Aku luluh karena pikiranku, aku lumpuh karena jiwaku memikirkanmu. Di meja makan ini, aku ingin tetap merasakan engkau sungguh menguasaiku.
Aku sajikan hidupku di meja makan ini. Rasa manis, rasa pahit, rasa sedih, rasa marah, rasa kecewa tak mungkin berakhir. Kita akan terus menikmati segala rasa dalam ruang kecil istana, rumah kecil kita. Namun, engkau tak juga melemparkan kata pujian dan balasan kasih sayang. Terdiam dan tertunduk, menutup mata dalam kesedihan menguasimu, terdiam tanpa jawaban. Aku menututmu berbicara dalam kesungguhan cinta yang kita harapkan. Namun, engkau tetap terdiam, terdiam, Â dan tak sanggup mengucap kata.Â
Setelah aku duduk lesu menunggu jawaban, waktu sepuluh tahun penantian, tanpa jawaban kepastian. Kemana sesungguhnya engkau mencintai dan berpihak. Kini, aku tak kuasa, terkapar tanpa makan di pinggir jalan, menanti pilihan yang aku ciptakan tanpa jawaban. Â Â
Aku tetap tergeletak lunglai, kering berkerut, napas tersengal menggerus hidup menunggu makanan yang biasa tersaji di meja makan.Â
Aku tetap tergeletak lunglai, kering berkerut, napas tersengal menggerus hidup menunggu makanan yang biasa tersaji di meja makan.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H