Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah tentang Bapak (6): Menghabiskan Waktu Bersama Cucu

18 Mei 2023   21:16 Diperbarui: 18 Mei 2023   21:24 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak dan cucunya (Dokpri)

Bapak. Waktu terus memacu kenangan dalam serangkain cerita kehidupan. Bapak masih juga menghabiskan waktu dengan memelihara beragam tanaman yang terus menghijau di ladang dan persawahan. 

Ternyata kekuatan raga ada batasnya. Keinginan untuk terus membaktikan diri pada kehidupan alam kehijauan tak juga bisa terus nyata. Usia yang semakin nyata membawa segenap daya juga mulai tak kuasa lagi berkuasa pada diri. Kekuatan-kekuatan raga tidak lagi sekuat masa muda. Kekuatan daya fisik Bapak semakin terbatas dalam setiap langkah tak kuasa. 

Bukan lagi petani 

Sawah dalam sekumpulan tanaman hijau itu kini mulai jarang disentuh, jarang ditengok. Bapak semakin jarang untuk merawat tanaman yang sebenarnya selalu menunggu sapaan-sapaan Bapak. Kini, tiga petak sawah kesayangan Bapak itu dirawat orang lain. 

Sebenarnya begitu berat untuk meninggalkan pandangan hijaunya tanaman di tiga petak sawah itu. Begitu berat untuk meninggalkan kebiasaan menyapa pada sekumpulan tanaman. Namun, semakin lemahnya raga menuntut Bapak untuk tidak lagi hadir menjadi sahabat alam. Bapak lebih banyak beristirahat di rumah dan menghabiskan waktu bersama sebuah radio yang selalu memutar suara gamelan atau menonton pertandingan sepak bola kala senja telah tiba. 

Sebuah radio merek Polytron selalu berada di dekat tempat tidur Bapak. Radio pembelian anaknya itu tak pernah diam ketika Bapak mulai beristirahat siang. Radio itu menjadi teman setia bapak beristirahat siang. Sampai menjelang matahari tenggelam, radio itu terus menemani Bapak dengan beragam acara. 

Sebuah televisi kecil, dua puluh inci juga menghiasai sebuah lemari kuno yang dibeli Bapak dua puluh tahun yang lalu. Setiap malam Bapak menghabiskan waktu untuk menonton beragam pertandingan Liga Indonesia. Terkadang sampai jam sepuluh malam, Bapak belum beristirahat, menunggu selesai waktu pertandingan. 

Rutinitas pagi 

Setiap pagi, bangun tidur Bapak sejenak selalu terdiam dalam sebuah kursi kecil di kamar. Rangkaian doa-doa tak pernah begitu keras terdengar. Bapak selalu menyapa kehidupan dengan doa-doa yang dilantunkan hening di pagi hari. 

Dalam langkah pelan, rutinitas pagi, Bapak selalu ke kamar mandi, membersihkan diri. Secangkir susu, sedikit kopi dan madu menjadi ramuan minuman setiap pagi. Bapak duduk di sebuah kursi dekar dapur sambil sesekali menghisap rokok kesukaan. Terkadang sepotong atau dua potong roti menjadi teman minum dan menghisap rokok. 

Kebiasaan merokok memang begitu sulit untuk dihilangkan. Namun, Bapak selalu berusaha untuk tidak sebanyak mungkin rokok dalam sehari. Terkadang beberapa puntung rokok saja, tetapi terkadang satu bungkus juga habis. Memang kebiasaan merokok yang begitu melekat dalam diri sudah begitu kuat. 

Satu puntung rokok belum habis.  Ketika seorang anak lelaki kecil tiba-tiba muncul dari ruang sebelah. Hari itu, hari Sabtu, kebetulan sekolah libur. Anak kecil yang masih bersekolah di tingkat taman kanak-kanak memanggil Mbah Kung dan muncul tiba-tiba. Sejenak menghentikan isapan rokok Bapak. 

Ya, cucu laki-laki itu selalu menghampiri Bapak. Dengan suara yang tidak begitu jelas mulai berbicara dalam bahasa-bahasa yang sederhana. Terkadang bercerita, terkadang bertanya. Bapak selalu melayani pertanyaan dan menjawab segala hal yang selalu ditanyakan sang cucu. Hampir setiap hari peristiwa itu selalu terjadi, apalagi ketika Bapak tidak lagi banyak menyibukkan diri di sawah. 

Kehadiran cucu

Cucu laki-laki selalu menjadi teman Bapak ketika harus melewati hari-hari tanpa aktivitas kerja. Kegembiraan itu pun semakin lengkap, ketika cucu perempuannya hadir melengkapi hari-hari Bapak menghabiskan waktu di kala pagi tiba. 

Bapak memang tidak lagi sanggup menghabiskan waktu melakukan pekerjaan fisik. Dengan usia hampir tujuh puluh  lima tahun, kegembiraan Bapak untuk tetap mempertahankan kegembiraan dalam segala aktivitas tidak pernah berakhir. Jika menjadi guru selalu menggembirakan, menjadi petani membuat sedang hati, kehadiran cucu-cucunya selalu mempertahankan hatinya untuk tetap menyambut kehidupan sebagai sebuah anugerah kegembiraan. 

Kehadiran cucu-cucu Bapak di rumah itu bukan hanya menjadi kegiatan yang menghabiskan waktu. Bapak menikmatinya sebagai berkat melimpah dalam usia yang menua. Bapak tetap bergembira kala cucu-cucunya pun bermain dan terus bergembira. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun