Orang-orangan sawah. Petani mulai sibuk untuk menjaga sawah. Tanaman yang mulai menghijau nan luas tak kunjung padam untuk melihat. Menghijau sebagian, menguning sebagian. Tanah ini harus aman dari segala macam ancaman. Bukan hanya burung, tapi juga orang-orang perusak kebiasaan.
Petani-petani tidak mau kehilangan jutaan hektar tanaman hijau. Sawan-sawah yang begitu menjanjikan kehidupan mulai menyediakan kebaikan. Bukan hanya untuk anak-istri yang lama menunggu memberi berbagai keperluan, persawahan yang maha luas ini juga menyediakan kehidupan ribuan orang di negeri ini.Â
Ancaman-ancaman datang. Bukan hanya si burung yang mulai mencuri sedikit demi sedikit biji-bijian padi. Burung-burung besar mulai menyasar ular-ular yang mulai siap bertelur di antara padi-padi. Tikus-tikus mulai datang, musang mulai datang, dan hewan-hewan mulai datang. Manusia-manusia berhati jahat pun mulai datang.Â
Manusia-manusia seberang mulai mengukur dan melihat biji-biji kehidupan. menimbang dan mulai memberikan jutaan rupiah untuk tebusan. Semua menyerah, semua petani terkadang tak kuasa, kebutuhan-kebutuhannya mulai digadaikan kepada orang-orang yang berpunya.Â
Boneka besar
Namun, petani-petani tak mau kalah. Dibuatnya boneka besar, tinggi, gagah perkasa. Boneka bule dipasangnya di tengah sawah sebagai pertanda bahwa tanamam yang mulai menguning itu tidak akan digadai dan dijual kepada siapapun. Di desa itu akhirnya semua petani membuat boneka besar yang ditempatkan di tengah persawahan. Ada boneka besar hitam dengan mata melotot. Ada boneka besar putih dengan pakaian compang-camping. Ada boneka besar tanpa baju. Ada boneka besar yang naik sepeda motor. Bermacam-macam boneka dibuat petani dengan berbagai macam harapan dan keinginan, agar ribuan sawah itu aman dari ancaman.Â
Petani-petani itu  tidak ingin istrinya hanya makan uang receh belaka. Orang-orangan ini dianggap sanggup untuk mengusir berbagai keinginan untuk melindungi tanaman dari tengkulak-tengkulak yang memaksa membeli dengan harga murah. Ia tidak ingin setiap tahun tengkulak-tengkulak dengan rombongan preman datang menyodorkan jutaan rupiah menghancurkan harapannya. Ada uang tapi tidak ada kehidupan. Petani-petani tidak ingin hidup hanya dengan uang belaka.Â
Desa petani itu kini berpesta. Jutaan sawah aman dari segala mara bahaya. Panen pun dimulai. Ribuan ton padi mengisi lumbung-lumbung desa yang biasanya kosong. Kini desa itu telah dipenuhi dengan padi, dan petani-petani mulai merasakan kebahagiaan. Kerja keras selama berbulan-bulan bisa dinikmati. Biasanya, setiap panen petani itu hanya bisa melihat orang-orang kota memanen hasil garapannya. Uang di kantong tapi kebahagiaan tidak dirasakan di desa petani itu. Kini segalannya telah kembali, desa itu merasakan kehidupan sebagai sebuah desa petani. Sawah benar-benar menghidupi dan menjadi kehidupan bagi mereka.Â
Berbulan-bulan, bertahun-tahun desa pertani hidup dalam ketentraman. Desa itu merasakan ketentraman, pangan tersedia dengan melimpah, meski uang tidak cukup tersedia. Bagi desa itu, kebahagiaan utamanya adalah pangan yang berlimpah untuk keluarga dan anak cucunya. Orang-orangan sawah telah menyelamatkan desa itu dari tengkulak-tengkulak jahat.Â
Damai yang terusik
Kedamaian desa itu ternyata terusik. Sebuah boneka besar di tengah sawah hilang dicuri. Penduduk resah, petani-petani pun khawatir sebuah masa kekelaman akan datang lagi. Ada kecurigaan di antara mereka, tapi petani-petani tidak mau saling tuduh. Mereka tidak mau dipecah belah oleh pengkhianat. Dalam keresahan mereka mulai mencari untuk menemukan sebuah boneka besar yang dipasang di sawah dan hilang tak ada jejaknya itu. Benar. Pencurian itu tidak ada jejak, tidak ada tanda-tanda. Boneka itu tiba-tiba saja menghilang. Boneka itu raib begitu saja. Boneka itu menghilang begitu saja.Â
Petani-petani mulai berusaha mencari. Sebagian menyusuri desa, sebagian pergi ke kota. Berkilo-kilo dicari, bermil-mil dicari. Namun, berhari-hari mencari boneka itu tidak ditemukan. Petani-petani akhirnya berpasrah diri.Â
Namun, tiba-tiba seroang anak kecil berlari. Ia berteriak menunjukkan sebuah layar kecil. Ia merasa telah menemukan orang-orangan sawah yang dicari warga desa petani itu. Ternyata, orang-orangan itu tiba-tiba begitu saja berada di tengah kota yang selalu dikunjungi ribuah turis, ribuan pelancong manca negara. Orang-orangan sawah itu berdiri dengan gagah dan menjaga sebuah desa di sebuah pulau nan indah, menjaga pulau itu dari tingkah polah turis mancanegara yang mulai menguasai pulau dan kota.Â
Orang-orangan sawah itu ternyata telah menemukan rumah barunya. Ia tidak lagi menakuti burung, ular, tikus, tetapi kini menakuti turis yang mulai bertingkah dan bertindak di luar nalar bak penguasa. Boneka-boneka itu, orang-orangan sawah itu menjaga rumah kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H