THR. Keramaian Hari Raya segera tiba. Kegembiraan dihadirkan dalam kebersamaan yang takkan terusik walaupun berbagai peristiwa seolah meluluhlantahkan sebuah harapan. Tahun ini tidak ada THR untuk kami.Â
Di rumah kami tinggal empat anggota keluarga; bapak, ibu, anak laki-laki, dan seorang anak perempuan. Kedua anak kecil itu memang masih sekolah di tingkat dasar. Sementara kedua orang tuanya bekerja pada sebuah perusahaan yang sama. Seorang yang disebut pembantu, seorang perempuan tua, biasanya menjaga kedua anak itu ketika kedua orang tuanya harus membanting tulang bekerja setiap hari.Â
BedaÂ
Di rumah itu, setiap hari juga kedatangan seorang laki-laki tua yang membantu beberapa pekerjaan rumah; bersih-bersih kebun yang tidak begitu luas, membersihkan kolam kecil, dan mempersihkan sudut-sudut rumah yang lain.Â
Kedua orang istimewa itulah yang sebenarnya setiap hari menjadi ibu dan bapak bagi anak-anak. Keluarga ini memang sebuah keluarga Katolik. Meski kedua orang tua itu bukan beragama Katolik tetapi kebersamaan kami adalah kebersamaam sebagai keluarga. Â Kedua orang tua ini memang beragama Islam.Â
Hari Raya menciptakan kebahagiaan bukan hanya dalam lingkungan rumah. Hari Raya selalu ditunggu-tunggu oleh kedua orang tua ini, meski tak pernah pulang kampung. Mereka tinggal di sebuah kampung kecil di ujung perumahan.Â
THR
Dua minggu sebelum Hari Raya biasanya kami memanggil mereka sebelum kembali ke rumahnya. Sore hari, beberapa tas plastik sembako dan kue-kue selalu dibawakan untuk persiapan Hari Raya. Tunjangan hari raya, satu bulan gaji selalu dibagi untuk mereka berdua. Tampak kebahagiaan selalu muncul dari wajah-wajah mereka. Itulah kegembiraan kami, membuat kedua orang tua itu begitu gembira ketika Hari Raya.Â
Namun, tahun ini sebuah cerita sedih terjadi. Perusahan tempat kerja kami dilanda berbagai masalah. Petinggi-petinggi melarikan diri membawa uang kami, membawa gaji kami. Mereka melarikan diri keluar negeri, hingga petinggi perusahan harus diganti. Petinggi-petinggi perusahaan diganti, peraturan diganti, dan sebagian dari kami harus dipecat tanpa pesangon. Perusahan rugi dan tak  sanggup menggaji. Jangankan THR, gaji sebagian bekerja pun harus dipotong begitu tinggi. Itulah nasib kami menjelang Hari Raya. Â