Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Surat untuk Pelancong: Karena Kami Ramah kepada Siapa Saja

29 Mei 2023   19:56 Diperbarui: 1 Juni 2023   12:45 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keramahan. Ketika tamu-tamu berdatangan memenuhi kota dan pelosok desa, menikmati segala keindahan alam, kita begitu terbuka menganggap sebagai saudara. Keramahan kita tiada banding untuk mereka. 

Untuk Pelancong yang selalu kami terima dengan keramahan. 

Kehadiran pelancong-pelancong memenuhi setiap daerah kaya akan keindahan alam. Menemukan dan menikmati alam raya nan indah sepanjang Nusantara seolah menjadikan bangsa ini semakin elok dan dikenal sampai ujung dunia. 

Apalagi ragam budaya tersedia untuk semakin memperkaya dunia. Pelancong-pelancong datang untuk pengalaman tak terlupa. 

Keelokan negeri ini tak diragukan. Keindahanan bangsa ini tak seorangpun menyangkalnya. Keberagaman tertanam begitu kuat dan menajdi kekayaan tiada duanya. 

Berabad-abad kita menderita karena keindahan  dan kekayaan kita membuat bangsa-bangsa di dunia terpana dan ingin menguasai. Penjajahan membuat kita tak sanggup berbut apa-apa. 

Keramahan Kita

Ketika kemerdekaan diraih, semakin lama bangsa lain pun semakin terpana. Ternyata raturan tahun dikeruk kekayaan kita, tak habis juga kekayaan kita. Kita semakin kaya dan diperkaya dengan ragam budaya. 

Ketika kita dikenal karena keramahan, jutaan pelancong mulai menjadikan sebagai tujuan perjalanan. 

Kita sebagai Bangsa Indonesia begitu terbuka menerima pelancong, menerima dengan keramahan, bahkan terkadang menolong mereka yang tak mampu lagi menghidupi diri di negeranya. 

Kita tersenyun untuk mereka, kita memberikan salam kedekatan untuk mereka, kita membantu mereka yang tak punya apa-apa. Kini pelancong-pelancong itu bisa bekerja, bisa buka usaha, bahkan bisa menguasai tanah di sekitar kita. 

Keramahan kita telah menjadikan mereka merasa tanah ini sebagai tanah mereka. Ketika kita selalu menganggap tamu itu sebagai raja, kini, tamu yang kita terima dengan tangan terbuka, dengan kebaikan kita menguasai dan menjadi raja. 

Gelap (Sumber: Pexels-Pixabay.com)
Gelap (Sumber: Pexels-Pixabay.com)

Kita menghormati mereka, kini, kita menjadikannya terhormat. Kita memperlakuan mereka dengan kebaikan. Kini, kita tak lagi diperlakukan dengan baik. 

Pelancong-pelancong mulai menguasai sebagian usaha dan tanah kita. Pelancong itu bukan lagi hanya datang untuk menikmati keindahan alam dan budaha. Kini, pelancong itu seolah menguasai kita. 

Kelakuan Pelancong

Pelancong-pelancong itu mulai berani bertingkah tak sopan. Kelakuannya tak lagi menggambarkan sebagai seorang tamu. Kita mendengar pelancong melanggar lalu lintas. 

Beberapa pelancong bahkan tinggal melebihi batas kunjungan, bahkan sebagian begitu enaknya bekerja dan berbisnis di tempat wisata. 

Beberapa pelancong pun seenaknya membuat KTP  untuk tetap bertahan di Nusantara. Seolah sebagai warga negara, pelancong pun menggunakanya dengan beragam kegiatan. 

Ada pelancong yang melecehkan tempat suci. Ada pelancong yang berbuat kejahatan menikam polisi. Ada pelancong yang seenaknuya mengusir warga sendiri. Ada pelancong yang berbuat kasar, menendang kendaraan yang lewat di jalan. 

Ada pelancong mencuri. Ada pelancong yang memukul aparat pemerintah. Ada pelancong yang merusak patung di tempat suci. Ada pelancong yang menjadi pengedar narkotika. Ada pelancong yang menjadi penjambret. 

Ada pelancong yang mencuri di butik. Ada pelancong yang mengunakan bikini di tempat umum. Ada pelancong yang seneknya telanjang. Ada pelancong yang tidak mau membayar pesanan makanan. 

Pelancong itu seolah berbuat apa saja tak memikirkan dimana dia berada. Kelakuannya tak lagi menggambarkan sebagai tamu beradab. Tingkah lakunya  menentang aturan, budaya, dan adat daerah, menyebar dalam berita dan media sosial. Kini, kesibukan kita menghadapi mereka dengan kelakuan yang bermoral. Kebaikan kita telah disalahgunakan, keramahan kita telah dibalas dengan keberingasan. 

Maka, layaklah kita mengusir mereka, pantaslah kita menutup rapat semua pintu untuk mereka. Kerena hukum yang tak ditegakkan, hanya membuat kita tak berharga dan terinjak tak berdaya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun