Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Donor Organ: Realitas Ekonomi yang Mengasah Hati

12 Agustus 2023   20:06 Diperbarui: 12 Agustus 2023   20:13 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donor (Sumber: Michellegordon2-Pixabay.com)

Donor organ. Kebutuhan donor organ terus meningkat. Teknologi kedokteran pun semakin canggih. Beragam transplantasi seolah menciptakan peluang terjadinya pasar. Ada pembeli, ada penjual. 

Menemukan peluang di antara sederet penderitaan yang dialami seseorang seolah tak menghentikan segala tipu daya memperoleh keuntungan. Ada usaha untuk hidup normal, ada usaha menjual organ sekadar mendapat penghasilan. Peluang bisnis yang dimanfaatkan tak manusiawi. Jaringan-jaringan bisnis tanpa empati membentuk sindikat melukai hati. 

Kepolisian berhasil menangkap 12 orang jaringan perdagangan organ ginjal ke luar negeri. Dua di antaranya merupakan petugas, satu anggota Polri yang berperan melindungi aksi para pelaku dan satu orang lagi merupakan petugas imigrasi Ditjen Imigrasi Kemenkumham.   

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menjelaskan 12 orang yang kini ditetapkan tersangka memiliki peran berbeda. Hasil pemeriksaan dari 12 tersangka tersebut, sembilan di antaranya merupakan sindikat dalam negeri yang berperan merekrut korban, menampung hingga mengurus perjalanan korban. Kemudian ada pihak dari imigrasi berinisial AH dan pihak yang melindungi aksi jaringan tersebut yakni anggota Polri Aiptu M. (1)

Di tengah semakin berkembangnya teknologi transplantasi organ,  semacam transplantasi organ kornea, ginjal, hati, pankreas, jantung, paru, dan usus halus membawa semangat mereka yang harus berjuang mempertahankan hidup. Namun, pendonor yang rela untuk menyerahkan sebagian tubuh tak sebanyak mereka yang menantikan uluran tangan. 

Pasien begitu membutuhkan organ penting untuk menyambung hidupnya, sementara waktu tunggu begitu lama pendonor menyerahkan sebagian hidupnya. Tak pelak, peluang mempercepat tersedianya organ yang dibutuhkan pasien menjadi peluang untuk mendulang pendapatan. Jaringan penjebak penjual organ menggurita membentuk bisnis hitam yang mendunia. 

Tidak hanya di Indonesia, dalam lintas negara, organ-organ pun seolah begitu mudah diperjualbelikan. Rasa kemanusiaan dan keihklasan telah malahirkan sebuah motof ekonomi baru;  bisnis organ.

Kemajuan teknologi 

Begitu mudahnya memperoleh korban, seolah membuat bisnis hitam ini subur bertumbuh. Sebuah empati dan kepedihan yang tiba-tiba menjadi kebutuhan ekonomi. Begitu mudahnya memperoleh uang berjuta-juta dalam satu organ yang dibutuhkan.   Apalagi kecanggilan memindahkan organ semakin memupuk harapan akan kehidupan bagi pasien, tetapi juga semakin memupuk calo-calo organ bergentangan mencari korban. 

Lewat berbagai media sosial sosok-sosok baik hati menjelma menjadi kerakusan. Kebaikan orang-orang yang sungguh merelakan hidupnya membuat pendonor terjebak dalam lingkaran setan jaringan hitam penjual organ.

Padahal, sebuah proses panjang harus dijalani seseorang yang akan melakukan donor organ. Karena proses skrining donor memang harus memaastikan proses tukar menukar organ tersebut memang aman. Aturan Permenkes No 38 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ memang sangat jelas mengatur bagaimana proses donor harus dilakukan. 

Untuk menjadi pendonor banyak syarat yang harus dilalui. Bukan hanya melengkapi syarat administrasi semacam surat keterangan sehat dari dokter,  berusia 18 (delapan belas) tahun dibuktikan dengan KTP, kartu keluarga, dan/atau akta kelahiran, membuat pernyataan tertulis tentang kesediaan pendonor menyumbangkan organ tubuhnya secara sukarela tanpa meminta imbalan, pernyataan menyumbangkan sukarela; surat persetujuan dari keluarga, membuat pernyataan memahami indikasi, kontra indikasi, risiko, prosedur transplantasi organ, panduan hidup pascatransplantasi organ, dan pernyataan tidak melakukan penjualan organ ataupun perjanjian khusus lain dengan pihak penerima organ. 

Namun, regulasi ini pula yang mungkin mempersempit dan mempersulit kisah perjungan pasien untuk memperoleh kebaikan dari pendonor. Menjadi pendonor dibutuhkan berbagai persayaratan yang begitu menyulitkan, sementara penerina organ begitu menantikan kebaikan. Kehidupan tak bisa ditunda, proses donor harus dilakukan secepat mungkin. 

Kebikan hati sang pendonor begitu dinantikan pasien penerima organ. Namun, pasien membutuhkan organ-organ secepat mungkin, sementara pendonor pun ingin secepatnyamelewai jalan panjang menjadi pendonor. Sebuah peluang bisnis baru yang ditangkap manusia tak bertanggung jawab, memanfaatkan kebaikan hati untuk mengeruk keuntunghan pribadi. Kebaikan hati pendonor telah melahirkan lahan baru bisnis organ, manusia-manusia  serakah memanfaatkannya sebagai kehidupan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun