Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jika Makan Siang Tanpa Tempe

3 November 2023   22:32 Diperbarui: 3 November 2023   22:41 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tempe. Makanan tradisional dianggap ketinggalan zaman. Sajian tempe selalu menjadi  lambang kemiskinan dan kemelaratan. Namun,  sajian tempe  di meja makan  menjadi pertanda runtuhnya saling mengingatkan. 

Sebagai sumber nabati, tempe memang telah mendunia. Bahkan, kehadirannya mampu mengalahkan beragam jenis makanan dunia yang telah menjerat penikmat-penikmat kuliner. Tempe dengan segala macam masakan yang dihasilkan telah mengubah identitas yang sekian lama melekat dan membuatnya tak berarti apa-apa. Menyajikan tempe tak lagi menandai ketidakmampuan dan kehormatan si empunya. Tempe tetap saja menjadi makanan yang siap disantap siapa saja.  

Sekian lama, tempe bertahan dalam era penjajahan. Sejak zaman Belanda, tempe dianggap menyelamatkan pejuang-pejuang yang harus bertahan dalam suasana tanam paksa. Pekerjaan berat yang setiap hari dirasakan, tanpa pemenuhan kebutuhan makanan adalah sebuah pemandangan penjajahan yang tak berkesudahan. Pada akhirnya, tempe mampu menjadi bagian perjuangan pejuang-pejung tangguh negeri utuk tetap bertahan mempertahankan negeri tercinta. Tempe dipercaya mampu memenuhi kebutuhan pangan yang begitu mudah dibuat. 

Tempe diproduksi dengan tradisional di desa-desa dan pelosok negeri. Ketika kedelai begitu banyak dipanen, sentra-sentra produksi tempe pun semakin banyak. Makanan rakyat ini pun menjalar memenuhi berbagai warung makan dan menjadi sajian rumahan. Beragam masakan tempe dihadirkan, bermacam kreasi tempe selalu ditunggu untuk dinikmati. Karena tempe bisa kita beli bukan hanya di pasar tradisional, supermarket, mal, swalayan mencoba menyajikan tempe menjadi dagangan berkualitas. 

Pada akhirnya, tempe mampu menjadi bagian perjuangan pejuang-pejung tangguh negeri utuk tetap bertahan mempertahankan negeri tercinta. Tempe dipercaya mampu memenuhi kebutuhan pangan yang begitu mudah dibuat.

Tempe tidak hanya menjadi milik orang-orang miskin desa, sispa saja mencoba peruntungan memproduksi tempe untuk santapan keluarga, tetapi juga menjadi awal mula orang desa menguasai kota. Tempe-tempe khas desa dengan bungkus daun pisang dan daun pohon jadi begitu dinanti mereka yang dimabuk rasa kedelai. Perjalanan panjang tempe menembus kita, tak mengubah selesa masyarakat miskin menjadi tajir. Namun, tempe menghibur siapa saja, kerana murah dan mampu bertahan dalam suasana apa saja. 

Tempe bisa dinikmati siapa saja; petani, pedagang, pelajar, mahasiswa, pegawai, pejabat, bahkan penguasa. Tempe bukan sekadar mengenyangkan dan mendamaikan keinginan. Tempe bukan lagi menjadi gaya hidup miskin yang terpelihara. Namun, tempe mungkin saja menandai keharmonisan sebuah keluarga. Ketika tempe tersaji di meja makan, rasa sedap memenuhi ruangan dan keharmonisan itu pun tercipta begitu sederhana. 

Namun, tempe mungkin saja menandai keharmonisan sebuah keluarga. Ketika tempe tersaji di meja makan, rasa sedap memenuhi ruangan dan keharmonisan itu pun tercipta begitu sederhana. 

Tempe menjadi makanan keluarga. Tempe tak dilupakan siapa saja. Tempe menerobos kehidupan gemerlap kota yang teruntuhkan peradaban zaman tak terelakkan. Tempe harus tetap bertahan di tengah gempuran zaman yang semakin menguasai selesai warganya. Mempertahankan tempe dari harga kedelei yang semakin mencekik, mempertahankan tempe dari harga diri yang semakin tak berarti adalah sebuah diplomasi untuk mempertahankan kekuasaan anak negeri. Revolusi tempe tak lagi meninggalkan jejak-jejak kemiskinan, tetapi sajian tempe menjadi diplomasi kekuasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun