Karena itulah, liburan di bulan Juni ini, mengenang kembali kebiasaan mayarakat Gunungkidul yang begitu menikmati makanan ektrem perlu dicoba. Perjalanan menyusuri daerah yang menghasilkan beberapa makanan pun dimulai.Â
Renyak belalang goreng
Pagi itu, biasanya ada banyak penjual yang menjual satu toples makanan belalang goreng di sepanjang jalan Wonosari-Yogjakarta. Mencoba keinginan untuk merasakan belalang (Caelifera) ternyata sebuah pencarian yang sungguh sulit. Ternyata harga belalang sungguh mahal. Satu toples kecil dijual lima puluh ribu rupiah. Ketika dibuka pun ternyata belalang yang ada kecil-kecil.Â
Padahal menurut cerita Kakek, ketika belalalang dari pohon-pohon di Gunungkidul biasanya besar karena makanan dari pohon-pohon yang menghijau. Namun, karena belalang Gunungkidul sudah habis, ternyata belalang yang kini dijual banyak yang didatangkan dari luar daerah.Â
Harga belalang semakin mahal karena banyak pedagang yang harus mendatangkan belalang dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ternyata banyak sekali pelancong-pelancong yang juga tertarik untuk merasakan nikmatnya belalang goreng Gunungkidul.Â
Satu toples kecil belalang goreng ternyata sungguh menggugah rasa. Belalang terasa gurih dan kriuk. Kenikmatan menikmati makanan eketrem adalah sebuah kenangan masa lalu yang pernah dialami masyarakat Gunungkidul.Â
Merasakan nikmatnya belalang goreng seolah menantang untuk kembali menikmati makanan ekstrek Gunungkidukl yang lain. Maka, petualangan untuk menemukan ungkrung atau kepompong pohon jati atau trembesi pun kembali dilakukan.Â
Berburu enthung di pasar
Ternyata enthung atau kepompong (Hyblaea puera) pohon Jati ini datangnya musiman, tidak ada sepanjang tahun. Tapi, saat musimnya tiba, semua warga Gunungkidul yang terkena serangan ulat jati akan memanfaatkan momen tersebut untuk mencari lahan penghasilan tambahan.
Enthung trembesi biasanya tak sebanyak enthung kayu jati. Kepompong jenis ini banyak disukai karena teksturnya yang lembek dengan warna hijau kekuningan. Biasanya, kempompong jenis ini dapat ditemui saat pohon trembesi mulai subur daun-daunnya dan kemudian akan diserang ulat-ulat trembesi yang beberapa waktu  menjadi kepompong.
Perburuan enthung ternyata lebih lebih susah dibandingkan mencari belalang karena musim enthung memang belum. Untuk itulah, perburuan satu hari menelusuru pasar-pasar di Karangmojo, Wonosari, Semin, Semanu tak membuahkan hasil.Â