Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ketika Tetes-Tetes Air Itu Merawat Kesabaranku

31 Maret 2023   09:12 Diperbarui: 31 Maret 2023   09:36 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air. Air dari keran kecil itu terus mengucur deras. Seketika bak mandi penuh, dan mulai menampakkan kepenuhan. Air mulai mengalir menjelajahi ruangan kecil dan ruang gelap tanpa jendela. Suara tetes terakhir terhenti. 

Di rumah ini air mengalir laksana darah, membawa dan memberikan kehidupan untuk terus mengulang. Air terus mengisi ruang kecil dalam bulatan tertanam tembok-temboh tua nan mulai rapuh. Air itu tidak pernah bosan untuk melengkapi rumah ini menjadikan hidup lebih pantas di antara yang lain. 

Air di rumah ini memang tidak sejernih air di sungai atas puncak gunung. Dalam sumur yang begitu dalam air itu menggulung dirinya untuk terus menutup bak-bak mandi yang menguasai ruang. Air tetap mengalir sampai mesin-mesin berhenti berbicara dan menyampaikan pesan lewat suara. Kehadirannya semakin melengkapi rumah sebagai sahabat hidup si empunya.  

Air menguasai diri

Bumi menyediakan air berlebih dan manusia menguasainya untuk menghidupi jiwanya, membersihkan daki-daki yang menguasai tubuh hingga menyusuri pori-pori. Air bumi menjelajah tubuh dan mendinginkan sukma. Aliran yang tak terhenti itupun menyelaraskan darah dan udara yang terus-menerus menghidupkan kita.

Air mengalir dalam ruang-ruang sempit, menyusuri tembok-tembok, perlahan terus menutup diri. Karena termakan usia semakin memuncak, aliran itu tak selancar sedia kala. Perlahan butiran batu menghalanginya, perlahan butiran tanah memampatkannya, perlahan aliran itu menyisakan tetesan yang semakin berwarna. Hitam dan kecoklatan mulai tampak saat menetes memenuhi bak-bak besar. 

Air itu keruh. Bertahun-tahun, berbulan-bulan, berhari-hari segalanya menutup jalan bagi air yang seharusnya bukan hanya tetesan. Aliran air itu menjadi kehidupan dan menjelma menjadi kekuatan. Tetapi, ketika waktu menggerus pipa-pipa panjang yang tak berujung itu, air tak sanggup lagi mengalirkan energinya. Dia terdiam dalam berbagai halangan dan rintangan. Ketika manusia-manusia tak bisa berbuat apa-apa, air itupun tetap diam beribu kata. Meski tetap menetes, dan memenuhi bak-bak kosong. 

Air dan darah 

Aliran air itu seolah menjadi diriku. Semangat membaja yang mengalir dalam darah dan napas perlahan bisa saja tergerus tanpa semangat. Kekuatan pikiran dan hati yang selayaknya menguatkan tubuh-tubuh rapuh seharusnya siap membentengi dari kekuatan hitam yang mengelana kemana-mana. Tubuh lunglai lelaki tua tanpa tenaga, aliran darahnya bisa saja tersumbat dan tak mampu mengalirkan energi kehidupan. Air kehidupan itu adalah darah kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun