Air. Air dari keran kecil itu terus mengucur deras. Seketika bak mandi penuh, dan mulai menampakkan kepenuhan. Air mulai mengalir menjelajahi ruangan kecil dan ruang gelap tanpa jendela. Suara tetes terakhir terhenti.Â
Di rumah ini air mengalir laksana darah, membawa dan memberikan kehidupan untuk terus mengulang. Air terus mengisi ruang kecil dalam bulatan tertanam tembok-temboh tua nan mulai rapuh. Air itu tidak pernah bosan untuk melengkapi rumah ini menjadikan hidup lebih pantas di antara yang lain.Â
Air di rumah ini memang tidak sejernih air di sungai atas puncak gunung. Dalam sumur yang begitu dalam air itu menggulung dirinya untuk terus menutup bak-bak mandi yang menguasai ruang. Air tetap mengalir sampai mesin-mesin berhenti berbicara dan menyampaikan pesan lewat suara. Kehadirannya semakin melengkapi rumah sebagai sahabat hidup si empunya. Â
Air menguasai diri
Bumi menyediakan air berlebih dan manusia menguasainya untuk menghidupi jiwanya, membersihkan daki-daki yang menguasai tubuh hingga menyusuri pori-pori. Air bumi menjelajah tubuh dan mendinginkan sukma. Aliran yang tak terhenti itupun menyelaraskan darah dan udara yang terus-menerus menghidupkan kita.
Air mengalir dalam ruang-ruang sempit, menyusuri tembok-tembok, perlahan terus menutup diri. Karena termakan usia semakin memuncak, aliran itu tak selancar sedia kala. Perlahan butiran batu menghalanginya, perlahan butiran tanah memampatkannya, perlahan aliran itu menyisakan tetesan yang semakin berwarna. Hitam dan kecoklatan mulai tampak saat menetes memenuhi bak-bak besar.Â
Air itu keruh. Bertahun-tahun, berbulan-bulan, berhari-hari segalanya menutup jalan bagi air yang seharusnya bukan hanya tetesan. Aliran air itu menjadi kehidupan dan menjelma menjadi kekuatan. Tetapi, ketika waktu menggerus pipa-pipa panjang yang tak berujung itu, air tak sanggup lagi mengalirkan energinya. Dia terdiam dalam berbagai halangan dan rintangan. Ketika manusia-manusia tak bisa berbuat apa-apa, air itupun tetap diam beribu kata. Meski tetap menetes, dan memenuhi bak-bak kosong.Â
Air dan darahÂ
Aliran air itu seolah menjadi diriku. Semangat membaja yang mengalir dalam darah dan napas perlahan bisa saja tergerus tanpa semangat. Kekuatan pikiran dan hati yang selayaknya menguatkan tubuh-tubuh rapuh seharusnya siap membentengi dari kekuatan hitam yang mengelana kemana-mana. Tubuh lunglai lelaki tua tanpa tenaga, aliran darahnya bisa saja tersumbat dan tak mampu mengalirkan energi kehidupan. Air kehidupan itu adalah darah kehidupan.
Di dalam rumah-rumah itu, seharusnya air tetap mengalir dan terus mengalir agar kita bisa terus menikmatinya sebagai anugerah. ruang-ruangkecil itu seharusnya terus dijaga agar tetap menjadi jalan kehidupan, dan lahir bukan hanya sebuah tetesan. Air itu harus tetap jernih dan menghidupkan kita agar terus menjalankan drama-drama kehidupan. Karena kehadirannya musti terus dan terus menghidupi jati diri manusia.Â
Tetesan air itu harus tetap menetes dan terus menetes. Tidak membiarkannya terhenti. Namun, upaya dan jerih payah tenaga yang terkuras seharusnya membuatknya menjadi alian yang sempurna. Kita harus terus merawatnya agar tetesan tidak semakin pelan dan tiada. Karena sesungguhnya sekecil apapun aliran, kesabaran menjadi energi untuk tetap membuatnya bertahan agar seluruh bak yang kita perlukan tidak lagi kosong dan tanpa harapan.
Air itu akan kembali mengalir deras jika kita terus merawatnya, kita terus menjadikannya energi kehidupan yang sebenarnya. Karena aliran-aliran yang terbentuk dalam berbagai rupa akan menjadikannya sempurna menjadi manusia. Darah akan terus mengalir sebagaimana air dan akan terus menjadikan tubuh yang lunglai terus hidup dan tetap bertahan. Kesabaran merawat menjadikan api kehidupan tiada batas. Karena darah mengalirkan air kehidupan yang harus terus dijaga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H