25 Diperbarui: 8 Desember 2023   21:35 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanah. Tanah adalah harapan hidup yang tetap dipertahankan agar kelangsungan hidup anak cucu bertahan pada negeri yang melahirkan. Di tanah ini, setiap berkah hidup dan mempertahan diri. 

Memiliki sepetak lahan utuk bertahan pada kehidupan rasanya menjadi impian setiap rakyat yang hidup dalam dunia berkekurangan. Selau saja muncul usaha betahan pada petak-petak tanah, apalagi kehidupan kota tak menjanjikan rasa memiliki sebuah lahan kehidupan. Si miskin begitu sulit menemukan lahan, sementara sang kaya begitu menghamburkan lahan dan menguasai tanah di segala penjuru negara. 

Ada sebuah ketimpangan, meski tanah-tanah ini sebenarnya dalam penguasan negara. Rasanya mengelola tanah nan maha luas tanpa kehebatan tata kelola akan berakhir dengan serentetan maslah baru, setiap orang akan terus memperebutkan dalam segala macam cara. 

Meski pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tetapi tanah ini belum sepenuhnya menjanjikan kemakmuran untuk banyak orang. Menguasai tanah, memperebutkan tanah, sengketa tanah muncul sebagai ragam masalah.

Kekuasaan akan tanah dan lahan pada akhirnya memunculkan bisnis jual, beli, atau  sewa lahan di seluruh negeri.  Puluhan bahkan ratusan tahun tanah-tanah tersewa dan tak lagi bisa menghidupi. Kita seolah hanya akan melihat tanah-tanah yang kita hidupi tak lagi menghidupi diri. Perusahaan-perusahaan asing menguasai dan mengeruk hasil bumi. Puluhan perusahaan membangun dan berinvestasi, dan kita harus membayar untuk menikmati kekayaan sendiri. 

Perusahaan-perusahaan asing menguasai dan mengeruk hasil bumi. Puluhan perusahaan membangun dan berinvestasi, dan kita harus membayar untuk menikmati kekayaan sendiri. 

Ratusan hektar tanah terkuasai oleh puluhan investor, perusahaan dan industri luar negeri.  Di sekeliling kita pun, lahan-lahan dikuasai cukong-cukong negeri sendiri. Bahu jalan dikuasai untuk disewa sebagai lahan parkir. Trotoar menampung begitu banyak kendaraan. 

Lahan kosong disular menjadi parkir ratusan sepeda motor. Lahan fasilitas sosial di berbagai perumahan disewakan untuk lahan parkir kendaraan. Bisnis lahan parkir begitu mudah menjerat banyak orang untuk mengambil keuntungan. 

Jika ratusan pedagang bertransaksi di pasar-pasar, di luar pasar puluhan tukang parkir menguasai lahan parkir. Jika mal-mal terus bertahan dan mulai ramai pengunjung datang, di luar mal hidup perusahaan penguasa lahan parkir. Ketika stasiun-stasiun mulai ramai dan jutaan penunpang bepergian, lahan parkir membludak memenuhi sekitarnya. 

Ketika terminal mulai disesaki penumpang, lahan parkir pun menguasai sekitar terminal. Pusat keramaian selalu saja memunculkan bisnis parkir yang dikuasai perusahaan, organisasi masyarakat, atau perorangan. Karena setiap menguasai lahan berarti menikmati percikan kemewahan.

Pusat keramaian selalu saja memunculkan bisnis parkir yang dikuasai perusahaan, organisasi masyarakat, atau perorangan. Karena setiap menguasai lahan berarti menikmati percikan kemewahan.

Lahan parkir menjamur diberbagai tempat. Bisnis parkir bukan lagi menjadi bisnis kecil yang dikuasai pengusaha sejati. Bisnis tak pernah sepi, ketika jutaan kendaraan terbeli di pelosok negeri. 

Kini, rakyat harus menebus dengan harga yang musti dibayar, lahan parkir semakin mahal dan rakyat harus menerima sebagai jerat yang terus menyiksa. Tidak ada yang berteriak, tidak ada yang memprotes dan tidak ada yang peduli, menikmati lahan parkir sekadar menikmati sewa lahan yang semakin mahal. 

Sebanyak 100 unit sepeda motor terparkir bertahun-tahun di area parkir Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Bahkan ada sepeda motor yang tunggakan biaya parkirnya mencapai Rp 74 juta.  Motor dengan berbagai merek dan jenis itu juga dalam kondisi berdebu lantaran telah lama ditinggalkan dan tidak kunjung diambil oleh pemiliknya. (1)

Semakin hari, sewa lahan parkir semakin mahal. Semakin hari, konsumen tak kuasa untuk membayar sewa parkir. Hanya pasrah dan meninggalkan kendaraan itulah satu-satu solusi yang mungkin bisa dilakukan. Padahal, seharusnya lahan-lahan parkir itu disediakan sebagai fasilitas gratis bagi pengunjung seperti halnya toilet, bukan hanya di  mal, supermarket, bandara, terminal, stasiun, tetapi juga di berbagai fasilitas umum lainnya. 

Aku tiba-tiba terbangun saat seseorang berpakaian biru mengetuk pintu mobil. Aku mengambil uang dan memberikan dua puluh ribu rupiah tangannya. Dia pun pergi tanpa ucapan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun