Perjalanan panjang tiada henti. Langkah pasti dimulai dalam derap kekuatan hati dan fisik. Semua bermula dengan semangat menggebu. Senantiasa mendaraskan doa. Langkah-langkah anak muda dengan rangsel di pundak terus menyapa dunia. Semangat membaja tanpa kenal menyerah.Â
Perjalanan menuju Jambore 2023 dimulai. Hari masih begitu gelap, suasana sporthall Kolese Kanisius sudah riuh oleh anak-anak muda yang begitu bersemangat memulai sebuah rencana. Perjalanan panjang ini akan dimulai. Hutan Sidorejo di kaki Gunung Merapi akan menjadi tujuan utama anak-anak ini menghabiskan waktu, menguatkan persahabatan dengan alam.Â
Memilih dan MemilahÂ
Persiapan dimulai, seluruh Kanisian menyiapkan seluruh perbekalan, tas dibuka, dan mulai dicatat barang-barang yang penting dibawa. Mereka memilah, memilih apa saja yang penting dan harus dibawa. Memang terkadang perjalanan seperti ini begitu banya orang yang peduli dan ingin membantu, sehingga terkadang barang yang tidak penting untuk dibawa pun diselipkan di dalam tas. Sebagian dikeluarkan, sebagian mulai dimasukkan. Sebuah pekerjaan yang begitu sulit untuk menentukan penting tidaknya sebuah barang yang musti dibawa.Â
Semua barang yang masuk ke carrier dicatat, lengkap sebagai manifes perjalanan. Buku pun dicap tangan kiri dan kaki kanan,sebagai tanda manifes perjalanan kami lengkap.Â
Dalam waktu satu setengah jam, begitu banyak barang yang tidak terbawa, banyak barang yang seharusnya tidak bisa masuk ke carrier. Bukan hanya karena tidak digunakan selama kegiatan, tetapi begitu banyak barang yang menyulitkan perjalanan.Â
Persiapan perbekalan siap dan kami pun mulai mengikuti acara seremonial pembukaan. Doa mengawali acara pagi itu. Sambutan Pater Dani sebagai kesiswaan di Kolese Kanisius menegaskan bahwa kami semua akan belajar tidak hanya menguasai diri tetapi juga menggali potensi diri. Pak Thomas Gunawan sebagai Direktur lebih tegas menyampaikan bahwa seluruh Kanisian adalah wakil sekolah, kita semua membawa nama sekolah, menjadi brand sekolah, untuk itu salam setiap serap langkah dan perkataan harus berani menampakkan diri sebagai seorang Kanisian.
Di akhir acara, Pater Winandoko sebagai Rektor Kolese Kanisius menegaskan bahwa seluruh Kanisian harus berani mewujudkan dirinya seperti yang selalu dinyanyikan dalam Mars Kanisius,
Hai, putra Kanisius
Selalu bersatu padu
Di dalam suka dan duka
Kita saling membantu
Tak kenal putus asa
Dengan gigih terus maju
Jadi manusia dewasa
Beriman dan berilmu
Mari kita berjuang
Membangun masa depan
Dengan satu semboyan
Ad Maiorem Dei Gloriam
Sehat jiwa dan raga
Siap membantu sesama
Mengabdi nusa dan bangsa
atas dasar Pancasila
Mars Kanisius menjadi penyemangat kami, apalagi diakhir acara, lagu itu dikumandangakan dengan penuh semangat. Penyerahan  bendera jambore dari Pater Winandoko menandai bahwa kegiatan Jambore segera dimulai.Â
Memulai perjalanan
Perjalanan pagi itu dimulai. Masing-masing masuk bus sesuai kelompok yang telah ditentukan. Sepanjang perjalanan, kami bercerita, kami bernyanyi. Kegembiraan muncul dalam setiap waktu kami bercanda. Hingga empat kali istirahat di rest area tidak terasa, waktu sudah sore hari. Banyak diantara kami yang belum merasakan bagaimana perjalanan panjang 8 jam ini kami tempuh. Sungguh melelahkan, beruntung sahabat kami dalam bus-bus itu menyenangkan.Â
Ketika perjalanan memasuki Klaten, hari mulai gelap. Kami tidak tahu arah, tidak tahu seperi apa di luar. Hanya kegelapan malam dan remang-remang cahaya yang bisa kami tangkap. Jalan mulai bergelombang, bahkan terasa rusak, ketika bus itu berjalan begitu pelan, dan mulai bergoyang-goyang. Sepertinya perjalanan ini begitu jauh dari kota,
Pukul 19.30 kami sampai di Kelurahan Sidorejo. Untuk menuju ke lokasi, kami harus tracking kurang 3 kilometer. Perlahan kami, rombongan 273 Kanisian mulai berjalan menelususi gelap malam Desa Sidorejo. Kami menyusuri kampung, persawahan, perkebunan, sungai kecil, padang ilalang dalam gelap gulita. Lampu senter menjadi sahabat setia kami, sementara pundak dan punggung kami sudah begitu terasa keberatan. Kami terus melangkah, hingga sampai di sebuah padang rumput liar. Kami telah sampai di tujuan kami, kawasan hutan Desa Sidorejo.Â
Tenda di tengah padang rumput
Kami mulai masuk ke tenda. Acara hari itu adalah memasak. Kami semua memasak nasi, sayur dan lauk-pauk yang telah kami persiapkan. Diantara kami memang sudah sangat sigap untuk memasak. Memasak selesai dan kami pun bersantap malam bersama kelompok. Udara dingin dan angin yang begitu kencang malam itu tidak begitu terasa. Suara dan semangat kami masih jelas terdengar sampai hingga panggilan suara musik memanggil kami untuk mengikuti upacara malam.Â
Upacara pukul 11.30 itu menandai bahwa  kami sanggup untuk melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan Jambore. Yang terasa istimewa, kegiatan upacara malam itu adalah seluruh petugas adalah pendamping dan sekaligus guru kami. Selama ini, di sekolah belum pernah sekalipun kami melihat guru-guru kami menjadi pemimpin upacara, pembina upacara, pembaca UUD 1945, pembaca Janji Pelajar, pembaca Pancasila, bahkan menjadi dirigen dan memimpin menyanyi lagu nasional. Hari itu, guru-guru itu hadir bukan hanya sebagai pengajar, tapi memberikan arti di setiap kegiatan kami.
Acara belum selesai. Malam itu di tengah kelelahan, kami mendengar sejarah, seluk beluk, serta mitigasi bencana. Pak Sukiman sebagai sesepuh desa memberikan banyak informasi berkaitan dengn Gunung Merapi. Â Kantuk tak tertahankan, tetapi kami begitu antusias mendengarkan penyampaikan Pak Sukiman. Satu jam pun berlalu.Â
Malam itu telah larut, dan tubuh kami memang mulai terasa kelelahan. Perjalanan hari itu pun kami akhiri, dan kami masing-masing masuk tenda. Sementara angin masih begitu kencang menerpa tenda-tenda kami. Kami tetap bertahan dalam keheningan dan suara angin yang terus mengguncang tenda. Istirahat. Pukul satu dinihari, tenda-tenda itu terasa sunyi.Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H