Perilaku korup seringkali menjadi sasaran untuk membuat meme. Meme yang dibuat biasanya menggunakan tikus yang menggambarkan perilaku kotor dan rakus, atau buaya yang menggambarkan  rakus dan suka makan segalanya.  Analogi ini merujuk tentu saja merujuk kepada perilaku koruptif, pejabat atau individu yang korup dianggap sebagai orang yang rakus dan suka mengambil uang atau sumber daya dari masyarakat atau organisasi.
Tuduhan kejam yang menganalogikan seseorang dengan hewan inilah yang dianggap begitu menyakitkan seseorang, padahal data dan fakta tidak pernah terjadi. Meskipun meme hanyalah sebuah media kritikan, tetapi kritikan tanpa data adalah sebuah kebohongan.Â
Meme akan semakin efektif, jika kondisi sekitar memang sedang tidak baik; pemerintahan lemah, lembaga negara tidak mampu menjalankan tugas, sistem pemerintahan amburadul, atau masyarakayt yang merasa tertindas dan otoriter.  Namun, jika kondisi masyarakat baik-baik saja kehadrian meme terkadang dianggap sebagai hiburan saja. Untuk itulah tujuan meme yang sebenarnya sebagai media komunikasi tidak akan terjadi. Apalagi jika penggunaan meme dalam konteks komunikasi tertentu  menyebabkan kebingungan atau ketidaksepahaman, terutama jika orang yang menerima pesan tidak akrab dengan meme yang digunakan. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan dalam menyampaikan pesan dengan jelas dan efektif.
Pesan dalam Meme
Meme akan sulit diterima jika konteks masayarakat tidak dapat menerima pesan yang disampaikan oleh pembuatnya, misalnya, penggunaan ular untuk meme di Indonesia mungkin tidak terlalu cocok. Sulit bagi masyarakat untuk memahami maksud meme yang dibuat untuk menggambarkan korupsi. Jika masyarakat dalam kondisi baik, korupsi menurun dan pemerintah terbuka dengan kritik masyarakat, menggunakan meme untuk mengkritik kebijakan yang korup pun mungkin tidak akan diterima.Â
Kecenderungan meme akan muncul sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik akan semakin menguat jika sudah adanya keterbukaan lembaga-lembaga negara, pemerintah dan berbagai organisasi.Â
Artinya lembaga negara mudah menerima kritik, mau dikritik, terbuka menerima kritik, bahkan mengharapkan kritik itu terjadi. Saluran-saluran kritik yang begitu terbuka, tetapi masyarakat tidak memanfaatkan berbagai saluran komunikasi ini pada akhirnya akan memunculkan anggapan bahwa meme hanyalah sebuah proyek kebencian belaka. Jika meme tampil dalam situasi seperti ini, jangan harap pesan meme akan tersampaikan.Â
Meme hanya menggambarkan kebencian, penghinaan dan ketidakpedulian si pembuatnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H